Awalnya aku diutus untuk membunuhmu. Seorang anak lelaki konglomerat, manja dan tidak mengenal kenyataan. Itulah penilaian pertamaku terhadapmu.
Aku yang mencoba menyusup ke dalam istana lalu tertangkap basah, engkau datang dan melepaskanku. Anehnya lagi, engkau menawariku untuk menjadi temanmu. Tentu, ucapanmu itu ditolak oleh para pengawalmu. Lalu dengan entengnya kau membuatku menjadi pelayan pribadimu. Sungguh naif sekali dirimu.
Menjadi orang terdekatmu, membuat rencana untuk membunuhmu semakin mudah. Awalnya aku mencoba dengan menjatuhkan pot bunga, melepaskan kuda – kuda untuk melindasmu, hingga meracuni makanan saat kau keluar istana. Sayangnya, semua itu gagal.
Aku pun mencoba mempelajari teknik berpedang, racun, hingga sihir yg berguna untuk membunuhmu. Lagi – lagi, rencanaku gagal. Entah bagaimana, aku malah menyelamatkan nyawamu dengan pedang dan kemampuan mengolah racunku. Sungguh ironi. Aku menginginkan kematianmu, namun disaat yang sama aku tidak bisa melihatmu terluka apalagi raut sedih terlukis di wajahmu.
Semakin banyak aku berbicara denganmu, semakin melunak pula kebencian yang telah terpupuk di dalam diriku. Semakin banyak waktu yg aku lewati bersama denganmu, membuatku melupakan masa lalu kelam itu. Kau menunjukkan padaku bahwa dunia tidak hanya kejam, tapi juga bisa begitu indah.
Namun, semakin dewasa, semakin mengerti pula diriku akan arti sebuah tanggung jawab.
Mereka yang hampir kecewa terhadap diriku, ingin turun tangan langsung untuk membunuhmu . Entah bagaimana, aku bisa terus meyakinkan mereka untuk menyerahkan urusan itu padaku.
Hingga setiap malam, aku belajar untuk menyusup ke dalam kamar saat kau tertidur. Hingga akhirnya aku bisa menghunuskan pisau tepat ke lehermu.
Kau tahu? Aku tidak bisa melakukannya. Setelah melihat senyuman yang tertoreh di wajahmu, dikau berkata dalam tidurmu, "Kue buatanmu tidak enak. Tapi teh yang kau seduh memang benar benar luar biasa."
Ucapanmu itu membuatku gentar.
Walaupun setiap malam bisa menyusup, kenyataannya aku tidak mampu lagi membunuhmu.
Suatu malam, saat itu dikau mengigau sesuatu tentang seorang wanita. Lalu engkau pun membicarakannya dengan wajah yang dirundung kesedihan. Namun sesekali engkau terlihat begitu bahagia. Melihatmu begitu, sesuatu menyusup ke dalam dada dan menyesakkanku. Itu perlahan mengusikku. Aku benar – benar tidak mengerti.
Hingga engkau terus dan terus menunjukkan kebahagiaan saat bertemu dengannya membuat pikiranku semakin kacau.
Kesesakan ini membuatku kacau. Tanggung jawab yang kuemban juga menambah kacau segalanya. Namun dengan seutas senyumanmu, seolah sekelumit benang masalah itu terlepas begitu saja. Membuatku ingin tetap bersama denganmu.
Aneh sekali, bukan? Andaikan aku bisa bertanya pada kalian yang mengerti, disebut apakah kegundahan yang daku rasakan ini?
***
Sang kuda gagah terus berlari. Menyeberangi perbatasan negeri yang satu ke negeri yang lain. Langkahnya menimbulkan debu dan merusak rerumputan. Sesekali sang kuda gagah berhenti untuk mengunyah rumput dan menenggak segarnya air alami. Tetapi ia tidak pernah mengeluh, tidak pula mundur ke belakang untuk menemui sang majikan.
Sang kuda gagah masih berlari. Ia berusaha mengimbangi deru angin yang begitu bebas menguasai daratan. Ringkikannya sesekali keluar untuk menyemangati diri yang sedang menjalankan kepercayaan sang majikan. Benar. Bagi sang kuda, membawa lelaki yang diangkutnya ke tempat aman adalah prioritas utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remoire
RomanceAndrew Udanost adalah Raja dari Kerajaan Krale. Suatu hari, ia mendapatkan mimpi tentang kehidupannya dari dunia yang berbeda. Sebuah kehidupan di mana ia menikahi seorang wanita jelita dan terpisah oleh maut durjana. Andrew mencoba untuk mengabaika...