Prologue

3K 157 79
                                    

It was a cheap ring, bought without much thought but to make you happy

Gadis kecil itu berdiri di samping toko souvenir, ditinggal oleh kedua orang tuanya yang kini sibuk mencari buah tangan. Ia berdiri di sana dengan wajah lesu, tak ingin segera meninggalkan kota ini. Kalau boleh ia ingin selamanya disini saja, ia tidak mau pulang.

"Esha?" Suara cempreng dari dalam toko membuatnya menoleh, "Kamu masih disini? Mami sama papi kamu sudah di dalam."

Bukannya menjawab, gadis kecil itu malah menundukkan kepalanya membuat bocah yang tadi bertanya mendekatinya sedikit kesal. Ia bertanya, kenapa malah tidak digubris seperti itu. Biasanya kawannya itu sangat cerewet, kenapa hari ini ia malah murung sekali. Padahal setelah ini mereka harus pulang.

"Esha?" Panggilnya lagi.

"Laven mau ikut aku tidak?"

Memiringkan kepalanya bingung, bocah itu akhirnya bertanya, "Ikut kemana? Kita kan mau pulang."

Pertanyaannya kemudian dijawab oleh gelengan kepala yang membuat bocah di hadapannya semakin bingung. Ia sudah menunggu-nunggu waktu pulang. Memang, liburan disini menyenangkan namun hari ini penuh dengan belanja di toko souvenir yang membuat kakinya pegal.

"Esha tidak mau pulang." Balasnya.

"Kenapa?"

"Kakak nanti pergi kalau kita sudah pulang." Kali ini bocah itu menganggukkan kepalanya paham. Ia sebenarnya masih bingung juga, tetapi ia sudah mendengar dari ibunya sendiri bahwa liburan yang kali ini spesial karena merayakan keberhasilan sepupu dari sahabatnya yang diterima di Universitas bagus dan akan segera pergi untuk waktu yang lama. Wajar saja jika gadis itu begitu sedih, selama ini sepupunya tinggal bersamanya dan sering bermain dengan mereka berdua.

"Kita bersembunyi saja, supaya tidak pulang." Bujuk gadis itu yang dibalas dengan gelengan cepat.

Ibunya sudah bilang sejak tadi, tidak boleh pergi jauh-jauh nanti hilang. Disini kan tempat asing, kalau nanti hilang tidak ada yang bisa menemukan mereka. Jika hilang nanti diculik, atau malah disuruh tinggal di pinggir jalan dan tidak diberi makan. ia tidak mau.

Melihat reaksi itu, sang gadis kembali menundukkan kepalanya sedih. Biasanya sahabatnya selalu mau mengikuti keinginannya, kenapa disaat seperti ini malah tidak mau. Jika sendiri ia juga tidak berani untuk pergi sendiri. Nanti dia hilang sendirian dan kesepian.

"Aku punya ide supaya Esha tetap senang!" Ia tiba-tiba berseru.

Kalau boleh jujur, sebenarnya bocah itu juga masing belum begitu yakin bisa membuat gadis mungil di hadapannya senang. Yang ia tahu, ayahnya pernah sekali bilang bahwa perempuan itu suka sekali hadiah. Ia harus memberikan sahabatnya hadiah supaya ia senang lagi. 

Ia tidak yakin harus membelikan apa, tapi disini kan toko souvenir jadi pasti banyak yang bisa dibeli. Tadi orang tuanya memberikannya sedikit uang untuk membeli jajan. Dibanding makanan, ia bisa menggunakan uangnya untuk membuat sahabatnya bahagia. Bocah itu kemudian mengeluarkan cengirannya.

"Apa?" Tanya gadis itu senang, "Kita mau mengurung kakak supaya tidak pergi?"

"Bukan!" Serunya, "Esha jahat sekali sih. Ayo ikut aku saja."

Bocah itu menarik tangan sahabatnya masuk ke dalam toko souvenir membuat gadis mungil itu sedikit tertatih mengikuti langkahnya yang penuh semangat. Mereka mulai mengitari toko souvenir, tidak tahu apa yang harus dibeli. Kebanyakan menjual makanan, tapi kalau makanan tidak akan membuat gadis itu senang lagi.

Mereka kembali menyusuri lorong, dan mulai memasuki tempat perhiasan. Bocah itu mengangguk senang, kalau perhiasan pasti sahabatnya akan senang. Ia mulai memperhatikan satu persatu. 

Side Chick ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang