H-1

35 8 0
                                    

Sudah terhitung satu minggu lebih sejak Isa diskors dari sekolah selama satu bulan, dalam satu minggu itu pun Isa tak menyianyiakan waktu nya.

Ia belajar bersungguh-sungguh, niat hati ingin membantu sang ayah dengan berjualan kue. Namun sang ayah menolak nya, seraya berkata. 'Kamu cukup belajar aja yang rajin, masalah uang. Biar ayah yang cari.'

Isa hanya menghela napas bosan, cukup bosan berdiam diri dirumah. Apalagi kini ia hanya bisa menatap puluhan, atau bahkan ribuan angka didepan nya. Ya, Isa sedang membaca rumus-rumus matematika yang belum ia pahami. "Huh, bosen banget..," keluh Isa seraya mengetukkan pulpen nya didagu.

"Apa gue jengukin Anna aja, ya? Dia 'kan masih dirawat." Gumam Isa bermonolog.

Setelah membutuhkan waktu 5 menit untuk berfikir, ia pun memutuskan untuk menelepon Angkasa. "Halo, kenapa?"

"Eum, lo lagi dimana?"

"Rumah sakit."

"Oh.. gue otw ke rumah sakit, ya!" Seru Isa bersemangat.

Angkasa tersentak, "n-ngapain?" Tanya Angkasa gugup, dari sebrang sana.

Isa mengernyit. "Mau jenguk Anna lah, mau ngapain lagi coba?" Tanya balik Isa.

"Besok aja deh ya, Sa. Sekarang lagi ada tante Linda, takut dia marah kalo lo dateng kesini," ucap Angkasa pelan.

"Eh, Sa! Buruan sini, foto-foto! Telponan sama siapa sih lo?!"

Isa terkejut mendengar suara yang sangat ia kenali, "i-itu Dara? Lagi pada ngapain? Kok foto-foto? Emang pada mau kemana?" Tanya Isa beruntun.

"Diem sialan!" Umpat Angkasa dari sebrang sana.

"Eum, a-anu Sa. Itu, apa ya."

"O-oh, gue paham kok. Yaudah lain kali aja deh gue kesana nya, sorry ganggu waktu kalian semua." Isa mematikan sambungan telpon nya sepihak.

Dada nya terasa sesak, ia tahu mereka tidak sedang berada dirumah sakit. Saat tadi bertelponan dengan Angkasa, samar-samar Isa mendengar ombakan kecil. Yang artinya mereka sedang berjalan-jalan? Renang? Mungkin.

"Gue gak diajak, ya?"

Isa terkekeh miris, "lupa. Gue 'kan bukan sahabat mereka lagi." Deringan telpon dari ponsel nya membuyarkan lamunan nya.

"Azka? Ngapain?" Isa menekan tombol berwarna hijau, ia mengangkat telpon Azka.

"Apa? Kalo gak penting gue matiin, gue sibuk."

"Sebentar, Sa. Gue mau ngomong, 5 menit aja..."

Isa menghela napas pelan, "yaudah cepet. Gue sibuk."

Terdengar helaan napas berat dari sebrang sana. "Sorry..."

"To the point, deh! Banyak bacot lo." Kesal Isa, hingga tak sadar ia telah berkata kasar.

Azka tersentak. "Sa, lo-"

"Cepetan, atau gue matiin?" Ancam Isa.

"Oke-oke, jangan dimatiin. Eum, pertama, gue mau minta maaf. Buat semuanya, buat seminggu yang lalu. Gue nampar lo, dan gak pernah nanya kabar lo."

Isa diam tak menjawab.

"Yang kedua, sorry untuk tadi. Sorry kita semua gak ngajak lo pergi jalan-jal--"

"Gakpapa, gue udah biasa ditinggal." Sela Isa. Sebenarnya Isa muak dengan semua ini, ia ingin mematikan telpon nya. Namun suara Azka kembali terdengar ditelinganya.

"Gue pengen ngajak lo, Sa. Tapi mama Anna nyuruh kita buat diem, dan gak ngajak lo. Sorry, Sa. Sorry banget.."

"Gue udah bilang, gue gakpapa." Ketus Isa, sebal.

"Saa.."

"Azka! Cepetan sini, foto berdua sama aku!" Itu.. suara Anna.

Isa tersenyum getir, ia segera mematikan sambungan nya secara sepihak. Ia muak, apalagi mendengar suara Anna yang memanggil Azka aku-kamu.

"Maaf..," Isa tertawa sumbang, "gila. Capek juga denger kata maaf mulu."

Ia merebahkan dirinya dilantai yang dingin, "maaf Tuhan. Kali ini aku benar-benar ingin menyerah."

•••

"Ra! Lo apa-apaan sih?!" Bentak Angkasa.

Dara tersentak, "apa yang salah sama gue?"

Angkasa meninju tembok yang berada disebelah Dara, emosi nya benar-benar sudah berada diujung tanduk. Dara terlonjak kaget, matanya memerah. Menahan kaget sekaligus tangis, ia takut. Angkasa saat ini benar-benar menakutkan.

"Lo mau tau siapa tadi yang lagi telponan sama gue?!"

Dara menggeleng takut, "Isa sialan!"

"Bener-bener ya lo! Gak punya hati lo!" Angkasa marah, bukan. Bukan karna Dara, tapi juga karna dirinya yang mengiyakan ajakan Azka untuk pergi jalan-jalan dan tak memberitahu Isa. Adik kecil nya? Iya anu, Angkasa sudah menganggap Isa seperti adik nya sendiri.

Angkasa pergi meninggalkan Dara yang sudah menangis, tubuh nya bergetar hebat. Ia benar-benar ketakutan. Tak lama datanglah Jingga bersama Anna. "Ra, lo kenapa nangis?!" Panik Jingga.

Jingga segera membawa Dara kedalam pelukan nya. Tak lama dengan itu, datanglah Azka yang memang baru saja menelepon Isa. "Sorry, Jing. Ta-tadi Angkasa nyeret gue kesini, dia bentak gue. Gue gak tau kalo tadi dia lagi telponan sama Isa, gue keceplosan bilang kalo kita mau foto-foto, hiks.." Dara menangis sesegukkan.

Jingga menahan kaget nya, sama seperti Anna dan juga Azka. Azka mengepalkan tangan nya, bagaimana bisa Angkasa bersikap kasar kepada perempuan hanya karna masalah kecil?! Ia harus memberi Angkasa pelajaran.

Azka berlari kearah Angkasa yang sedang berjalan dengan tangan mengepal menahan amarah menuju toilet. Saat sudah berada ditoilet, Angkasa membasuh wajah nya dengan air. Ia menghela napas berat, ia sadar bahwa tindakan nya itu sudah keterlaluan.

Tak lama terdengar suara derap langkah kaki dari arah belakang, Angkasa berbalik. Ia menaikkan sebelah alis nya saat menatap Azka yang juga turut menatap nya dengan tatapan marah. Seperkian detik, ia baru menyadari tatapan Azka. "Apa?"

"Lo apain Dara sialan?! Lo gak mikir? Lo udah kasar sama cewek!" Bentak Azka, ia berjalan maju kearah Angkasa.

Ingin melayangkan tinjuan nya, namun dengan gesit Angkasa menahan nya. Angkasa tertawa meremehkan, "terus apa beda nya sama lo? Bahkan lo lebih kasar dari ini! Gue gak apa-apain Dara. Dia nangis cuman ketakutan karna tadi gue marah sama dia." Jeda sesaat. "Sedangkan lo? Lo udah berani tampar Isa!" Sarkas Angkasa.

"Lo bahkan lebih bajingan dari pada gue, gue gak pernah main tangan sama cewek."

Azka terdiam mendengarkan ucapan Angkasa, rasa bersalah kembali menyerang dirinya. "G-gue gak bermak-"

"Gue muak!" Potong Angkasa. "Gue muak denger lo terus ngomong gak bermaksud, gak bermaksud, dan gak bermaksud buat tampar Isa."

Angkasa menepuk bahu Azka. "Dia cewek bro, mau ratusan atau bahkan ribuan kali lo minta maaf ke dia. Kejadian itu gak akan pernah dia lupain."

Azka termenung. "Mikir sebelum bertindak lebih."

Angkasa segera keluar dari toilet. Ia sengaja menyenggol keras bahu Azka.

•••

Piu-piu-piu!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

H-1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang