XIX - Sebuah Penerimaan

1.8K 354 20
                                    

Hai gimana weekend-nya? Besok dah senin lagi guys. Semangat kamu!

Jangan lupa istirahat, makan enak dan olahraga biar tetap bahagia.

Kalo hari ini belum ada yang ngomong, kamu hebat, kamu kuat bisa bertahan sampai hari ini.

Just love yourself, okay?

Enjoy!

---

Keesokan harinya Sagara terpaksa ikut ketika Ronald mengajaknya bertemu dengan Yudha dan Irna lagi. Di kafe tempat mereka bertemu sebelumnya. Kali ini tidak ramai, hanya mereka berempat.

Sepanjang perjalanan menuju ke sana, Ronald tidak henti-hentinya menoleh kearahnya. Memastikan bahwa anak semata wayangnya itu tetap baik-baik saja. Pribadi Ronald yang hangat dan perhatian tentu membuat Sagara merasa lebih aman dan nyaman.

Maka ketika ia kembali berhadapan dengan kedua orang tua kandungnya, dadanya tidak sesak seperti sebelumnya. Napasnya tidak lagi tercekat walaupun jantungnya tetap berdebar hebat.

Sekarang di mata Sagara dapat melihat dengan jernih bahwa wanita yang merupakan ibu kandungnya itu memang cantik walau sudah mulai menua. Pantas saja Ronald sempat tergila-gila biarpun tahu ia diselingkuhi.

Sedangkan laki-laki bernama Yudha, yang ternyata adalah ayah kandungnya nampak jauh lebih tua. Dengan rambut yang bahkan sudah mulai memutih dimakan waktu. Laki-laki berwajah tegas itu tampak sangat bersalah dengan matanya yang sesekali lari ketika bertemu dengan matanya.

"Apa kabar, Irna, Mas Yudha?"

Yudha mengangguk kecil. Begitu juga dengan Irna.

"Kamu gimana, Ronald? Kapan datang?"

"Baik. Dua hari yang lalu."

Irna nampak salah tingkah. Sepertinya paham bahwa kedatangan Ronald ke Indonesia pasti karena kondisi Sagara waktu itu.

"Saya minta maaf kamu sampe kesini gara-gara kami,"

Ronald menggeleng pelan. Setelah menyesap kopinya dengan pelan, laki-laki itu tersenyum maklum.

"Aku datang untuk anakku, bukan untuk kalian kok,"

"Appa,"

Ronald terkekeh mendengar panggilan Sagara. Ia lalu merangkul anak laki-laki itu dan meremas bahunya dengan lembut.

"Sagara yang paling berhak menerima maaf. Dari kita bertiga, tentu saja,"

Sagara hanya menggeleng pelan menatap Ronald. Merasa bahwa Ronald tidak melakukan kesalahan apapun. Terlepas dari semua yang ia sembunyikan selama ini, menurutnya Ronald yang orang tua sebenarnya.

"Kami minta maaf, Sagara. Tidak pernah muncul di hidup kamu selama ini,"

Sagara hanya diam. Tidak menatap pada mereka sama sekali. Hanya menekuri meja dihadapannya.

"Banyak sekali yang terjadi waktu itu. Tidak perlu juga dibahas karena sudah berlalu juga. Waktu hak asuh jatuh ke Ronald dan memutuskan untuk kembali ke Korea, salah saya juga enggak melakukan apa-apa,"

Irna ikut mengangguk mengiyakan ucapan Yudha.

"Saya juga masih terikat dengan mantan istri saya. Memiliki dua anak yang sudah mulai remaja. Sekali lagi karena egois dan tidak berpikir panjang, saya justru kabur dan meninggalkan mereka. Lebih parahnya membawa Irna bersama saya. Membuat kesempatan untuk memiliki kamu waktu itu justru hilang,"

Sagara merasa bahwa dirinya entah kenapa justru merasa lega. Jika Ronald tidak membawanya waktu itu entah jadi seperti apa hidupnya.

"Kalo appa gak bawa aku waktu itu, mungkin hidupku akan jauh lebih menderita dari Tante Clara dan Om Cakka,"

Senja Yang Redup [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang