-- Mohon di ingat typo bertebaran dimana-mana mohon di maklumi walau merusak suasana saat membaca, terima kasih --
[author mimilynnris]Rintik hujan menemani Hinata pergi ke suatu cafe tempat dia bekerja. Sesampainya di sana dia langsung masuk lewat pintu belakang, dan langsung melepaskan jaketnya yang sudah bawah karena hujan. Hinata menyimpan jaketnya di luar agar tidak menambah kerjaannya lagi, tapi tiba-tiba seorang lelaki memperhatikan Hinata yang basah kuyup di dapur cafe.
"Astaga Shouyou-kun, kenapa kau basah kuyup seperti ini? Kamu menerobos hujan lagi ya?" Tanya sang pemilik cafe, paman Shin.
"Hehe, iya paman. Aku menerobos hujan lagi." Jawab Hinata mengakui perbuatannya.
Paman Shin hanya bisa tersenyum melihat Hinata yang jujur mengakui perbuatannya itu, dia mengusap rambut Hinata perlahan lalu memberinya handuk kering untuk mengeringkan rambutnya. Paman Shin meminta Hinata untuk duduk dan mengeringkan rambutnya lebih dulu sebelum bekerja, dia sudah menganggap Hinata seperti anaknya sendiri, yang membuat dia memberikan kehangatan setelah tau bahwa kedua orangtua Hinata sudah meninggal karena kecelakaan. Hinata kini mengantarkan makanan ke meja nomor enam, alangkah terkejutnya dia saat melihat pelanggannya adalah Sugawara.
"Eh, Shouyou? Kamu bekerja disini?" Tanya Sugawara sedikit terkejut melihat Hinata yang mengantarkan makanannya.
"Iya Sugawara-san. Aku bekerja disini." Jawab Hinata gugup.
"Duduklah dulu disini, aku ingin mengobrol denganmu." Pinta Sugawara sambil menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.
Hinata sangat ingin menemani Sugawara untuk mengobrol, tapi mengingat bahwa dia bekerja disini membuatnya harus menolak walau sangat berat. Sugawara yang menyadari bahwa Hinata tidak ingin meninggalkan pekerjaannya pun langsung menarik Hinata untuk duduk di sebelahnya, tidak lupa dia menyodorkan segelas coklat panas pada bayi jeruk yang imut itu.
"Paman! Aku pinjam dulu karyawan mu ya?!" Teriak Sugawara meminta izin pada paman Shin.
"Iya!" Balas paman Shin dari arah dapur.
"Sudah ya, kamu disini saja menemaniku, lagipula pamanku tidak merasa keberatan jika aku meminjam karyawan imutnya." Ujar Sugawara yang membuat Hinata terdiam sesaat.
"Paman Shin itu pamannya Sugawara-san?" Tanya Hinata yang di angguki oleh Sugawara untuk menjawab.
"Bisa-bisanya paman tidak memberitahu ku kalau kamu bekerja disini." Ketus Sugawara mempoutkan bibirnya sebal pada pamannya.
"Ya paman tidak tau kalau Shouyou itu temanmu." Balas paman Shin sembari mengelap meja.
Hinata hanya terkekeh kecil melihat pertengkaran Sugawara dan paman Shin, sampai Hinata terdiam terkejut karena Sugawara yang tiba-tiba memeluknya dari samping. Sugawara mengusap surai orange Hinata dengan penuh kasih, hingga membuat Hinata merasa nyaman dengan pelukan hingga usapan yang di berikan Sugawara padanya. Hinata seketika mengingat mama nya yang sering melakukan hal ini padanya. Sedih, namun Hinata mencoba untuk melupakan rasa sakit itu, karena dia yakin bahwa mama dan papa nya sudah bahagia di dunia sana.
"Mama." Ucap Sugawara tiba-tiba.
"Mama?" Beo Hinata tidak mengerti.
"Mulai sekarang, panggil aku mama Suga." Lanjutnya masih memeluk Hinata.
Hinata mengangguk untuk mengiyakan. Sugawara tersenyum lalu mengecup kening Hinata layaknya pada anak TK sebelum masuk ke dalam kelas untuk berpamitan. Hinata hanya tersenyum dengan wajahnya yang polos nan manis seperti boneka, namun Hinata juga bingung kenapa Sugawara tiba-tiba mengecupi keningnya seperti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan padanya. Tiba-tiba Sugawara merasa turut berduka atas kematian kedua orangtua Hinata, dia sangat berduka karena kecelakaan itu terjadi tepat di rumah paman Shin yang ada di dekat bandara. Dan Sugawara juga menjelaskan bahwa dia ingin menjadi orangtua kedua Hinata di sekolah maupun di rumah, karena dia sangat menyayangi Hinata walau baru saja bertemu beberapa jam yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER RAIN ✔️
Fiksi Penggemar[ End ] Summer rain, hujan yang singgah di musim panas. Ungkapan mereka, pemberi warna dalam kehidupan bagi seseorang yang begitu spesial. Dibalik semua itu, terdapat rasa sakit dan rasa takut yang mereka simpan, tidak akan pernah mereka ungkapkan...