Burung – burung berhamburan ke udara. Gemuruh tanah yang berisik mengusik ketenangan mereka, alam dan hewan kecil lain di sekitarnya. Goresan baru pada tanah memberi petunjuk pada apa yang terjadi. Sebuah kereta kuda terperosok dan terguling mengikuti landai daratan. Keretanya tersangkut di pohon sementara dua kuda yang menariknya tergelincir lalu mati di bawah jurang.
Guncangan hebat di dalam kereta hampir merenggut kesadarannya. Andrew berusaha bangkit dan keluar dari sana. Saat mengambil langkah pertama, ia terpeleset dan jatuh berguling mengikuti permukaan yang landai. Dipenuhi keterkejutan dan rasa takut di dalam diri, refleks tangannya meraih tunggul pohon mati dengan tenaga yang tersisa.
Andrew bisa melihat bebatuan yang berguling jatuh ke dalam jurang dan menyisakan kesunyian. Ia menelan ludahnya. Meski berhasil menghentikan laju tubuhnya, ia tahu bahwa itu hanya sebuah keberuntungan. Napas lega yang dilepaskan tak mampu menenangkan dirinya.
Sementara itu, Jazdia berusaha keras agar tetap hidup. Jemarinya sekuat tenaga bertengger di tepi jurang sembari menopang beban tubuhnya. Ia menggerakkan seluruh otot lengan dan kaki untuk memanjat naik. Sekuat apa pun ia berusaha, keadaannya tetap sama.
Bayangan seseorang datang menghalau sinar matahari. Saat matanya melihat Andrew ada di sana, sekujur tubuhnya mendadak diselimuti ketakutan. Semua penyiksaan yang ia lakukan terlintas di dalam hati yang ingin keselamatan.
Sayangnya, Jazdia tahu bahwa tidak ada keselamatan di atas sana. Semua hal yang telah ia lakukan hanya bisa ditebus oleh hukuman besar—hukuman mati oleh kerajaan. Rasa takut pun kemudian menjelma menjadi keputusasaan. Hingga kepasrahan menyelinap di sudut hati seiring jemari yang kesemutan. Terlepas dari tepi jurang, kerikil dan bongkahan tanah kecil terjatuh ke dasarnya.
....
"...Apa yang kau lakukan?" Bibir Jazdia melepaskan kata, wujud dari keterkejutannya.
Jazdia menyaksikan lelaki itu menangkap erat tangan kirinya.
"Raih tanganku, Jazdia!"
"Kenapa ... kenapa kau menyelamatkan orang yang telah menghancurkan hidupmu, Ariel?" ucapnya gemetaran.
"Apa yang kau bicarakan?" lirih Andrew, suaranya terbata – bata. Rasa sakit di sekujur tubuh membuatnya sulit berbicara. Ditambah dengan beban nyawa yang harus diselamatkan, keseimbangan tubuh yang harus dipertahankan, ia bersikeras melawan derita. "Tentu, karena engkau adalah orang yang bekerja untukku di Kerajaan Krale. Setiap nyawa dari orang-orang yang hidup di sana adalah tanggung jawabku. Aku tidak ingin kehilangan siapa pun. Terlebih lagi, dikau adalah wanita yang memberiku dorongan pertama untuk maju. Meski kejahatanmu harus ditebus, kau harus tetap hidup, Mbak Jaz!"
Air mata Jazdia meleleh dan membasahi pipinya. Panggilan akrab yang amat ia sukai, diucapkan oleh lelaki yang ia cintai, bagai siraman air pada hatinya yang telah lama tandus.
Wanita itu kembali teringat mengapa ia jatuh cinta kepada lelaki ini di sana.
Ariel hanyalah lelaki biasa. Punya kekhawatiran yang sama dengan banyaknya manusia. Tentang hidup, sosial, juga masa depan. Ia selalu berusaha yang terbaik untuk menjalani hidupnya. Ariel yang begitu gigih menjalani hidup membuat Jazdia mendekat, bagai lebah yang terpikat dengan aroma bunga.
Ariel terkadang kikuk, penuh ragu, dan tidak punya rasa percaya diri dalam menghadapi masalahnya. Jazdia juga sama seperti dirinya. Didorong oleh empati, Jazdia datang memberikan semangat. Itu adalah kontak pertama yang menjadi pengikat antara dia dan dirinya. Menyebabkan Ariel menjadi seorang yang memiliki senyuman paling cemerlang di mata sang wanita.
Waktu berlalu, jarak pun semakin dekat. Setiap hari dipenuhi kehangatan dan corak bahagia dalam lebar hidup Jazdia. Meski sesulit apa pun keadaan, Ariel tak pernah memberikan senyum kecut padanya. Kepedulian sang lelaki pada dirinya dan orang – orang di sekitarnya, membuatnya mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remoire
RomantikAndrew Udanost adalah Raja dari Kerajaan Krale. Suatu hari, ia mendapatkan mimpi tentang kehidupannya dari dunia yang berbeda. Sebuah kehidupan di mana ia menikahi seorang wanita jelita dan terpisah oleh maut durjana. Andrew mencoba untuk mengabaika...