---
Karena kemaren hanya celutukan asal soal lokasi ibunya demi perhatian Clara teralihkan, Raka sekarang harus meneguhkan hati untuk mengajak Clara bertemu dengan Anton Sanjaya.
Ia juga tidak tahu kenapa tiba-tiba, tadi ketika Clara diantar Wira kerumah untuk mengajaknya keluar karena janji mereka dua hari yang lalu, tempat inilah yang muncul pertama kali dikepalanya.
Beruntung, Tarendra sedang tidak ada dirumah, jadi ketika ia pergi bersama Wira dan Clara, ia tidak perlu mengucapkan apa-apa pada laki-laki tua yang ia panggil Opa.
Wira bersikeras untuk ikut hari ini, selain karena tidak ingin Clara menyetir sendiri dengan ada Raka, namun juga karna Wira takut istrinya itu kenapa-kenapa.
Raka sangat paham. Makanya ia hanya diam saja.
"Kita gak bawa apa-apa ini,"
Raka tersenyum kecil mendengar ucapan Clara yang terdengar tidak enak hati.
"Kan juga gak lama. Ketemu doang,"
"Btw kapan kamu terakhir kesini emangnya, Ka?"
Raka terdiam sesaat. Langkahnya berhenti didepan pintu masuk sebuah lapas khusus koruptor di Indonesia.
Raka menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Wira. Sesaat kemudian tangannya digamit dan digandeng oleh Clara. Mengajaknya melangkah bersama.
Wira sepertinya sudah bertemu dan menyampaikan maksud mereka kesini. Ia hanya manut ketika dituntun Clara menuju sebuah bangku, yang dipisahkan oleh sebuah kaca.
Ruangan didepan mereka tertutup, lantas masuklah seorang laki-laki paruh baya dengan langkah pelan. Mengambil tempat dikursi seberang Raka. Batuk sesekali muncul dari mulutnya.
"Raka,"
Suara itu pelan, serak dan bergetar. Raka yang sedari tadi menunduk akhirnya mendongak. Menatap laki-laki yang nampak jauh lebih kurus dari terakhir ia bertemu. Tubuhnya terlihat lebih ringkih dalam balutan baju berwarna kelabu itu, bertuliskan nomor tahanannya.
Rambutnya beberapa sudah memutih.
Setelah enam hampir tujuh tahun tidak bertemu, Raka menatap mata itu lagi.Mata yang menghanyutkannya. Menenangkan dan penuh kerinduan.
Mata yang melemparkan Raka pada hari dimana dunianya jungkir balik lantas hancur berantakan.
----
Tujuh tahun yang lalu
Derai tawa mengalun dalam mobil hitam yang kini membelah jalanan. Raka masih mengoceh dibangku belakang, menceritakan tentang pertandingannya tadi pagi.
Ini adalah pertandingan pertama yang ia menangkan. Dan secara kebetulan Papi dan Mami yang biasanya sibuk bisa meluangkan waktu untuk menontonnya. Sejak menggeluti taekwondo sejak masuk sekolah dasar, kini diumurnya yang sudah sepuluh tahun, Raka akhirnya menang dipertandingan pertamanya.
Yang lebih membahagiakan adalah Papi dan Mami ada disana.
Kakek nanti pasti akan sangat bangga mendengar ceritanya nanti.
Memiliki Ayah dan Kakek yang orang ternama dan berpengaruh di Indonesia membuat Raka dikenal dan banyak yang menaruh perhatian. Jadi waktu ada yang mencemooh ia hanya anak mami tentu anak laki-laki itu sebal.
Pilihannya jatuh pada taekwondo. Sekarang ia menang karena kekuatannya sendiri. Tidak ada bantuan dari siapapun. Hanya ia sendiri.
Nanti ia bisa pamer pada anak-anak usil itu. Dia juga bisa menang atas kekuatan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Redup [FIN]
Ficção AdolescenteAir yang tenang justru menenggelamkan lebih dalam. Terbiasa mendapat perhatian banyak orang tidak membuatnya benar-benar tahu seperti apa rasanya diperhatikan. Menjadi figure skating hampir sepuluh tahun tidak menjadikannya merasa puas. Malam-malam...