#6
Kakek itu menuntunku, berjalan mendekati mobil. Membuka pintu depan. Bau anyir kembali tercium dari dalam mobil. Aku berusaha menahannya. Namun belum berani masuk ke dalam mobil. Khalid pun masih tak sadarkan diri, dengan tubuh masih diselimuti darah.
Kakek itu berjalan mengitari mobil, lalu membuka pintu di samping Khalid. Ia memejamkan mata, sambil memegang kening anakku. Darah itu hilang seketika.
"Jaga anak ini baik-baik ya," pesan Kakek itu.
"Iya, Kek."
"Anak ini pasti kuat," ucapnya sambil memegang pundak Khalid.
"Apakah kamu tidak ingat dengan Wanita Iblis itu?" sambungnya.
Pertanyaan yang dilontarkannya itu membuatku bingung. "Apa maksudnya, Kek?"
"Dia berasal dari masa lalu kamu. Kelak kamu akan ingat siapa Wanita Iblis itu. Tugasmu sekarang hanya menjaga anak ini."
"Baik, Kek," balasku sambil mengangguk pelan, masih tak mengerti maksud ucapannya.
"Nanti kamu tinggal jalan lurus. Tidak perlu menoleh ke kanan-kiri, sampai melihat ada cahaya terang," ucap Kakek itu lalu berjalan ke belakang mobil.
Khalid pun tersadar. Aku langsung mengelus-elus rambutnya.
"Abah, ayo pulang." Entah kenapa aku merindukan suara imutnya itu.
"Iya sayang, bentar." Aku ke luar mobil, mencari keberadaan Kakek itu. Namun ia sudah menghilang, entah kemana. Lalu, kembali ke kursi pengemudi dan menarik nafas panjang.
Tangan ini masih gemetar, ketika memegang tuas persneling. Tak terasa air mata pun mengalir, setelah melalui kejadian menyeramkan tadi. Jika tidak ada Kakek itu, mungkin kami berdua tidak akan selamat.
Tiba-tiba ... Khalid memegang tanganku "Abah, jangan nangis. Ayo pulang," ucapnya dengan senyum mengembang. Tak kusangka ia bisa begitu tenang, setelah apa yang terjadi.
"Iya, Sayang." Kunyalakan mobil, kemudian melaju menyusuri jalan. Kuperlambat laju mobil, karena jalannya yang bergelombang.
Pikiranku masih menerawang, masih belum bisa mencerna semua keanehan ini. Aspal yang tiba-tiba berubah menjadi tanah. Perumahan yang menghilang, berganti dengan deretan pepohonan. Tak ada satupun kendaraan yang lewat. Jalan gelap tanpa ada satupun penerangan. Hanya lampu depan mobilku saja yang bisa diandalkan.
Apakah aku berpindah tempat?
Tiba-tiba, terlihat seseorang sedang berdiri di pinggir jalan. Tanpa sengaja, lampu depan mobil menyorotnya.
"Astagfirullah ...." Aku melihat dia berdiri, dengan kaki yang patah, terbalik. Banyak bercak darah yang terihat di pakaiannya. Lehernya patah, membuat kepalanya miring ke samping.
Yang paling tidak bisa kulupakan adalah wajahnya. Ia tidak memiliki mata, hidung dan mulut. Rata, tertutupi gumpalan daging dan darah.
Ia hanya berdiri. Di dekatnya ada sepeda motor yang hancur. Aku jadi teringat dengan pria pengendara sepeda motor yang sempat menegurku. Ya ... bajunya mirip sekali.
Kupercepat laju mobil dan melewatinya. Pikiranku melayang. Siapa pria tadi?
Apakah ia sudah mati?Kenapa tempat ini aneh sekali? Aku di mana?
Argh ... rasanya kepala ini mau pecah memikirkan semua ini."Abah," panggil Khalid. Suaranya itu seperti obat penenang bagiku.
"Ya?" balasku seraya menatap wajahnya.
"Itu udah deket," balas Khalid, menunjuk ke depan.
Dari kejauhan terlihat ada cahaya. Aku pun teringat dengan pesan Kakek itu, untuk mencari cahaya. Mungkin ini yang ia maksud. Semakin mendekat, cahayanya semakin terang.
"Abah," panggil Khalid. Aku kembali menoleh padanya. Terlihat wajahnya bersinar, seperti memantulkan cahaya. Ia menyurai senyum. Senyuman yang menghangatkan tubuh ini. Sampai aku tak sadar sudah masuk ke dalam cahaya itu.
Silau sekali, membuat mataku terpejam seketika. Dengan mata tetutup, kurasakan mobil terus melaju melewati jalan bercahaya dan menyilaukan ini. Sampai ....
"Mas! Mas!" Terdengar suara orang memanggilku. Aku pun tersadar dan membuka mata, dengan posisi berbaring di atas aspal.
"Aw!" Spontanku berteriak, ketika merasakan sakit di sekujur tubuh.
"Alhamdulillah, sadar."
Kepala ini terasa berat, pusing sekali. Kulihat sekitar, sudah banyak orang mengerumuniku. "Ada apa ini?" tanyaku sambil memegang kepala. Ada cairan kental di kepala. Kulihat telapak tangan sudah berwarna merah. Darah.
"Tadi mobil Mas, nabrak pohon," balas Seorang bapak, yang duduk di dekatku.
Bapak itu membantuku bangkit, dengan memegang punggungku, dibantu oleh beberapa orang lain. Aku hanya bisa duduk, dengan kaki terjulur lurus ke depan, di pinggir jalan.
Kembali kuedarkan pandangan. Kini aku bisa melihat mobil dengan jelas. Ringsek, bagian depannya hancur menabrak sebuah pohon, di pinggir jalan. Pecahan kaca berserakan dimana-mana. Kulihat ada beberapa mainan tergeletak di dekatnya.
Rubik.
Aku pun tersadar. "Khalid ... mana Khalid?" tanyaku panik ketika tidak melihat keberadaan anakku. Tak seorang pun menjawab pertanyaanku itu. Raut wajah Bapak yang dari tadi menemaniku pun berubah. Ada gurat kesedihan yang terpancar.
"Pak, anak saya di mana?" Aku berusaha berdiri, tapi dicegah oleh Bapak itu.
"Mas tenang dulu."
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Kembang Desa
Horror"SIAPAPUN YANG MASUK KE RUMAH INI, MAKA NASIBNYA AKAN SAMA DENGANKU!" Sepucuk surat yang ditulis oleh Rahmi - seorang kembang desa, sebelum mengakhiri hidupnya.