Penasaran. Masih ada yang baca cerita ini gak sih? Wkwk
Gimana pendapatmu?
---
Sejak Clara sudah boleh pulang dari rumah sakit, rumahnya tidak pernah sepi. Jika yang biasa nongkrong di sana hanya Cakka dan Leon, kini Raka juga tidak pernah absen apalagi sekarang Sagara juga sering sekali muncul di sana.
Clara tentu saja tidak keberatan, sejak pertemuan di sekolah Raka, ia tahu Sagara adalah adiknya juga. Sagara juga berbagi darah yang sama dengannya.
Makanya ketika anak laki-laki itu sering datang walau tanpa Raka sekalipun, Clara tetap memperlakukannya dengan baik. Teramat baik bahkan hingga membuat Cakka sesekali berdecak sebal, sebab ada lagi yang menarik perhatian kakaknya.
"Gue cabut duluan, ya?"
Sagara yang masih bermain dengan Levy, anak laki-laki Clara menoleh menatap Juna yang tadi juga ikut bersamanya.
"Buru-buru amat, mau kemana? Raka juga belum nyampe,"
"Tu anak pasti lama. Gue yakin lagi drama dulu sama kakeknya yang terkenal itu."
Sagara hanya mengangguk pelan. Ikut bangkit berdiri, memanggil Clara yang sepertinya sedang mengerjakan sesuatu di kamarnya.
Tak lama kemudian keduanya kembali menuju ruang keluarga tempat Juna masih menunggunya.
"Aku mau main dulu sama Juna,"
Clara tersenyum mengangguk. "Hati-hati. Jangan kemaleman,"
Keduanya mengangguk bersamaan. Sagara beriringan dengan Juna lalu meninggalkan kediaman Wira menuju mobil yang tadi dikendarai oleh Sagara--cowok itu akhirnya punya SIM Indonesia.
"Gue mau ke rumah, Ga. Lo bisa turunin gue di halte terdekat aja,"
Sagara menggeleng pelan. "Gue ikut,"
Juna menghela napas. Bukan berniat membohongi sahabatnya itu, tapi kondisi Sagara juga tidak stabil sebelumnya jadi ia tidak mau menambah pikiran cowok itu dengan masalah yang ia hadapi.
"Ntar lo kaget,"
Sagara kembali menggeleng pelan. Tangannya lalu bergerak untuk menghidupkan radio membiarkan ada suara lain disekitar mereka.
"Gue udah oke kok. Lo tenang aja,"
"Tapi, keluarga gue jauh lebih sakit,"
Sagara hanya tersenyum kecil. "Biarin gue jadi sahabat buat lo, Ju. Kemarin-kemarin kan lo udah, sekarang giliran gue."
Juna akhirnya hanya diam.
"Ju, seperti yang gue lakuin menerima lo sama Raka sebagai sahabat. Ternyata yang perlu gue lakuin atas semua kegilaan ini juga hanya menerima. Luka-luka itu hanya perlu kita tuai, sakit memang tapi justru akan damai nantinya,"
Tidak ada tanggapan dari Juna. Laki-laki itu kini hanya menatap jalanan yang mereka lalui.
"Munafik kalo gue bilang enggak sakit. Tapi ketenangan itu datang justru setelah gue tahu semuanya."
Jalanan yang teramat ramai hari itu membuat laju mobil menjadi semakin lambat. Dan waktu yang ditempuh menuju rumah Juna jadi makin lama serta kesempatan Sagara mengobrol dengan Juna juga semakin banyak.
"Kalo lo sama Raka gak ada waktu itu mungkin gue udah lewat,"
Memori Juna langsung memunculkan kejadian-kejadian pahit yang dialami Sagara selama menjadi sahabatnya. Kediaman Sagara menjadi penyebab paling banyak. Cowok itu tidak pandai menyampaikan apapun yang ia rasa, yang mana hal itu justru menjadi penyebab luka-luka semakin dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Redup [FIN]
Ficção AdolescenteAir yang tenang justru menenggelamkan lebih dalam. Terbiasa mendapat perhatian banyak orang tidak membuatnya benar-benar tahu seperti apa rasanya diperhatikan. Menjadi figure skating hampir sepuluh tahun tidak menjadikannya merasa puas. Malam-malam...