two

676 54 3
                                    

Rose tertegun melihat pantulannya di depan cermin. Dress hadiah dari Narcissa sangat pas dipakainya, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Sejak pagi buta ia mencoba merapihkan rambut pirangnya yang berujung menguncirnya dan membiarkan beberapa helai poninya tergerai.

Rose meraih flat shoes hitamnya yang tampak serasi dengan dress nya. Ia menghela nafas pelan, mencoba percaya diri dan berharap dirinya tidak sebagai pusat perhatian semua orang karena pakaiannya.

Suara ketukan pintu memecahkan keheningan. Dengan segera Rose membuka pintu kamarnya dan melihat seorang lelaki berambut pirang yang sudah rapih dengan setelan jas hitamnya berdiri di balik pintu kamarnya.

"Malfoy."

Lelaki itu menatap gadis yang terlihat sangat sangat berbeda dibandingkan dengan gadis yang baru saja kemarin malam ia temui. Ia berdeham pelan, mencoba menutupi rasa kagumnya.

"Semua sudah menunggumu."

"Apa aku terlihat buruk?"

"Who says?"

"Kau bahkan tidak menatapku, Draco Malfoy."

Bagaimana Draco tidak memalingkan wajahnya? Rose Avery tampak sangat cantik pagi ini. Narcissa tahu persis pakaian yang bagus saat membalut tubuh kurus Rose.

"Kau, tampak cantik," Draco berdeham pelan, "Cepatlah, jangan sampai father menunggumu."

Rose tersenyum tipis mendengar pujian Draco, setidaknya percaya dirinya meningkat meskipun hanya sedikit. Keduanya berjalan berdampingan menuju sebuah ruangan yang terletak di sisi barat manor. Ruangan tersebut hampir kosong, hanya ada sebuah lukisan ukuran sedang yang tergeletak di tengah-tengah ruangan.

"Portkey? I hate it," gerutu Rose, dirinya tahu persis rasanya berpergian dengan Portkey.

"Kita tidak bisa menaiki sapu terbang dan juga memakai jaringan floo," jelas Draco yang dibalas dengan dengusan Rose.

"Merlin's beard... Kalian sangat serasi! Bukan begitu, Lucius?"

Rose dan Draco langsung menoleh kearah sumber suara, Narcissa terlihat senang melihat anak semata wayangnya yang tampak tampan serta Rose yang tampak cantik.

"Tidak ada waktu untuk itu, love. Ayo cepat genggam lukisan tua itu," ucap Lucius tanpa berbasa-basi.

Tanpa disuruh dua kali, Rose membungkuk dan memegang bingkai lukisan itu dengan erat. Ia menelan salivanya kasar, perjalan dengan Portkey terkadang membuatnya mual dan pusing.

Lucius mulai menghitung mundur dan lukisan tua itu mulai melayang saat lelaki paruh baya itu selesai menghitung. Rose menutup matanya, kepalanya mulai terasa berputar-putar bahkan hanya dalam beberapa detik setelah lukisan tua yang ia pegang mulai melakukan tugasnya.

"Lepaskan, sekarang!"

Rose melepaskan tangannya dan mencoba mengimbangkan tubuhnya agar dirinya tidak mencium rumput dengan bokongnya. Gadis itu berhasil mendarat dengan rapih meskipun rasa mual dan pusing masih menyelimuti badannya.

"Avery! You good?"

Rose memukul pelan dada Draco yang sigap menompang badannya, "Jangan pernah ajak aku berpergian dengan Portkey."

"Akanku berikan ramuan saat kita sampai di tenda. Draco, jangan lepaskan dia," perintah Lucius yang langsung berjalan di tengah ricuhan penyihir yang menghadiri Piala Dunia Quidditch.

Rose benar-benar benci keramaian dan suara ricuh yang memenuhi lapangan pagi ini. Kepalanya semakin terasa berat akibat Portkey dan juga karena pundaknya tertabrak beberapa orang yang melewatinya. Gadis itu sama sekali tidak tahu mengapa Draco dan Lucius sama sekali tidak merasa mual dan pusing setelah berpergian dengan Portkey, apakah mereka sudah terbiasa?

Stuck With You - d.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang