Ini bab paling aku suka di cerita ini huhu
Kalian paling suka scene yang mana?
---
Tiga hari lalu kejadian yang sama kembali terjadi. Hari itu Juna kembali pulang dan menginap di kediaman orang tuanya. Ketika ia dan Lenna masih terlelap pagi itu, suara pecahan dan lemparan barang-barang kembali terdengar.
Beruntung hari itu masih pukul sepulub pagi, ART dan Satpam rumah mereka datang membantu dan menenangkan Lenna yang kembali mengamuk. Sedangkan Juna memutuskan untuk masuk dalam arena perang itu, tidak juga tahan melihat Valda yang sudah memar di sekujur tubuhnya.
Juna langsung membawa wanita itu kebelakang tubuhnya, yang langsung berhadapan dengan Omar yang tampak bengis.
"Gak usah kamu belain wanita itu. Kamu gak tahu kerjaan dia di luar sana? Jadi simpanan laki-laki hidung belang!"
Juna menatap Omar tanpa ekspresi.
"Aku juga lihat papa hari itu sama aktris muda yang lagi naik daun. Tangan papa bahkan di pinggang wanita itu!"
Balasan Juna membuat Omar makin berang.
"Kamu mata-matain saya? Siapa kamu berani begitu?!"
Juna menekan dadanya kuat-kuat. Kalimat itu teramat menyakitkan. Memangnya Omar menganggap dirinya siapa selama ini? Bukan anak?
Valda tahu-tahu memegang tangannya. Kembali berdiri dihadapan Omar dan menunjukkan selembar kertas pada laki-laki itu.
"Berhenti sakitin anak-anakku. Aku udah ngajuin gugatan cerai ke pengadilan. Hak asuh mereka akan jatuh ke tanganku. Kamu gak berhak apa-apa lagi atas mereka,"
Jika Juna luar biasa kaget atas tindakan Valda, Omar di tempatnya justru terguncang. Juna beranggapan Omar akan semakin mengamuk namun yang terjadi laki-laki itu justru menjatuhkan diri dan bersujud di kaki Valda.
Menangis keras sembali memohon ampun. Tangisannya teramat keras dan tubuhnya berguncang hebat.
Juna hanya mematung menatap pemandangan itu. Ia sudah sering melihat berbagai emosi papanya. Entah yang sedih berlebihan, senang berlebihan atau marah yang menyeramkan. Kali ini ia menatap kejatuhan laki-laki itu sembari menangis hebat. Memohon ampun pada wanita yang berkali-kali ia sakiti.
Pegangan Valda lepas, mamanya lalu ikut berjongkok dan membawa Omar dalam pelukan.
"Aku juga cinta sama kamu. Sangat cinta. Tapi semakin kita bersama semakin sakit yang mereka dapat, mas. Bertahun-tahun lalu aku sudah janji akan membawa mereka pergi. Bertahun-tahun lalu aku sudah berjanji akan mengeluarkan mereka dari rumah yang kejam ini. Sekarang aku udah mapan. Sekarang aku sudah punya rumah sendiri. Aku harus tepatin janji,"
Kalimat itu disampaikan Valda pada Omar, tapi justru mengguncangkan Juna.
Mamanya teramat cinta pada papanya sehingga sudah lebih dua puluh tahun ini wanita itu mencoba bertahan. Memaklumi semua tingkah Omar yang berlebihan. Mamanya bahkan tidak lupa pada janjinya. Mamanya hanya butuh waktu lebih lama.
Hari ini janji itu tunaikan. Menekan perasaannya sendiri, Valda memutuskan untuk menggugat cerai Omar. Membawa anak-anaknya pergi dan lepas dari papanya yang sering kali menyakiti.
Juna tergagap, langkahnya mundur perlahan sebelum akhirnya ia melangkah pelan. Meninggalkan orang tuanya yang kini sedang berpelukan.
---
Persidangan dilakukan tiga minggu setelahnya. Banyak sekali media yang datang ketika mendengar kabar bahwa seorang Omar Sangga, pemilik rumah agensi dan rumah produksi yang melahirkan aktor dan aktris ternama tanah air memutuskan untuk berpisah dengan istrinya. Apalagi ketika tidak banyak yang tahu bagaimana kehidupan pribadi Omar.
Istrinya yang ternyata seorang pramugari maskapai ternama tentu menarik perhatian. Apalagi dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa.
Perhatian tidak hanya berpusat pada Omar, tapi anak-anaknya juga. Terlebih dua anak muda itu juga memiliki wajah yang tampan dan cantik sehingga lebih mudah menarik perhatian masyarakat.
Maka ketika persidangan selesai dan perceraian itu akhirnya diputuskan. Juna bersama Mama dan kakaknya sampai di bantu oleh Raka dengan beberapa bodyguard untuk membawa mereka terbebas dari kejaran wartawan.
Setelah mengantarkan Valda dan Lenna untuk menetap di apartemennya sementara waktu, Juna kembali keluar untuk menghabiskan malam bersama Sagara dan Raka.
Entah didapat darimana Raka bahkan membawa sekantung bir kaleng dingin untuk mereka nikmati bersama.
Tempat yang mereka tuju adalah sarang hantu. Tempat yang sangat jauh dari keramaian karena bangunan terbengkalai itu hampir tidak pernah didatangi siapapun yang tidak memiliki kepentingan.
Mereka duduk bersama di ujung rooftop. Menatap pada lampu-lampu yang membentang luas di langit Jakarta.
"Itu proyek gede. Yang ngerjain Sanjaya,"tunjuk Raka pada sebuah bangunan yang tampak masih setengah jadi dari kejauhan.
"Kantor apaan setinggi itu?"
"Bukan. Mau dibikin apartemen katanya. Kalo lo mau boleh booking dari sekarang aja. Gue sempet liat interiornya emang keren abis sih,"
Juna tertawa sedangkan Sagara hanya mendengus geli.
"Udah siap banget lo jadi Sanjaya kayaknya, sampe bisa jadi marketing gini,"
Raka ikut tertawa. "Gue gak punya pilihan kan?"
Sagara dan Juna hanya diam. Tidak berniat menjawab juga karena siapapun juga tahu bahwa pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban.
"Btw kok lo bisa beli ginian?"
Raka meringis. "Diem-diem ae. Gue pake kartunya Om Cakka,"
"Waah abis dah lo besok sama mereka. Gue gak ikutan deh,"
Raka mencibir mendengar ocehan Sagara. Tangannya meraih kaleng minuman itu dan meneguknya cepat.
"Dia yang ngasih kok. Katanya kelar sidang cerai orang tua Juna gue harus ajak kalian merayakannya,"
Juna mengangkat alis. "Rayain perceraian bokap nyokap gue?"
Raka menggeleng pelan.
"Merayakan kehilangan kita atas beban-beban orang tua,"
Juna dan Sagara tidak bisa tidak tertawa. Ucapan satir Raka yang dikutip dari Cakka memang terdengar menggelikan, tapi bagi mereka itu cukup melegakan.
Raka bukan bersyukur papinya meninggal begitu saja, banyak penyesalan yang datang setelahnya, apalagi kejadian yang sebenarnya terungkap bahwa Anton Sanjaya hanya menjadi kambing hitam kejamnya politik baru terungkap setelah kematiannya membuat Raka diam-diam merasa lega. Hinaan menjadi anak koruptor akan hilang dari bahunya.
Begitu juga dengan Sagara. Pencariannya memang menemui hasil. Ibu yang ia cari memang ia temukan walaupun bersama laki-laki lain, yang ternyata adalah ayah kandungnya sendiri. Namun keberadaan Ronald yang tetap memeluk dan merangkulnya seperti selama ini ternyata tetap menjadi tempat paling menyenangkan. Jika orang berkata darah lebih kental, tapi Sagara tahu bahwa orang tuanya hanyalah Ronald. Dari dulu sampai kapanpun.
Hal sama juga berlaku untuk Arjuna. Walau ibunya telat bertahun-tahun, tapi janji itu tetap ia tepati. Akhirnya setelah sekian lama, mama akhirnya membawa Juna dan Lenna keluar dari rumah itu. Akhirnya Juna tahu bahwa setelah ini ia tidak akan bertemu lagi dengan papa yang lebih sering menyakiti dari pada menyayanginya.
Maka ketika Raka berkata malam ini mereka akan berpesta untuk merayakan kehilangan mereka atas perginya para orang tua, ketiga anak laki-laki itu paham. Disinilah ujungnya.
Inilah titik yang akhirnya mereka terima.
Malam ini, ditemani berkaleng-kaleng bir dan lampu-lampu Jakarta. Ketiga anak laki-laki itu paham. Jalan mereka mungkin kelam, terjal dan penuh bebatuan.
Yang perlu mereka lakukan hanyalah penerimaan.
---
Wow. Gila. Lega gak? Wkwkwk
Love
-aku
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Redup [FIN]
Novela JuvenilAir yang tenang justru menenggelamkan lebih dalam. Terbiasa mendapat perhatian banyak orang tidak membuatnya benar-benar tahu seperti apa rasanya diperhatikan. Menjadi figure skating hampir sepuluh tahun tidak menjadikannya merasa puas. Malam-malam...