Mohon maaf kalau nama-namanya mungkin sama kayak di cerita sebelah atau mirip, aku selalu buntu kalau bikin nama
Jangan lupa vote dan komen!
“Kamu dipecat.”
Tubuh Vanza lemas mendengar dua kata yang keluar dari mulut bosnya. “Tapi, Pak—”
“Sudah, sudah. Kamu pulang saja sana. Saya sudah bilang kan, kamu dipecat. Jangan kebanyakan tapi, nggak usah protes. Toh, ini bukan kafe kamu, ‘kan? Kalau dipecat ya udah, terima aja.” Pria paruh baya itu memelototkan matanya pada Vanza yang terus saja ingin protes.
Vanza mengigigit bibir bawahnya. Datang dengan niat untuk meminta izin cuti sampai bahunya sembuh, tapi ia malah dipecat. Padahal seingatnya ia tak melakukan kesalahan.
“Ini gaji kamu. Udah pergi sana. Jangan balik-balik lagi ke sini.” Pria itu menyerahkan amplop berisi uang gaji Vanza yang harusnya masih menunggu waktu cukup lama untuk berada di tangan Vanza.
“Makasih, Pak. Saya permisi.” Vanza mengambilnya dan pergi. Ia menengadahkan wajahnya ke langit kala sudah berada di luar kafe. Gerimis menerpa wajahnya.
“Aku salah apa lagi sih. Kenapa aku dipecat. Om Eza pasti marah.” Vanza ingin menangis rasanya. “Apa karena aku minat cuti makanya dipecat?”
Vanza menghela napas panjang. Udara dingin membuatnya merapatkan jaket. Vanza melangkah pergi dengan hati berat. Setelah sembuh, ia harus memikirkan kemana ia akan mencari uang.
Tampak seorang pria turun dari mobilnya. Ia mengamati Vanza wajah dingin. Pria itu menghela napas gusar. Saat Vanza sudah tidak ada di pandangan, ia berniat pergi.
“Ayah ngapain di sini?”
Pria yang baru mau membuka pintu mobilnya kembali menghela napas begitu mendengar suara anaknya. “Kenapa? Nggak boleh. Ini kafe ayah, bukan kafe kamu.” Ia menatap Gevan dengan tatapan datar.
“Aku udah bilang, ‘kan? Ayah nggak usah ikut campur. Kalau Ayah memang nggak sayang sama kak Gea dan nggak mau balas dendam ya udah, diam aja. Aku yang bakal balas dendam.”
Vean membasahi bibirnya yang terasa kering. “Pulang cepat malam ini. Lama-lama ayah ngerasa kamu udah nggak butuh ayah lagi.”
“Bukan gitu maksud ak—Yah! Ayah!” panggil Gevan sedikit keras saat ayahnya memilih untuk masuk ke dalam mobil. Ia mengusap wajahnya kasar.
Sial! Semua ini gara-gara Vanza. Hanya karena mau balas dendam saja perempuan itu membuatnya seperti durhaka sekali ke orang tua. Benar-benar sialan! Dasar perempuan jalang!
Gevan mengumpat berkali-kali. Ia melangkah pergi masuk ke dalam kafe. “Vanza nggak kerja hari ini?" tanya Gevan to the point pada orang yang ayahnya percaya untuk mengurus kafe ini.
“Dia baru aja dipecat. Ayahmu yang nyuruh. Kamu nggak tau?” Pria itu balik bertanya.
“Sial!” Gevan menendang kursi dengan kuat. “Kalau aku tau nggak mungkin aku nanya,” kesal Gevan.
***
Kelvin menghembuskan napasnya dari mulut berkali-kali. Matanya sekali-kali melirik sebuah buku kotor yang ia temukan kemarin.
“Gila gue lama-lama!” jeritnya membanting sebuah gelas dengan sangat kuat. “Sebenarnya sama siapa gue harus balas dendam?! Siapa?! Bangsat!”
Kelvin menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Ia memeluk guling dengan erat. Ia tidak bisa menyakiti orang yang bahkan tidak bersalah.
Dari jam Arran meninggalkan Vanza dan jam Gea menelepon Gevan malam itu, ada memungkinkan bukan Arran pelakunya.
Kakak bohong sama aku!
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVANO [Living with the Devil]
Romance🔞🔞 Gevan penuh dendam. Setelah kematian sang kakak dengan cara yang begitu sadis, Gevan merasa hidupnya hancur. Belum lagi kecelakaan yang terjadi saat ia hendaknya menyelamatkan sang kakak, membuat kakinya mengalami kelumpuhan. Vanza satu-satunya...