Chapter 21b

426 32 0
                                    

Niatnya untuk memasak makan siang untuk Papi berubah ketika telepon genggamnya berbunyi. Papi bilang pihak kepolisian ingin meminta keterangan dari Tresha mengingat Gideon kini sudah dijadikan tersangka.

Ia duduk di bangku belakang sementara Eve yang masih tidak percaya bahwa kepalanya sudah baik-baik saja kini menyetir. Ia melihat Rue sesekali melirik ke arahnya khawatir yang terkadang ia balas dengan senyuman untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.

"Aku masih tidak percaya berani-beraninya Draven marah tadi."

Mendengar nama sahabatnya disebut Tresha menegakkan kepalanya yang semula bersandar pada jendela berusaha mendengarkan. Ia tahu kalau hubungan Draven dengan sahabat-sahabatnya tidak sebaik dulu, namun nampaknya ada hal lain yang kini membuat Rue menggerutu.

"Kamu dengar tidak, Tres?"

Tresha mengangguk bingung, menunggu cerita lebih lanjut dari sahabat-sahabatnya itu. Eve melirik ke arahnya sedikit khawatir namun hanya kembali memfokuskan perhatiannya ke jalan dan membiarkan Rue menceritakan keluh kesahnya.

"Berani sekali dia bilang seharusnya kami melarangmu, memang kamu anak kecil?" Geram Rue lagi.

"Memang Draven bilang begitu?" Tresha memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan kedua sahabatnya.

"Draven bilang harusnya kami menghindari hal-hal seperti ini karena berbahaya." Eve menimpali, "seperti yang Rue katakan tadi, Draven sepertinya masih berpikir kamu anak kecil yang harus diatur."

Tidak aneh jika sahabatnya berpikir begitu, seumur hidupnya ia begitu bergantung pada Draven hingga akhirnya pria itu pergi. Belum lama Draven kembali dan ia sudah kembali tenggelam dalam masalah yang akhirnya membuat pria itu repot.

"Tapi serius deh, kenapa GPS kamu masih terhubung di handphone Papi?" Rue melirik ke arahnya, "For god's sake you're a grown woman!"

Tresha menaikkan bahunya tak peduli, jujur saja ia sendiri hampir lupa kalau GPS mobilnya masih terkoneksi dengan handphone ayahnya. Sejak mobil itu dibeli tak lama setelah ia lulus kuliah, Papi tidak pernah sekalipun mengganggunya atau menanyakan keberadaannya tak peduli terkadang Tresha pulang pagi.

"Kalau yang itu tidak masalah." Eve melirik ke arah Rue, "setidaknya kalau ada situasi seperti ini mencari Tresha bisa lebih mudah."

Ucapan Eve diamini Tresha dengan anggukan penuh semangat. Selama Papi masih santai saja dengan gaya hidupnya yang terkadang baru pulang pagi dari butik, ia tidak masalah. Toh jika bukan karena itu mungkin saat ini ia sudah mati atau lebih parahnya diculik dan dijual organnya.

"Tetap saja, mungkin karena itu juga Draven masih memperlakukan kamu seperti anak-anak." Rue tetap pada argumennya,

"intinya kalau Draven mengomel lagi kamu harus tegas!"

Tanpa diberi tahu juga Tresha sudah tahu, butuh peristiwa tragis dan usaha bertahun-tahun bagi wanita itu untuk mencapai independensinya. Tak peduli betapa ia mencintai Draven, ia tidak akan membiarkan pria itu mengacak-acak hidupnya seperti dulu lagi.

"Serius deh, memangnya karena siapa kamu sampai repot dulu." Rue kembali mengomel,

"Dasar lelaki tidak tahu diri! Pergi seenaknya lalu datang seenaknya seolah kamu miliknya. Jauh-jauh, Tres!"

Kali ini Tresha tertawa, kedua sahabatnya ini yang selalu ada untuknya di masa terendahnya. Tidak aneh jika kini mereka sakit hati dengan perlakuan Draven yang menempatkan diri seolah ia yang paling tahu tentangnya.

Eve memarkirkan mobilnya tak jauh dari mobil Draven dimana pria itu nampaknya sudah menunggu sejak tadi. Tresha turun dengan menarik tas jinjing berwarna coklat susu miliknya menuju pria itu.

Side Chick ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang