Chapter 1

1.5K 153 41
                                    

You and I
In our separate little bubble
Playing and hiding
Laughing and crying
It was perfect

Draven melirik ke arah tubuh mungil yang kini terlelap di sisinya. Nafasnya yang teratur menandakan bahwa kini perempuan itu sudah lelap dalam mimpinya. Jemarinya mengelus kulit halus wajahnya yang sedikit berkerut, mencoba membuatnya lebih rileks. Matanya sedikit terpejam merasakan kehangatan kulit gadis itu di bawah sentuhan jarinya.

Terang saja perempuan cantik itu begitu lelap, perjalanan mereka tidak memakan waktu yang panjang. Ditambah lagi dengan keras kepala ia memutuskan untuk merapikan semua barangnya hari ini.

"Good night, Sol." Bisiknya.

Ia melangkahkan kaki keluar dari kamar tamu yang untuk sementara akan menjadi tempat gadis ini beristirahat. Memang mereka sudah tinggal bersama sebelumnya, namun dengan untuk sementara ia masih harus tinggal di rumah orang tuanya. Setidaknya sampai ia bisa menemukan tempat untuk tinggal yang tepat bagi mereka.

"Drav?" Pria itu menoleh, menemukan ibunya kini berdiri di ujung lorong masih dengan kimono tidurnya.

"Mam? Kenapa belum tidur?"

"Mama tidak bisa tidur." Jawabnya dengan senyum, "Mau menemani mama minum teh sebentar?"

Hanya anggukan yang bisa ia berikan, seharian tadi ia terlalu sibuk dengan urusan pindahnya hingga mengabaikan ibunya yang tentu sudah merindukannya. Hampir 7 tahun ia pergi tanpa pernah pulang. Pun mereka bertemu, maka ibunya lah yang menghampiri putra semata wayangnya.

"Sudah selesai merapikan barang-barangmu?" Tanya perempuan paruh baya yang masih mempertahankan gurat kecantikan di wajahnya itu.

"Barang yang penting sudah aku keluarkan dari box, sisanya tunggu sampai sudah ada rumah saja."

Wanita itu hanya mengangguk meski kini matanya sedikit berkedut ke bawah, terang tak begitu senang dengan keputusan anaknya ini. Ia punya rumah yang cukup besar untuk putranya dan wanita yang ia bawa pulang. Sejak dulu ia tidak pernah memiliki masalah apapun dengan gadis itu, ia tidak paham kenapa mereka tidak nyaman tinggal bersama dengannya.

"Mama sudah bilang kamu boleh tinggal disini." Gumamnya.

Draven menghela nafasnya, "Sol sepertinya tidak terlalu nyaman tinggal disini. Lagipula aku ingin mandiri."

"Kalau begitu jangan cari rumah yang terlalu jauh." Akhirnya ia menyerah. Putranya itu terlalu keras kepala untuk dilawan. "Tidak ada gunanya kamu kembali kesini jika mama masih sulit untuk bertemu."

"Aku juga tidak mau mencari yang terlalu jauh." Ia menghela nafasnya. "Hanya saja tidak disini."

"Karena Tresha?"

Draven sedikit tertegun mendengar pertanyaan terang-terangan dari ibunya. Teh yang sedang berusaha ia teguk kini tertahan di tenggorokannya. Alih-alih membantunya, sang ibu hanya menatapnya dengan penuh tanya. Tatapannya tidak menusuk namun jelas menunjukkan bahwa ia menunggu jawaban.

"Dia apa kabar?"

Tahun demi tahun ia lewati tanpa sekalipun bertanya kabar gadis itu. Beberapa kawannya masih menghubungi dan menceritakan tentang sahabatnya. Tidak banyak yang ia tahu, hanya kini ia sudah menjadi desainer sukses yang berfokus pada perhiasan. Sejak dulu gadis itu selalu suka hal-hal yang bersinar. Tidak aneh kini karirnya juga mengarah kesana.

"Tumben kamu tanya." Suara ibunya yang biasa lembut kini menajam, seolah menuduhnya. Draven hanya terdiam tidak tahu ingin menjawab apa.

Dalam lubuk hatinya, ia selalu bertanya-tanya apa kabar gadis yang dulu selalu bersamanya itu. Kadang ia terbangun di pagi hari dan bertanya-tanya apakah perempuan itu sudah bangun mengingat ia punya kebiasaan begadang di malam hari. Di malam-malam paling dingin, ia membayangkan kebiasaan mereka bergelung di bawah selimut sembari menonton film horor.

Side Chick ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang