---
"Gue tungguin?"Juna menggeleng pelan. Turun dari mobil yang dikendarai oleh Raka dan ditemani oleh Sagara yang duduk di kursi samping kemudi.
"Gak usah. Gue nginep kayaknya,"
"Kabarin!"
Juna hanya tertawa pelan. Menepuk badan mobil guna menyuruh dua orang sahabatnya itu segera berlalu dari hadapannya.
Setelah keduanya menjauh, Juna menarik napas panjang sebelum melangkah pelan menuju rumah yang beberapa hari ini ia kunjungi karena memang dirinya sering mengantarkan Kirana pulang setelah menghabiskan hari dengannya.
Arjuna sudah sadar bahwa dirinya tidak lagi menyukai Kirana seperti dulu. Perasaan suka dan sayang pada gadis itu sudah menjelma menjadi perasaan yang jauh lebih dalam dan mendebarkan.
Karenanya, ketika intensitas bertemu mereka yang semakin tinggi, Juna juga jadi sering pulang ke rumah orang tuanya. Walaupun yang ia temui hanya kakaknya yang sudah tertidur, Lenna.
Seperti malam ini.
Ketika ia datang, Lenna sudah tidur. Kakak perempuannya itu tampak damai sekali, wajahnya sangat cantik dan manis, apalagi bibirnya tersenyum kecil. Seperti sedang memimpikan sesuatu yang indah.
Juna menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Lenna. Ia langsung meringis kecil ketika menemukan rahang gadis itu memar dan lebam.
Tangannya lalu bergerak menuju tangan Lenna dan menggenggam lembut. Ibu jarinya mengelus pergelangan Lenna, banyak sekali bekas luka disana. Tidak terhitung sudah berapa kali kakaknya itu mencoba menghabisi nyawanya sendiri. Beruntung, selalu ada orang yang tahu dan menemukannya walaupun sudah bersimbah darah.
"Maafin aku gak selalu ada buat kamu ya, kak,"
Juna lantas bangkit berdiri. Melepas sepatu dan jaketnya sebelum bergabung di kasur yang sama dengan Lenna. Membawa gadis yang teramat kurus itu masuk ke dalam pelukannya.
Sebelum benar-benar terlelap, gerakan di sebelahnya membuat Juna kembali membuka mata. Ternyata Lenna terbangun dan bergerak gelisah.
"Kenapa?"
Gerakan itu berhenti. Lenna lalu menegakkan tubuhnya, menatap Juna yang masih berbaring telentang.
"Aku lupa belum beresin baju,"
Juna mengernyitkan dahi. "Buat apa?"
"Lho gimana sih, Ju. Besok kan kita mau berangkat ke Aussie sama Papa Mama. Kamu lupa?"
Juna langsung melongo. Tidak paham maksud kakak perempuannya itu.
"Ju, tadi mama sama papa ngobrol sama aku, katanya besok mau ajak kita liburan. Mumpung libur katanya, kamu sibuk ya?"
Juna mematung di tempatnya. Tubuhnya berubah kaku. Semua pikiran negatif langsung muncul di kepalanya. Sebelumnya memang belum ada diagnosis yang pasti perihal 'sakit' yang diderita Lenna. Hanya saja Juna tidak bisa memprediksi dari apa yang dilihatnya saat ini.
"Kak--"
"Besok aja kali, ya? Aku ngantuk banget. Badanku kok capek ya, Ju?"
Juna lalu meraih tangan kakaknya. Membawa gadis itu kembali berbaring.
"Besok aja. Keburu kok,"
Lenna mengangguk. Kembali berbaring di samping Juna.
"Ju?"
"Ya?"
"Aku tadi mimpi mama sama papa berantem, takut banget sampe papa pukul mama."
"Mimpi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Redup [FIN]
Teen FictionAir yang tenang justru menenggelamkan lebih dalam. Terbiasa mendapat perhatian banyak orang tidak membuatnya benar-benar tahu seperti apa rasanya diperhatikan. Menjadi figure skating hampir sepuluh tahun tidak menjadikannya merasa puas. Malam-malam...