Bab 07 : Desir Keniscayaan ( Bagian Ketiga )

4 1 0
                                    

Bunga yang memiliki kelopak kesetiaan dan menyerbakkan cinta sangatlah mempesona.

Anggun, merona dan indah dipandang mata.

Sayang, Sang Bunga jua mengundang senyuman malaikat pencabut nyawa.

Akankah berakhir dalam senja?

***

Neraka itu pun telah dimulai.

Tidak bisa diungkapkan oleh kata – kata betapa lelahnya pagi itu. Kaki yang keram, wajah yang tak boleh kusut dan keringat yang harus diseka setiap waktu, membuat kelima calon pelayan istana itu hampir melihat surga di depan matanya.

Wajah Instruktur Dedic yang begitu ramah berbanding terbalik dengan ketat dan kerasnya pelatihan yang ia berikan. Instruktur Iblis. Begitulah kelima gadis itu memberikannya sebuah julukan hanya dalam setengah hari.

"Bagus sekali. Kalian sangat bersemangat," puji Dedic.

Bersemangat matamu! umpat kelima gadis tersebut.

"Petra." Sebuah bisikan tiba – tiba membuat bulu kuduk sang wanita pendek berdiri.

"S-saya!"

"Ke mana perginya senyum yang selalu memberikan kebahagiaan pada Raja Andrew?"

Petra dan kawan – kawan langsung memperbaiki (lagi) senyum kusutnya menjadi semanis mungkin.

"T-Tentu, Instruktur Dedic!" jawab Petra setegarnya.

Walau di dalam ruangan berhembus angin sepoi, itu pun tak jua mampu menghentikan keringat yang muncul oleh teror yang dipancarkan sang instruktur.

Dedic pun berjalan mengelilingi mereka yang tengah berbaris rapi. Memeriksa setiap detail dari posisi berdiri, kerapian pakaian, letak senyuman hingga kaki mereka. Lalu ia kembali ke depan para gadis itu dan memberikan tepuk tangan beberapa kali.

"Jangan pernah lupakan apa yang sudah kalian dapatkan hari ini. Pelatihan hari ini bertujuan untuk melatih fokus, kecermatan, ketenangan, daya tahan, dan melampauinya. Seorang pelayan istana harus mampu memenuhi tugasnya kapanpun dan bagaimanapun."

Dedic berjalan ke hadapan Lucie, menepuk lembut bahu dan menatap ke dalam matanya.

"Senyuman kalian adalah bukti dari kesejahteraan istana. Jangan pernah lupakan hal itu. Mengerti, Nona Lucie?"

Mendengar ucapan itu, wajah Lucie menjadi rileks. Ia dengan tenang menjawabnya. "Saya mengerti, Instruktur Dedic."

Dedic pun beralih ke wanita di sebelahnya.

"Kamu mengerti, Nona Jadiz?"

"S-saya mengerti, Instruktur Dedic."

"Kamu mengerti, Nona Aneta?"

"Saya mengerti, Instruktur Dedic."

"Mengerti kan, Nona Petra?"

"S-saya mengerti, Instruktur Dedic!"

Dedic pun berjalan ke arah wanita yang terakhir. Ia menatap tepat ke arah matanya dan mendapatkan sebuah keyakinan.

"Baiklah. Pelatihan hari ini telah selesai. Jangan lupa untuk membuat laporan dari kegiatan pagi ini." Lelaki itu kembali berdiri di depan. "Istirahat juga bagian dari latihan. Gunakan waktu kalian secara bijaksana dan makan dengan teratur. Sekian!"

Kelima wanita langsung melakukan penghormatan dan berteriak dengan lantang.

"Terima kasih atas kerjasamanya, Instruktur Dedic!"

RemoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang