Chapter 23b

434 27 1
                                    

Cinta itu menyakitkan. Setelah sekian lama hanya hidup dalam lingkarannya sendiri, ia baru menyadari bahwa cinta itu menyakitkan. Ia mencintai Mama karena itu kepergiannya terasa menyakitkan. Ia mencintai Papa, karena itu ketidakhadirannya terasa menyakitkan.

Ia mencintai Draven, karena itu kini seluruh tubuhnya terasa nyeri.

Langit begitu cerah ketika ia bangun pagi ini seolah tidak peduli bahwa hatinya sudah hancur sehancur-hancurnya. Selama ini ia selalu memiliki seseorang di sisinya, mendengar keluh kesahnya dan membimbingnya.

Untuk pertama kali dalam seumur hidupnya, Tresha merasa sendiri.

Bunyi ketukan pintu terdengar untuk yang kesekian kalinya membuat Tresha menoleh ke arah pintu bercat putih itu. Hanya Draven yang sejak tadi mengetuk pintu kamarnya tidak tahu berusaha untuk bertemu dengannya.

"Tresha!" Panggilnya lagi.

Tidak ada jawaban, ia sudah muak dengan pria plin-plan yang kini mengetuk pintu kamarnya. Draven bisa meminta maaf lalu kembali ke pelukan kekasihnya kemudian entah bagaimana menyakitinya lagi.

"Aku sudah harus berangkat, Tres." Pria itu sekali lagi mengetuk pintu kamarnya.

Tresha mendekatkan tubuhnya ke pintu, menunggu hingga Draven akhirnya kembali pergi. Seluruh sel dalam tubuhnya menjerit, ia ingin melihat Draven satu kali saja. Satu kali saja menatap netra jelaganya yang selalu bisa membuatnya tenang.

Tapi ia harus berhenti. Pria itu akan pergi meninggalkannya dan ia harus bisa bangkit sendirian. Saat ini dan seterusnya, ia tidak bisa lagi mengandalkan Draven untuk membantunya.

"Aku minta maaf." Pria itu memohon padanya untuk yang ke 14 kalinya pagi ini.

"Tolong, maafkan aku." Lima belas. Sebanyak itu jumlah kata maaf yang ia utarkan namun tak satupun mampu menggerakkan Tresha untuk membuka pintunya dan membunuh jarak di antara mereka.

"Aku akan pergi dan mungkin tidak akan bertemu denganmu lagi beberapa bulan ke depan." Pria itu melanjutkan, "aku pasti akan merindukanmu."

Masih hening. Tresha memutuskan untuk mendudukkan dirinya tepat di depan pintu agar bisa lebih jelas mendengar ucapan pria itu. Kepalanya bersandar hingga telinga kanannya bertemu dengan kayu pintu yang dingin.

"Aku akan merindukanmu yang merajuk meminta dibelikan coklat panas. Di sana aku tidak akan memiliki teman untuk diajak berkeliling mencari makanan enak. Aku juga tidak bisa meminjam buku pelajaranmu lagi."

"Kali ini saja Tres, buka pintunya, ya?"

Tubuh Tresha bergetar, ia ingin membuka pintunya dan jika bukan karena harga dirinya mungkin ia sudah melakukannya sedari tadi. Ucapan Draven terasa terlalu menyakitkan karena bukan hanya pria itu yang akan kesepian tapi dirinya juga.

"Aku sudah harus pergi, Tres." Draven menunggu reaksi Tresha namun hasilnya nihil.

"Baiklah jika kamu tidak mau bertemu denganku lagi, maafkan aku." Dari dalam kamarnya, Tresha bisa mendengar Draven menghela nafasnya berat. "Semuanya memang salahku. Maafkan aku."

"Aku hanya," pria itu menghentikan ucapannya. "Aku mencintaimu, Tresha. Selalu."

Draven menyandarkan dahinya di pintu menunggu reaksi dari Tresha namun gadis di dalamnya tetap tidak bergeming. Ia tahu Tresha mendengar ucapannya karena sesekali isakan gadis itu terdengar.

5

4

3

Side Chick ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang