Bab 9

3.2K 344 6
                                    

Kedua orang itu menjatuhkan tubuh di sofa setelah sampai di apartemen. Karren bukan hanya merasa lelah usai bekerja, namun juga mengalami serangan kecemasan setelah mengetahui sebuah fakta mengejutkan yang hampir membuatnya sinting. Arjuna dengan segala rahasianya memang mampu membuatnya menjadi sinting.

"Aku haus."

"Ambil minum sendiri."

"Ini kan tempat tinggal kamu."

"Ini apartemen Sica."

Arjuna menegakkan kepalanya dan memandang Karren lamat-lamat. "Keterlaluan, tamu itu bagai Raja," ucapnya sambil beranjak bangun. Tak puas hanya dengan mengomel, Arjuna juga meraih bantal sofa lalu menghempaskannya pada wajah Karren.

"Mas!" pekik Karren. Seolah tak berdosa, Arjuna melenggang menuju dapur. "Ah! Laki-laki sinting!"

Masa depan memang sulit ditebak, namun Arjuna pun sulit ditebak. Kalau dipikir-pikir lagi, Karren tak banyak tahu mengenai keluarga laki-laki itu. Toh, Arjuna juga tidak pernah menceritakan perihal keluarganya. Jadi, wajar saja kalau Karren tidak mengenal Dona yang notabenenya adalah kakak dari Arjuna.

Karren beranjak bangun lalu memikirkan masa depannya nanti. Begini, pertemuannya dengan Dona sudah tidak layak sama sekali, ditambah lagi tadi Arjuna dengan sembarangan menarik Karren masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Dona yang berteriak memanggil keduanya. Dilihat dari sudut pandang mana pun Karren sudah memiliki banyak poin minus. 

"Bisa gila ...." gumamnya.

Penilaian Dona sebagai salah satu keluarga Arjuna tentunya sangat berpengaruh terhadap hubungan keduanya. Karren sudah merasa jalannya menjadi pendamping hidup Arjuna akan melalui banyak rintangan, dari pihak Dona sendiri sepertinya sudah tidak bisa diharapkan lagi. Lalu, bagaimana dengan tanggapan orang tua Arjuna tentangnya?

Sensasi dingin yang tiba-tiba menempel di pipinya membuat Karren terlonjak kaget. Pelaku yang melakukan itu merasa seolah tidak bersalah dan lanjut menghabiskan minuman dinginnya. Dengan pikiran yang semrawut itu Karren tidak bisa melawan banyak, yang dia lakukan hanya pasrah. Toh, Arjuna tidak akan menyakitinya.

"Mikir terus, kamu mau lebih tua dari aku?"

"Dasar tua!" ketus Karren.

"Tua?" Arjuna memicing. "Aku dewasa, bukan tua."

"Sama aja."

"Perempuan selalu benar," gumam Arjuna.

Karren cemberut. Memang yang bisa dia lakukan sekarang hanya menggerakan sedikit tubuhnya dan juga memasang ekspresi yang berbeda-beda. "Mas Juna ...." 

"Hm?"

"Kamu jahat, kenapa tega bohongin aku?"

Arjuna menoleh dengan ekspresi bingung. "Dari sisi mananya aku berbohong?"

"Kenapa kamu nggak jujur kalau Bu Dona adalah kakak kamu?"

"Kamu nggak tanya."

Karren menghela napas dalam-dalam. Perempuan itu menarik tangan Arjuna lalu meletakkannya di pinggang, jadi posisinya kini seperti memeluk Karren. Arjuna sendiri tak banyak protes, dia mengerti keinginan Karren meskipun hanya lewat gerakan kecil.

"Pantas Pak Fahrul selalu sopan di depan kamu."

"Pak Fahrul memang sopan, bukan hanya di depan aku," bantah Arjuna.

"Kamu nggak jujur kalau kantor itu bukan milik kamu."

"Memang bukan milik aku, gedung itu milik Kak Dona. Apa aku salah?"

Hey, My Boo! (END) LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang