Bab 6

2.2K 123 24
                                    


Ditengah bekunya suasana dia bersuara.

"Cepat selesaikan makan mu, nanti akan ada guru yang membimbing mu belajar"

Aku mendongak kearahnya, suaranya dingin dan tidak bisa dibantah. Aku hanya meantapnya dan melanjutkan makanku, toh menjawab keinginanku juga percuma.

Ah ya tentang guruku, mungkinkah dia bisa kujadikan pintu atau dia juga sama halnya dengan manusia yang berada satu meja denganku. Entahlah, semoga saja adanya dia nanti membawa kabar baik.

Tapi.. apakah aku bisa mendekatinya atau didekati, sedangkan aku sendiri sudah menjadi haphephobia. Kondisiku memang belum pasti, dan mumgkin ini hanya sugesti ku sendiri agar tidak mudah percaya pada orang-orang didekat ku, terlebih lagi baru kenal. Atau mungkin ini hanya berlaku untuknya dan tidak untuk orang lain.
Ah, aku lupa. Pernah sekali suami Amer berjabat tangan namun kutolak karena aku takut sentuhan. Tentang ini apakah berlaku juga untuk keluarga ku, memikirkannya saja sesakit ini apalagi jika benar nantinya.

Kletak..

Suara sendok diletakkan dengan keras, menyadarkan lamunanku. Rupanya aku sudah diperhatikan sejak tadi dan hanya mengaduk-aduk makanan ku tanpa suapan.

Matanya tajam menatap ku, seolah memberi tahu jika aku tak boleh mengabaikan perintahnya. Baiklah, dengan segera melahap makananku, dengan susah payah ku telan dan sedikit terburu-buru sebelum dia meluapkan kekesalannya.

Uhuk, uhuk, ah~

Dadaku sesak mata ku berair, batuk dan tersedak makanan, rasanya sangat sakit. Dengan cepat aku meminum air yang diulurkanya, cepat sekali responya, tanpa peduli sentuhan tangan kiri nya yang berusaha menenangkanku dibalik punggungku yang secara perlahan memberi kenyaman.

"Hentikan makan mu dan ikuti aku, nanti Amer akan menggantikan makanan lain"

Tegasnya, lalu pergi dan berjalan . Dengan cepat aku berdiri mengekor di dibelakang langkahnya yang lebar, meskipun dada ku masih terasa sesak masih bisa kutahan. Aku takut menimbulkan masalah, juga lebih takut bersamanya.

Langkahnya sulit ku imbangi, sampai.

Buughh..

"Ah, ma-af" kata ku padanya.

Aku menabrak punggung lebarnya dan
Tubuhku limbung hampir jatuh, tangan kekarnya dengan gesit menarik pinggulku. Setelah sadar, dengan cepat aku segera melepaskan pelukanya dan berdiri dengan sempurna. Karena jalan ku menunduk dan tidak memperhatikan jika dia sudah berhenti tepat didepan pintu. Dia menatapku tanpa expresi, kata maaf ku pun seperti pesan tanpa balasan.

Memasuki ruangan yang lumayan luas. Dipenuhi buku-buku terjajar rapi sesuai bentuk nya di setiap rak lemari.
Karena rumah ini sedikit kuno, semua
Furniture masih ketinggalan jaman, meskipun begitu semua terlihat mewah dengan sifatnya yang elegan dan sederhana.

Disini ada dua meja, satu meja luas dengan komputer berlogo apel diatas nya. Sedangkan satu meja lagi dengan logo yang sama namun sedikit kecil darinya duduk manis diposisi paling tengah meja.

Aku masih berdiri tak jauh dari pintu, mengamati ruang asing yang cukup mengesankan menurutku, pertama kalinya aku melihat ruangan ini selama aku disini.

"Aku membawa mu kesini bukan untuk berdiri disana!"

Suaranya menyadarku, dengan cepat aku bergegas mengikuti perintahnya. Duduk di kursi dengan meja yang kusebut tadi.

Tok.. tok..

Ketukan pintu perlahan, pasti Amer.

"Tuan Smith, tamu anda datang"

𝙎𝙩𝙤𝙥 𝙈𝙮 𝙋𝙖𝙞𝙣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang