Chapter 14

417 27 0
                                    

"Mmm." Tresha menggumam merasakan tekanan di tulang punggungnya yang memang sudah pegal sejak lama. Latihan piano dan tekanan akademis tahun terakhir terang meminta tubuhnya untuk dimanjakan.

"Makanya kalau diajak ikut." Mama yang tengah menikmati pijatan di kakinya melihat putri semata wayangnya itu sembari terkekeh.

Tresha hanya memberikan tatapan bosan pada ibunya yang semakin terkekeh. Memang hanya Mami yang menarik anaknya dari sekolah hanya untuk ikut spa dengannya. Jika bukan Draven yang membuat kepalanya pening mungkin ia tidak akan pernah ikut ajakan Mami. Biar begini Tresha masih tahu diri, nilainya yang memang tidak bagus-bagus amat tidak akan membaik jika ia bolos.

"Tadi Mami bertemu Draven." Ibunya itu membuka pembicaraan.

Tanpa menolehkan kepalanya, Tresha mengangkat sebelah alisnya tanda untuk Mami melanjutkan ceritanya sementara ia masih menikmati pijatan di punggungnya. Kesempatan yang cuma datang sekali-sekali ini harus ia manfaatkan baik-baik.

"Kapan?" Tanyanya setelah menunggu jawaban Mami yang tak kunjung datang.

"Setelah keluar dari ruang guru." Mami sedikit mengangkat kepalanya mengingat-ingat, "Mami kan harus izin dulu sebelum membawa kamu pulang."

"Mm." Gumamnya memberi izin kepada ibunya itu untuk melanjutkan.

"Draven sedang bersama perempuan, siapa itu namanya?" Mami berusaha mengingat nama yang dikenalkan Draven padanya tadi siang.

Wajah gadis itu memang cantik dan memberikan bukti atas pepatah yang mengatakan bahwa ada kecantikan di balik kesedihan. Sekali lihat Mami langsung tahu gadis itu menyimpan banyak hal dalam kepala cantiknya.

"Solandis."

"Ah iya, Solandis!" Mami menganggukkan kepalanya, "Draven kaget sekali sepertinya lihat Mami. Melihat wajahnya sudah seperti itu, Mami bilang saja kamu pulang karena tidak enak badan."

"Jadi Mami bohong?"

"Memang kamu tidak mau Draven merasa bersalah?"

Tresha merebahkan kepalanya yang beberapa kali naik dalam percakapannya dengan Mami. Dibilang ingin membuat pria itu merasa bersalah juga tidak, bukan berarti ia nyaman-nyaman saja sahabatnya mengabaikannya seperti itu.

"Tidak sampai seperti itu juga." Gumamnya.

Mami mengangkat sebelah alisnya bingung. Ia sebenarnya tidak tahu betul inti permasalahan Tresha dengan Draven. Sejak mereka kecil, Mami selalu bisa tenang mengingat Draven selalu ada untuk Tresha.

Mendengar putri semata wayangnya menangis terisak-isak membuat amarahnya naik. Untuk pertama kalinya, nama Draven tidak lagi membuatnya tenang dan malah membuat Mami kelimpungan setengah mati.

"Memang sebenarnya ada apa?" Mami akhirnya mengalah pada rasa penasarannya.

Tresha menoleh ke arah ibunya itu dan menghela napas. Pijatan di punggungnya kini sudah beralih menuju betisnya, membuat geraknya sedikit lebih leluasa dibanding sebelumnya. Ia mempertimbangkan harus dimulai dari mana.

"Sebenarnya aku juga tidak tahu." Keluhnya.

Jawaban yang tidak memuaskan dari Tresha membuat Mami ikut menghela nafasnya berat. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Tidak pernah sekalipun terpikir oleh Mami bahwa akan ada sesuatu yang bisa membuat hubungan mereka berantakan.

"Lalu kenapa menangis?" Jika memang masalahnya tidak jelas, setidaknya Mami ingin menemukan alasan putri semata wayangnya itu menangis. "Karena Draven punya pacar? Memang dia tidak bilang?"

Side Chick ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang