H-1

37 9 8
                                    

Angkasa menatap jengah dokter Rini, sedari tadi ia terus-menerus membolak-balikkan berkas yang ada di depan nya. Entah itu berisikan apa. "Bisa cepat sedikit? Saya masih ada urusan." Angkasa berdecak kesal.

Dokter Rini menatap Angkasa sekilas, "sabar!" Sentak nya.

Angkasa tersentak, ia memilih untuk kembali diam dan membiarkan dokter Rini yang terus-menerus mendumel entah karna apa.

15 menit.

20 menit.

30 menit.

Sudah cukup! Telinga Angkasa terasa pengang akibat dokter itu yang terus-terusan mengomel. "Ngapain sih, dok?!"

Dokter Rini menoleh, menghembuskan nafasnya kasar. "Tunggu sebentar, saya cari berkas nya dulu." Ucapnya se-sabar mungkin.

"Lama." Cibir Angkasa.

Dokter Rini tidak memperdulikan cibiran Angkasa, ia fokus mencari berkas yang akan ia tunjukkan kepada Angkasa selaku abang Isa.

Angkasa menghela nafas berat, ia sudah cukup lelah menunggu dan mendengarkan celotehan tidam jelas dokter Rini.

"Nah ini," dokter yang diperkirakan masih berusia 18 tahun itu memberikan berkas yang sudah lama terbengkalai? Karna di lihat dari kertas nya yang sudah kotor dan ada sedikit sobekan di atas ujung kertas.

Angkasa mengerutkan dahinya tak paham. "Buat?"

Dokter Rini menghela nafas pelan, ia duduk di kursinya lalu menatap Angkasa dengan tatapan yang sulit di artikan. "Ini adalah berkas 2 tahun yang lalu."

Angkasa diam. "Isa mengidap kanker darah sejak 2 tahun yang lalu." Lanjut dokter Rini.

Pernyataan yang keluar dari bibir dokter cantik itu mampu membuat Angkasa terkaget-kaget dan terdiam sesaat. "Dia.. sering kemo 'kan, dok?" Tanya Angkasa pelan.

"Dulu, iya. Tapi sekarang udah nggak."

"Dia melakukan kemo disini sudah 2 tahun, dan saat kenaikan kelas 11, ia memutuskan untuk berhenti kemoterapi." Jelas dokter Rini.

"Dan sekarang?"

Dokter Rini melirik Angkasa sekilas, "sel kankernya masih ada, dan belum sepenuh nya sembuh. Tapi saat itu Isa memutuskan untuk berhenti kemo."

"Kamu.." Jeda sebentar, "gak tau tentang penyakit Isa?" Tanya dokter Rini.

Angkasa menggeleng, "loh? padahal kamu 'kan abang nya." Ujar dokter Rini bingung.

Angkasa menghela nafas pelan. "Saya gak tau."

"Tapi 'kan--"

"Udah lanjut." Potong Angkasa malas berdebat.

"Dulu sewaktu Isa cek keadaan nya dan pas tau kalo dia sakit, dia mutusin buat gak ngasih tau siapa-siapa. Termasuk Ayah nya, dan.. juga kamu?"

"Yang tau cuman sahabat kecil dia." Lanjutnya.

"Siapa?" Tanya Angkasa.

"Kalo gak salah nama nya itu, Ziska? Zaski? Azki? Ziko? Atau apa, ya? Saya lupa, maap."

Angkasa mendengus sebal, masih muda pelupa. Kemudian ia teringat oleh nama seseorang, "Azka?"

Dokter Rini menoleh, lalu menjentikkan jari nya. "Nah itu!" Seru nya.

Sudah Angkasa dugong, tak heran jika Isa memberitahu Azka lebih dulu dari nya. Karna Azka sahabat dekat Isa, lalu dia siapa? Bukan siapa-siapa, haha.

"Oh, terus saya dibawa kesini mau ngapain?" Tanya Angkasa polos.

Dokter Rini terdiam sesaat, "ya, itu. Mau ngasih tau tentang penyakit Isa, kamu ini gimana sih?!" Geram dokter Rini.

"Oh, ok!"

"Kalo gitu saya permisi." Angkasa segera berdiri dari duduk nya, lalu pergi keluar dari ruangan tersebut.

Dokter Rini menatap cengo Angkasa, "dia itu kenapa?" Gumam nya bingung.

•••

Angkasa berlari menghampiri teman-teman nya, Dara dan Jingga berdiri. Lalu menatap Angkasa dari kejauhan, siap untuk di introgasi oleh mereka.

"Mampus, gue." Batin Angkasa, tertekan.

"Gimana?" Tanya Dara dan Jingga berbarengan.

Azhar yang melihat air wajah Angkasa pun segera menghampiri mereka. "Santai-santai, kasian Angkasa baru nyampe udah mau kalian mutilasi."

Dara menoleh, "siapa yang mau di mutilasi?!" Tanya nya galak.

"Lo mau gue mutilasi, hah?!" Lanjut nya menatap tajam Azhar.

Azhar menatap takut ke arah Dara, lalu menggeleng pelan.

Angkasa menghela nafas, kemudian melepaskan kaitan tangan Dara dan Jingga. "Gue haus."

"Ya minum lah!" Sentak Dara dan Jingga.

Angkasa berdecak, "ambilin dulu gue minum, abis itu gue ceritain."

"Mau lo!" Walau mereka sebal, tapi tetap saja mereka mengambilkan air untuk Angkasa.

"Udah 'kan? Sekarang ceritain!" Desak mereka.

Angkasa menatap Azhar seolah meminta bantuan kepada teman nya itu, Azhar hanya menghendikkan bahu nya acuh.

Ia menarik nafas panjang-panjang, lalu menghembuskan nya secara perlahan. "Isa sakit." Ucap Angkasa kemudian segera berlari masuk menuju ruangan Isa.

Dara, Jingga, dan juga.. Azhar termenung di tempat nya. Jingga menoleh, "jadi, siapa yang sakit?" Tanya nya polos.

Azhar mengetuk-ngetuk dagu nya, "Angkasa, ya?"

Dara menggeleng, kesadaran nya sudah sepenuhnya kembali. "Isa bego!" Sentak Dara lalu segera pergi dari sana.

Azhar dan Jingga saling tatap, "Isa?" Beo mereka.

"HAH?! ISA SAKIT?!" Pekik mereka berdua.

plak.

Dara kembali memutar arah jalan nya dan langsung menggeplak kepala mereka berdua, "sadar! Lo berdua bego apa gimana, sih?! Isa 'kan emang lagi sakit, bego! Yang jadi pertanyaan nya itu Isa sakit apa!" Dara berdecak kesal. Teman nya ini memang bego sangad.

Jingga dan Azhar mengaduh sakit akibat pukulan dari Dara barusan. "Ya maap, gue tadi masih gak mudeng."

Dara menggelengkan kepalanya, "udah, ayok samperin Angkasa minta penjelasan." Ajak Dara dan di balas anggukan oleh Jingga serta Azhar.

H-1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang