four

448 54 1
                                    

"Cepatlah, Pansy!"

Dua gadis Slytherin terlihat tergesa-gesa menelusuri lorong menuju kelas terakhirnya sebelum jam makan siang, ruang kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam.

Keduanya langsung mengambil tempat duduk di depan kedua sahabat lelakinya, Blaise dan Theo, sedangkan Draco mengambil kursi di barisan belakang.

"Tumben telat?" tanya Theo.

"Kamar mandi," jawab sang gadis berambut pirang singkat, kedua tangannya sibuk mengeluarkan buku dan pena bulunya dari tas hitamnya.

"Professor Moody sudah datang?" tanya sang gadis berambut hitam.

Blaise menggeleng, "Belum."

Gadis berambut hitam itu memukul pelan lengan sahabatnya. "Tuh kan. Sudahku bilang santai saja, Rose."

"Santai?" Rose tertawa mengejek. "Kau bahkan butuh lima belas menit untuk memperbaiki penampilanmu itu, Pansy."

"Memangnya tidak boleh aku mempercantik diriku!?"

Seisi kelas mulai menonton pertengkaran kecil Rose dan Pansy. Blaise menyenggol pelan lengan Theo yang asik menonton pertengkaran kedua sahabatnya tanpa ada niat untuk meleraikan keduanya.

"Sudahlah," lerai Blaise. Lelaki itu memang selalu menjadi penengah di saat semua sahabatnya bertengkar.

"Memangnya aku tidak boleh terlihat cantik?!" tanya Pansy.

"Itu—"

"Bilang saja kalau dia cantik, Zabbini. Meskipun itu adalah dusta," celetuk Rose.

"Apa?!"

Blaise menghela nafas. "Lebih baik kalian tidak duduk satu meja terlebih dahulu." Lelaki itu menyenggol Theo untuk bertukar tempat duduk dengan Pansy.

Pertengkaran antara Rose dan Pansy memang sering terjadi. Entah karena Pansy yang tidak ingin salah atau Rose dengan perkataan sarkasnya disaat yang tidak tepat, tetapi keduanya dengan mudah kembali berbaikan seakan tidak terjadi apa-apa. Hanya waktu yang bisa mereda amarah keduanya.

"Jangan marah-marah, nanti lekas tua." komen Theo, melihat Rose dengan raut wajah kesalnya.

"Biarkan saja."

Di balik obrolan keduanya, seorang lelaki tampak sedikit tidak suka melihat maupun mendengar obrolannya. Ia hanya bisa menatap keduanya dingin tanpa berbuat apa-apa, lagi pula dirinya tidak memiliki status apapun dengan gadis iti.

Seorang lelaki bertubuh besar dengan mata palsu keluar dari ruangannya dan berjalan mendekati para siswa yang sudah terduduk rapih di depan mejanya masing-masing. Ia menatap satu persatu siswa yang di ajarnya pagi menjelang siang ini.

"Alastor Moody." ucapnya. "Mantan Auror, orang yang tidak puas dengan Kementrian, dan guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam kalian yang baru. Aku hadir karena Dumbledore memintaku. Apa ada pertanyaan?"

Seisi kelas tampak tegang dengan perkenalan Moody atau Crouch Jr yang sedang menyamar.

"Siapa yang bisa memberitahuku ada berapa Kutukan Tak Termaafkan?" tanya Moody, membuka topik pembelajaran.

Rose mengangkat tangannya, "Ti—"

"Tiga, sir." Sang gadis berambut coklat asal Gryffindor itu lebih cepat menjawab.

"Kenapa bisa dinamakan seperti itu?" tanya Moody lagi.

"Karena tidak termaafkan. Penggunaan salah satu dari ketiga kutukan itu akan—"

"Akan memberimu tiket ke Azkaban tanpa bisa kembali. Tepat." sambung Moody, "Kementrian mengatakan kalian terlalu muda untuk melihat akibat kutukan itu. Pendapatku berbeda!"

Stuck With You - d.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang