Chapter 8

519 54 38
                                    

"Lalu kau jawab apa?" Suara El dari seberang terdengar menggema lewat speaker mobilnya. Ia memarkirkan mobilnya di dekat mobil sekolah selagi menunggu Tresha yang nampaknya tidak akan pulang sesuai jadwal.

Draven menarik rambutnya frustasi mengingat reaksinya yang seperti orang bodoh di hadapan Sol tadi. Ia tahu Sol tidak akan menyebarkan cerita itu kemana-mana namun mengingat sahabatnya di sekolah ini adalah Aria, ia jadi tidak yakin. Bagaimana jadinya jika besok ia datang ke sekolah dan semua orang sudah tahu.

"Drav?" El kembali menyita perhatiannya.

"Aku bilang kau sudah tidak menyukai Sol."Lirihnya.

Di seberang sana El hanya bisa terkekeh miris mendengar jawaban sahabatnya itu. Meski menjadi yang paling pintar di antara mereka semua, nampaknya otak sahabatnya itu sempat membeku tadi.

"Kau tidak bilang kalau kau tidak menyukai Tresha?" Tanyanya.

"Tidak."

"Kenapa?"

Draven terdiam. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia tidak mengelak atas ucapan Sol tadi. Mungkin karena rasa terkejutnya yang terlalu parah hingga ia tidak sempat berpikir jernih. Kenyataannya setelah pernyataan Sol yang begitu mengejutkan, sisa acara makan mereka hanya dipenuhi dengan kesunyian.

"Kenapa apanya?" Ia menggeram.

"Kenapa kau tidak bilang?" El menghela nafasnya bosan. Mendengar sahabatnya itu masih juga tidak mengatakan apa-apa, ia akhirnya melanjutkan.

"Kau tidak mengelak karena kau terlalu terkejut atau karena sebenarnya kau suka pada Tresha dan tidak bisa berbohong?"

Hening kembali memenuhi mobil sedan milik Draven, hanya suara mesin yang masuk ke dalam telinganya. El tidak berniat untuk melanjutkan ucapannya sama sekali, menunggu hingga sahabatnya itu bisa mencerna baik-baik.

Draven melirik ke arah coklat hangat yang ia taruh di sampingnya. Bahkan setelah

keterkejutannya, ia masih sempat berpikir untuk membelikan sahabatnya itu coklat hangat. Pertanyaan El kembali terngiang di kepalanya.

Apakah ia menyukai Tresha?

Dengan cepat pria itu menggelengkan kepalanya, "Jangan bercanda." Geramnya. "Ini Tresha yang kita bicarakan."

El terkekeh, "Memang kita membicarakan Tresha. Perempuan yang setiap hari mengenakan cincin murahan pemberianmu. Bukan hanya cincin biasa, tapi promise ring bahwa kau akan menikahinya suatu hari nanti."

"Pada saat itu aku tidak tahu artinya menikah." Geramnya lagi.

"Memang. Tapi toh ia masih mengenakannya setiap hari." Draven terdiam mencoba mempertimbangkan ucapan El yang memang ada benarnya.

"Aku tidak bisa mencintainya."

"Tidak bisa atau tidak mau?" Dari seberang sahabat lelakinya itu memutar bola matanya tidak suka akan kebodohan Draven hari ini. Memang mereka bersahabat, bukan berarti mereka tidak bisa melanjutkan hubungan lebih dari ini.

"Tidak mau."

"Kenapa?" Helaan nafas El terdengar begitu jelas di telinganya hingga ia merasa sedikit bodoh.

Draven mencoba memutar otaknya untuk memberikan jawaban yang logis atas pertanyaan yang dilontarkan El. Entah mengapa memang sudah peraturannya sahabat tidak boleh saling mencintai.

"Pacaran itu ada putusnya, aku tidak mau hubunganku dan Tresha berakhir." Ia tahu ini terdengar bodoh dan decakan putus asa El membuktikan pikirannya.

Side Chick ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang