20. Perpisahan & Hujan

48 7 0
                                    

"Kak Dara sama Kak Garda bakal ke sini lagi kan?" tanya Nana menatap Dara dan Garda bergantian.

Dara mengangguk. "Pasti, Na. Kamu jagain ya adik-adiknya, inget kan pesan Kakak ke kalian?"

"Kalau lapar datang ke rumah Kak Dara," sahut Bobo semangat.

"Kalau hujan berteduh di rumah Kak Dara," kata Tari.

"Kalau rajin belajar boleh main di rumah Kak Dara," tambah Sifa.

Dara tersenyum. Sangat menyenangkan bisa mengenal mereka. Ia bersyukur bahwa dirinya yang ditunjuk untuk membantu anak-anak ini.

"Inget alamat rumah Kakak kan?" tanya Dara memastikan.

"Ingat, Kak!!" jawab mereka kompak.

"Rumah Kakak ya jangan ke rumah Kak Garda, rumahnya banyak hantu soalnya."

Garda melebarkan mata. "Bener, kalian gak boleh ke rumah gue."

"Kenapa, Kak? Hantunya serem ya?" tanya Bobo penasaran.

"Serem banget, Bo. Mereka suka anak kecil apalagi yang bentukannya kayak lo gini."

Bobo bergidik ngeri. "Kak Garda pindah aja jangan tinggal di situ lagi."

"Udah biasa dia Bo, kan itu perkumpulannya. Udah sohib banget Garda dengan para penghuni di rumahnya," kata Dara.

Garda memutar bola matanya malas. Mendekati Sifa yang berdiri di barisan paling belakang. "Lo gak boleh nangis terus ya, kalau nangis gue laporin ke Ladu Singh."

"Ladu Singh siapa, Kak?" tanya Sifa. Dia tidak kenal dengan sosok itu.

"Paman gue. Pokoknya nanti kalau nangis terus bakal disamperin dia," kata Garda membuat Dara menggelengkan kepala.

Mau heran tapi ini Garda.

Dara memandangi tempat yang sudah tiga hari ia gunakan untuk mengajar anak-anak ini. Lorong pinggir jalan ini selalu berisik karena suara kendaraan tapi semangat mereka untuk belajar selalu menambah semangat Dara untuk membagi ilmunya.

Menarik napas dalam untuk mengontrol emosinya agar tak menangis. Dara tersenyum menatap Nana, Tari, Sifa, dan Bobo. Anak-anak hebat ini memberinya banyak pelajaran dalam hidup, seperti keterbatasan bukan suatu alasan untuk menyerah.

"Kalian baik-baik ya di sini. Kakak janji bakal ke sini lagi buat ketemu kalian," kata Dara menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak menangis. "Jangan pernah putus semangat buat belajar ya?"

Garda yang berdiri di sebelah Dara hanya diam memperhatikan gadis itu. Ia tau Dara berusaha mati-matian menahan air matanya agar tidak terjun bebas. Entah mengapa kedua ujung bibir Garda tertarik. Ia tersenyum. Bukan cengiran menyebalkan ataupun mengejek, namun sebuah senyuman tulus.

Sial. Kenapa dia bisa lucu gitu?!

•••✿•••

"Pulang bareng gue." Garda meraih tangan Dara dan membawa paksa gadis itu ke motornya.

"Ih apa sih kok gue ditarik-tarik gini?" protes Dara mendengus sebal menatap Garda yang acuh.

"Buruan naik, lo gak liat udah mendung."

"Ogah pulang bareng lo."

"Seriusan gak bakal gue mintain ongkos," ucap Garda.

Dara bergeming di tempatnya. "Dalam rangka apa lo mau nganterin gue pulang?"

"Banyak nanya lo kayak wartawan. Buruan naik, Dar."

"Ya udah deh kalau lo maksa," kata Dara menyetujui. "Lumayan hemat ongkos juga," sambungnya dalam hati.

GARDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang