ZaNata (1)

351 15 2
                                    

Zahira Ghufrana, gadis berumur enam belas tahun, dengan kulit putih dan paras yang cantik, Zahira lulusan pesantren Daarul Iman, sebenernya Zahira saat kelas sepuluh di pesantren, namun apa daya ia? Abi Zahira menyuruh anak semata wayangnya itu sekolah di SMA negeri, umi Zahira hanya meng iyakan nya. dan Ya! Zahira pun pindah ke SMA negeri Merdeka pas banget kelas sebelas, menggunakan jalur prestasi tanpa bayar ataupun nyogok. Zahira ini sangat pintar, di pesantren ia selalu ikut lomba, entah itu lomba mata pelajaran ataupun lomba Tahfiz, dan selalu memenangkan nya.

namun, sifat Zahira yang pemalu ini membuat ia sedikit memiliki teman, seperti di pesantren ia hanya punya satu sahabat yaitu Sabrina Aulia, Zahira sudah membujuk Sabrina supaya ikut melanjutkan di SMA negeri, namun Sabrina kekeuh atas pilihannya yaitu melanjutkan pesantren.

dan Zahira sempat mikir, "apa aku bakal punya teman yah di sana?"

hari Minggu memang enaknya di rumah, dan di dalam rumah mewah terkesan sederhana ada keluarga kecil yang sedang menyantap makan siang keluarga.

"semangat ya sayang, besok hari pertama kamu sekolah, kamu pasti punya banyak temen kok" Azzahra Nisa Lestari, kerap di panggil Umi oleh Zahira, menyemangati anaknya yang terlihat dari raut wajah nya sedang memikirkan sesuatu.

"iya, Abi juga percaya kamu pasti punya banyak temen" lanjut Zafran Maulana Ghufrana, Abi Zahira ikut menyemangati anaknya yang terlihat murung.

"aku cuma takut di sana berbeda sama di pesantren Mi, Bi" Zahira berhenti makan dan nunduk menatap lantai.

"memang berbeda, tapi Abi percaya kamu akan nyaman di sana"

"iya sayang, kamu pasti akan beradaptasi kok sama SMA yang sekarang"  sambung Zahra sambil mengangkat dagu Zahira pelan menggunakan jari.

"doain aku ya Umi, Abi" tanpa menunggu jawaban, Zahira langsung meninggalkan kedua orangtuanya menuju kamar.

"tadinya aku mau bilang sekarang soal itu Mi, tapi aku lihat Zahira murung sedari tadi, ga jadi deh aku bilang sekarang"

"iya Bi, kalo bukan karena itu, Zahira mungkin masih di pesantren sama Sabrina, sahabatnya" seakan mengerti apa yang di maksud suaminya, Zahra pun mengangguk.

---

sehabis Maghrib, dua keluarga yang di rencanakan dari jauh jauh hari sedang kumpul di satu ruangan yang tampak mewah terdapat dua keluarga yang sedang kumpul, hanya para orang tua disini.

"Zafran apa kabar lo!!" sapa seorang lelaki paruh baya sembari menepuk punggung sahabat lamanya ini.

"Saya baik, anda gimana?" Gilven tertawa mendengar jawaban Zafran yang masih baku sejak dulu.

"gue baik dong lo bisa liat sendiri, Yaelah Zaf, lo masih aja anda anda dari dulu hahahaha" mendengar penuturan ini, semua orang yang di ruangan tertawa.

"udah bawaan nih Ven"

"okei, jadi ya?" seakan paham, seketika semua orang di ruangan itu pun serius.

"saya dan istri saya sudah berbincang dan kita menyetujui" sontak membuat semuanya berucap syukur.

"keren ga si mom? aku dulu sama Zafran pas SMA cuma bercanda kalo di antara kita punya anak perempuan atau laki-laki bakal di jodohin, dan terjadi" Gilven Fransisco memutar badannya ke Ariana Elina, istrinya. Istrinya hanya mengangguk dan tertawa pelan.

"iya, semoga mereka berdua sakinah mawadah warahmah" ucap wanita berkerudung syar'i yaitu Azzahra, Umi Zahira.

"pasti dong, saya yakin Zahira langgeng sampai tua sama Nata anak saya" jawab Ariana sumringah.

ZaNata (slow up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang