Bab 12

3.2K 353 16
                                    

Hayoo... Siapa yang menunggu....? Ayo absen dulu!

Nih, aku up. Maaf telat banget ya. 

Jangan lupa vote dan ramekan kolom komentar, ya.

Happy reading...

.

.

.

Sekian menit telah berlalu, sekian jam pun sudah berlalu. Aktivitas yang dilakukan Karren pagi ini hanya berbaring seperti pemalas, namun dia akui kalau ia memang cukup pemalas. Semalam, sampai pukul sepuluh malam, sampai matanya kian meredup meminta segera istirahat, dia dan teman-temannya masih bertahan. Berkumpul, memenuhi stand makanan. Sesekali ribut dengan penonton lain yang ingin mampir ke stand tersebut. Siapa juga yang tidak tertarik dengan makanan gratisan, mereka yang terbilang perekonomian menengah ke atas pun tidak mau ketinggalan.

Semalam, perasaan Karren semakin kacau. Laki-laki yang dia pikir akan datang dan menyeretnya pulang seperti biasa justru tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Keegoisan hati membuat Karren menderita di tempat ramai itu, dia begitu yakin sosok Arjuna akan menjemputnya. Dia begitu yakin kalau dirinya begitu penting bagi Arjuna, namun rencananya tidak berjalan mulus, Karren justru jatuh ke lubang penyesalan.

Bukan, dia bukan menyesal telah memancing Arjuna marah namun berakhir sia-sia. Yang dia sesal kan adalah hatinya masih berharap kalau Arjuna bisa seperti laki-laki lain, datang ketika melihat perempuannya sedang bersama laki-laki lain. Ck! Karren lupa fakta penting tentang Arjuna, laki-laki itu memang berbeda.

Tidur semalam tidak begitu nyenyak namun berhasil dia lewati dengan bangun lebih awal. Lagi-lagi rekor baru untuknya, bangun sebelum pukul lima pagi. Sarapan yang seharusnya penuh semangat pagi justru terasa hambar di lidahnya. Matahari yang bersinar cerah tak mampu membuatnya ikut merasakan kehangatan. Ponsel yang bahkan di mode dering dengan volume besar itu tidak mau bekerja sama mengantar kabar dari Arjuna, kabar yang dia tunggu dari semalam.

Karren menghela napas panjang, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, meraih novel untuk dibacanya, lalu berbaring melebur dengan perasaan kalutnya. Antara fokus dan tidak fokus, namun Karren mencoba untuk fokus.

Konsentrasinya kembali buyar ketika Juwita membuka pintu kamarnya tanpa aba-aba. "Ya, Tuhan! Mama pikir kamu lagi kerja di depan laptop atau bucin sama pacar kek. Lah, ini apa-apaan?"

"Kenapa, Ma?"

"Kamu nganggur kan? Ayo, turun. Bantuin Mama buat kue." Juwita berlalu keluar kamar.

"Buat kue?" Karren mengekori dari belakang. "Kenapa buat kue?"

"Karena Mama mau."

Karren melipat kedua tangannya di depan. Bibirnya berdecak kagum melihat isi dapur yang sudah dipenuhi bahan untuk membuat kue.

"Nggak biasanya Mama mau repot-repot buat kue," ucapnya sambil mencomot cokelat yang sudah diparut.

Juwita langsung memukul tangan putrinya. "Mengisi waktu luang aja."

Awalnya Karren sempat cemberut, namun perempuan itu langsung mengubah ekspresinya. "Oke, berhubung hari ini aku luntang-lantung kurang kerjaan, dengan senang hati aku bantu Mama buat kue."

"Bagus!"

"Terus, aku harus apa dulu?"

"Bantu Mama ayak tepungnya."

Hey, My Boo! (END) LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang