fourty two

126 12 1
                                    

Bentuk patronus milik Rose tak kunjung muncul dari tongkat sihir Rose. Seharusnya ia tidak perlu berekspektasi terlalu tinggi, mengingat dirinya memiliki tattoo death eaters yang masih terlukis jelas di lengan kirinya. Sampai kapanpun dirinya tidak akan pernah bisa merapalkan mantra pengusir dementor itu.

"Dia benar belum bisa merapalkan patronus?" Seorang gadis berambut coklat ikal menatap Rose dari kejauhan. "Kau tidak merasa ada hal yang aneh darinya, Harry?"

Sang lawan bicara hanya mengangkat bahunya. "Semua ada waktunya, Hermione."

"Tapi ini sudah hari ketiga kita belajar patronus," Hermione menyilangkan kedua tangannya, "Neville saja sudah bisa sejak kemarin!"

Harry ikut menatap Rose dari kejauhan. Gadis berambut pirang itu sudah tidak tertarik mencoba berlatih merapalkan mantra dan memilih untuk menghampiri Luna yang berulang kali mengeluarkan siluet Hare dari tongkat sihirnya.

"Hari ini Cho tidak datang, ya?" tanya Harry yang baru sadar dengan ketidakhadiran crush-nya.

"Kau ini memang sedang dimabuk cinta, ya?"

DUG!

Ruang kebutuhan yang tidak pernah bergetar meskipun sering kali terkena mantra tiba-tiba mulai memunculkan getaran yang cukup keras. Langit-langit ruangan tidak sedikit menjatuhkan serpihan pasir. Seluruh murid mulai menatap sumber suara yang berasal dari pintu masuk.

Rose berusaha menunjukkan raut wajah bingungnya juga. Tentu saja dirinya sudah mengetahui dalang yang mencoba meruntuhkan ruang kebutuhan secara paksa, tak lain adalah Umbridge dan anak buahnya.

"Bombarda Maxima."

Dinding pun akhirnya runtuh, membiarkan ruang rahasia yang sudah berusaha disembunyikan oleh Harry selama berbulan-bulan terbuka lebar. Seluruh murid tentu saja langsung melirik ke arah Rose setelah melihat Umbridge dan beberapa murid Slytherin yang berdiri tak jauh dari perempuan tua itu. Tepat sebelum seluruh penghuni ruang kebutuhan menumpahkan kecurigaannya ke arah Rose, Draco menampakkan batang hidungnya sembari menarik Cho.

"Get them!"

Rose tidak berusaha menyembunyikan kehadirannya di sana, membiarkan beberapa temannya dengan jelas melihat batang hidungnya. Sahabatnya, Pansy sangat terkejut dengan keterlibatan dirinya di Dumbledore Armys. Hanya dari lirikan matanya, Rose tahu kalau Pansy sangat butuh penjelasannya.

"Sedang apa kau di sini, Avery?" tanya Theo dengan nada sedikit tinggi.

Rose melirik ke arah Theo yang berjalan mendekatinya sebelum mencuri pandang ke arah beberapa anggota Dumbledore's Army yang berjalan meninggalkan ruangan rekreasi sembari menatapnya.

"Kau bisa melihat dengan kedua bola matamu, Nott," jawab Rose tanpa berbasa-basi dan langsung berjalan meninggalkan ruangan kebutuhan.

Banyak sekali pertanyaan yang muncul di benak Theo, tetapi Pansy dengan cepat melarangnya untuk mengatakannya di situasi ini. Sebenarnya gadis berambut hitam itu juga tidak pernah menanyakan tentang kesibukan Rose sebagai death eaters, tetapi melihat sahabatnya yang ikut menutup rapat rahasia organisasi yang dibuat Harry sungguh membuatnya kecewa.

Para anggota Dumbledore's Army kemudian digiring menuju ruangan Dumbledore. Hal yang tidak Rose duga adalah Umbridge yang memanggil Fudge, kepala menteri sihir dan beberapa bawahannya untuk menyelesaikan organisasi berbahaya bagi mereka. Hanya Harry dan Cho yang dibawa masuk ke dalam ruang kepala sekolah, sisanya dibiarkan menunggu di Great Hall begitu saja.

"Calm down, Mione."

Gadis berambut coklat itu tidak berhenti berjalan ke sana kemari hingga sahabatnya mulai menegurnya untuk menenangkan dirinya. Ingin rasanya sebuah kepalan tangan mendarat di tubuh lelaki yang baru saja menyuruhnya untuk tenang. Umbridge yang mendadak menemukan dan menghancurkan ruang rekreasi, Cho yang terculik dan mengumbarkan semua rahasia, dan kementrian yang menganggap Dumbledore Army's sebuah pemberontakan, sangat wajar kalau saat ini dirinya tidak bisa tenang sama sekali bukan?

Stuck With You - d.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang