Bab 20 : Persimpangan

9 0 0
                                    

Tidak ada yang lebih mengerikan dari sebuah perpisahan setelah mengucapkan janji untuk hidup bersama.

***

Pernikahan itu menjadi nyala api yang membuat dirinya mantap melangkah. Percikan kebahagiaan membuat wajahnya tampak bercahaya. Andrew yang tak mampu menyembunyikan rasa, menularkannya melalui senyuman dan sorot mata yang penuh harapan.

Semua orang semakin terpesona oleh tindak - tanduk Andrew. Tidak hanya pekerjaannya dilakukan dengan sempurna, namun perhatiannya yang juga tidak kenal lelah. Mulai dari bangsawan, pelayan hingga penduduk yang sempat berbicara dengannya di pintu gerbang istana. Semuanya Andrew perhatikan, bantu dan beri petuah kebijaksanaan. Tidak heran jika pengaruh dirinya semakin mengakar kuat di sendi - sendi kerajaan.

Namun, tidak semua berjalan sesuai harapan.

Beberapa hari pun berlalu.

Untuk pertama kali di dalam hidupnya, Andrew mendapatkan surat untuk memenuhi panggilan Sidang Agung.

Sidang Agung adalah sebuah majelis untuk membahas masalah internal kerajaan dan satu - satunya yang bisa memberikan hukuman atas tindakan Raja Krale.

Saat menerima surat itu, Andrew hanya bisa membatu.

Moravia yang membawakan surat itu juga tidak menyangka hal ini akan terjadi. Lelaki itu bertanya - tanya kesalahan apa yang telah Raja Andrew lakukan? Hanya ada satu yang mengganjal di hati kecilnya. Namun ia mencoba berprasangka baik terhadap niat persidangan tersebut.

Pada hari yang telah ditentukan, Andrew ditemani oleh Dedic dan Moravia berjalan menuju ruang persidangan.

"Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia. Semua akan baik-baik saja," bisik Moravia.

"Terima kasih, Kakek Moravia. Tetapi jujur, aku belum pernah setakut ini di dalam hidupku." Andrew hanya bisa menundukkan kepalanya.

Dedic tidak bisa memberikan sepatah kata pun dalam hal ini. Dia hanya diam mengikuti ke mana majikannya pergi.

Pintu gerbang pun dibuka lebar. Mereka bertiga masuk ke dalam. Namun Dedic dihentikan oleh petugas penjaga ruangan tersebut. Hanya Andrew dan Moravia saja yang boleh berjalan menuju meja bundar yang ada di tengah ruangan.

Raja Andrew pun didudukkan pada sebuah kursi yang berada di tengah meja bundar. Sementara para menteri duduk melingkari meja tersebut. Sosok yang berada di depan Andrew adalah orang yang sudah dikenal sebagai hakim yang adil, Spravedlnost.

Tanpa basa basi, Spravedlnost membuka sidang itu dengan tiga ketukan palu.

"Yang Mulia Andrew Udanost." Lelaki tua berjenggot putih yang memimpin rapat itu berdehem sebentar. "Anda dipanggil ke tempat ini karena mendapatkan tuduhan telah melakukan pengkhianatan terhadap Kerajaan Krale."

"Pengkhianatan?" protes Andrew. "Kejahatan macam apa yang telah aku perbuat hingga tindakanku dicap sebagai bentuk pengkhianatan, Wahai Spravedlnost?"

Spravedlnost mengisyaratkan kepada Raja Andrew untuk menahan emosinya.

"Kepada pelapor, silakan tunjukkan bukti yang Anda temukan," ujar Spravedlnost.

Lelaki yang berada di belakang itu pun berdiri lalu menyerahkan beberapa lembar kertas yang disertai amplop. Saat Andrew melihat wajahnya, ia tidak heran dengan apa yang terjadi.

"Menteri Kurona, apa yang kau rencanakan kali ini?"

"Anda tidak boleh menuduh saya yang bukan - bukan, Yang Mulia. Saya hanya menemukan kertas - kertas ini lalu menelitinya. Dan ...." Lelaki itu menutup matanya dan menampakkan raut kesedihan. "Saya tidak pernah menyangka kalau Anda seperti itu, Yang Mulia."

RemoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang