H-1

34 8 1
                                    

Azka dan Algi saling tatap, lalu kembali menatap bolu yang sudah hancur tak terbentuk. "Gak mungkin Anna, 'kan?" Tanya Azka yang di balas gelengan kepala oleh Algi.

"Tadi pas udah nyampe, Anna langsung masuk ke dalam bareng gue. Anak-anak yang lain ada di belakang," jawab Algi.

"WOI, ZKA!" Teriak Azhar dari kejauhan.

Azka dan Algi tersentak kaget, dan segera menutup pintu belakang mobil dengan kasar. Mereka berjalan beriringan menghampiri Azhar yang sedang berkacak pinggang.

Azhar berdecak, "lo pada ngapain sih disitu? Lama banget cuman ngambil bolu doang."

"Bolu nya hancur."

"Hah?"

"Bolu nya hancur, bodoh! Lo paham gak sih?!"

"Oh.. bolu nya hancur." Azhar masih belum sadar dengan ucapan Azka. Tapi seperkian detik kemudian bola mata Azhar membulat sempurna, "KOK BISA?" Teriak Azhar.

Lagi dan lagi, Azka serta Algi tersentak kaget oleh teriakan Azhar. "Mulut lo!" Azka memasukan sebuah gumpalan kertas yang tadi ia dapati di belakang mobil ke dalam mulut Azhar yang sedang terbuka lebar.

Azhar terbatuk oleh nya. "Gila, lo! Kalo ketelen gimana?! Mati gue!" Amuk Azhar

Azka menghendikkan bahu nya acuh, "kita rayain besok." Ucap nya pada Algi. Lalu pergi dari sana.

Algi mengangguk dan ikut pergi dari sana. Azhar menatap bingung kedua manusia itu, "besok? Tapi 'kan udah bukan lagi ulang tahun nya Isa." Gumam Azhar.

"Bodolah! Pusing gue."

•••

"Loh kok kalian ada di luar?" Semua anak kelas XI IPA 2 berdiri, "Isa lagi di periksa."

"Btw, bolu nya gimana?" Tanya Anggun.

Azka menggeleng, "rayain nya besok aja." Semua mengangguk paham, "Angkasa mana?"

"Pergi, gak tau kemana," jawab Jingga

Azka hanya mengangguk saja, lalu duduk di samping Dara. Menunggu dokter nya keluar.

Dari kejauhan terlihat Azhar yang sedang berlarian seperti di kejar oleh sesuatu, "lo ngapa sih?" Tanya Dara kepada Azhar yang baru saja sampai. "Kayak lagi di kejar anjing aja,"

Nafas Azhar terengah-engah, kemudian menjentikkan jari nya atas ucapan Dara. "Bener, gue tadi liat anjing. Dan iseng nyampirin dia, gue kira dia di iket. Ternyata nggak, alhasil gue malah di kejar tu anjing." Azhar bercerita.

"Alhamdulillah." Ucap syukur mereka.

"HEH!" Sentak Azhar, "ngapain ngucap, bego! Gue lagi ke-kesusahan!" Ucap nya masih dengan nafas yang terengah-engah.

"Oh." Jawab mereka, lagi.

"Sialan! Mati lo semua, njing!" Maki Azhar.

Dara menatap jengah Azhar, "berisik lo bocah micin!"

Azhar melotot tajam ke arah Dara, "lo yang berisi--"

"Keluarga dari Isa?" Mereka semua menoleh.

"Eungh, Ayah nya lagi keluar, dok." Balas Azka kepada dokter Rini.

Dokter Rini menatap mereka satu persatu, "Ibu nya ada?"

"Ibu nya udah gak ada, dok." Sahut anak lain. Yap, mereka tau kalau Ibu Isa telah tiada.

Dokter Rini mengangguk paham, "lalu, abang atau saudara nya ada?"

"Saya---"

"Saya abangnya, dok." Potong Angkasa dari arah belakang, di sampingnya terdapat orang tua dari Azka.

Tiga kata, lima belas huruf, satu kalimat, yang keluar dari bibir Angkasa mampu membuat semua anak kelas terdiam membisu tanpa terkecuali Azka.

"Baik, mari ikut ke ruangan saya." Angkasa mengangguk tanpa ragu, lalu mengikuti langkah dokter Rini menuju ruangan nya.

Semua anak kelas XI IPA 2 masih terdiam karna kaget dengan ucapan Angkasa. "Ah, Angkasa mungkin lagi mewakili Ayah nya Isa aja." Azhar tertawa garing.

"Ahaha, iya! Mungkin itu." Sahut Dara, ragu?

Azka menatap mereka, bingung. "Isa gak papa?" Tanya Dea dan Aldo, orang tua Azka serta Azhar.

"Udah gak papa," jawab Azka. Dea menghela nafas lega.

"Bunda masuk, boleh?" Azka mengangguk. Lalu mengantar mereka untuk masuk.

•••

"Sayang, Isa. Kamu gak papa 'kan, Nak?" Tanya Dea khawatir.

Isa sedikit terkejut akan kedatangan orang tua nya Azka, namun ia segera merubah raut wajah nya dengan senyuman manis. "Isa gak papa, Bunda."

Sedari kecil, memang Isa sangatlah dekat dengan keluarga Azka. Dan Ibu nya Azka--Dea, menyuruh Isa untuk memanggil nya Bunda. Katanya, agar terlihat lebih akrab saja. Lagian, Dea sudah menganggap Isa seperti putri nya.

"Alhamdulillah kalo gitu," Dea duduk di samping Isa, ia mengusap kepala Isa lembut.

"Bunda beli makanan dulu, ya?" Isa mengangguk.

Dea berdiri, lalu mengajak sang suami untuk ikut pergi dengan nya. Dan membiarkan Azka ngobrol berdua dengan Isa.

Setelah kedua orang tua nya pergi, Azka menghampiri Isa. Lalu duduk di sebelah nya. "Btw.."

Azka menaikkan sebelah alis nya, menunggu Isa melanjutkan perkataan nya. "Ayah dimana? Dari tadi gue gak liat dia."

"Tadi pamit buat beli makan, tapi sampai sekarang belum balik." Balas Azka.

"Gue takut Ayah kenapa-napa." Isa menatap Azka.

"Ayah lo gak akan kenapa-napa." Balas Azka.

Isa menghembuskan nafas nya pelan. "Gue takut.." Isa menggantung kalimat nya.

"Ayah bakal tau tentang penyakit gue." Lanjutnya sambil terkekeh getir.

"Cepat atau lambat pun om Fernan bakal tau tentang penyakit lo, Sa."

Isa menggeleng, "gue gak mau dia tau tentang ini."

Azka berdecak. "Dia Ayah, lo! Udah seharusnya dia tau tentang ini, Sa!" Bentak Azhar menggebu-gebu.

Isa tersentak. "Tapi gue gak bisa, Zka. Gue gak mau dia khawatir sama gue." Lirih Isa.

Azka membuang muka asal, ia bangkit untuk keluar. "Mau kemana?" Tanya Isa.

"Nyari angin, nanti gue balik lagi."

H-1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang