The Devil #13

17.5K 1.1K 192
                                    

Gevan tersenyum miring saat bibir Vanza hanya berjarak beberapa senti darinya. Ia semakin mengeratkan tangannya di pinggang Vanza, membawa perempuan itu semakin merapat pada tubuhnya.

Vanza melingkarkan tangannya di leher Gevan, ia menempelkan bibirnya di bibir Gevan membuat laki-laki itu memejamkan mata dengan senyum miring penuh kemenangannya.

“Aku benci Kakak.” Vanza mengulang kalimat yang sama. Ia lalu mencekik Gevan kuat membuat laki-laki itu menggeram kesal.

Gevan terpaksa mendongakkan kepalanya. Cekikikan dilehernya semakin kuat membuat ia semakin kesulitan bernafas. Sial! Ternyata bibit pembunuh Arran juga tumbuh di diri Vanza.

“Kalau aku nggak boleh mati, lebih Kakak yang mati.” Air mata Vanza mengalir semakin deras. Ia semakin mengeratkan cekikannya. Ia menaikkan tubuhnya untuk menambah kekuatan.

“Coba aja kalau bisa.” Gevan tersenyum miring. Ia tidak mau menyakiti Vanza kali ini. Posisi Vanza yang sedikit bangkit membuatnya dengan mudah menyelusupkan tangan. Ia menjelajah tubuh Vanza membuat perempuan itu makin menangis dengan cekikan yang semakin kuat.

“Kakak jangan kurang ajar!”

“Gue bahkan udah lebih dari sekedar kurang ajar.” Gevan menyodok uluh hati Vanza dengan kuat menggunakan dua jarinya membuat Vanza refleks melepaskan cekikannya karena merasakan kesakitan.

Gevan memburu oksigen begitu cekikan itu terlepas. Melihat wajah kesakitan Vanza ia tersenyum. “Awalnya gue nggak ada niat buat nyakitin lo, tapi gimana lagi, tangan gue emang suka bandel ... kayak lo.” Gevan terkekeh. Wajahnya yang memerah karena kesakitan kini mendekat pada Vanza. Tangannya mencengkeram kedua tangan Vanza dan menyembunyikannya di belakang tubuh Vanza hingga perempuan itu kembali meronta.

“Lepas, Kak ....”

“Lo cuma punya dua pilihan sekarang, Vanza. Cium atau bercinta,” bisik Gevan mendorong tubuh Vanza merapat padanya.

Perempuan itu makin menangis saat tak ada celah. Ia ingin lolos tapi terasa sangat sulit. Berharap jika ada orang yang menolong pun rasanya mustahil, bahkan kini seorang satpam berdiri di samping mobil hanya untuk memastikan jika kegiatan Gevan tidak diganggu orang lain.

“Vanza ....” Gevan memanggil dengan suara berat.

Vanza memejamkan matanya. Ia tersedu dan merasa begitu hina saat bibirnya menyentuh bibir Gevan.

“Kasih gue kepuasan Vanza, jangan cuma nempel,” komentar Gevan membuat Vanza mengepalkan tangannya. Ia tidak punya pilihan lain. Selesai dengan bibir, Gevan mendorong kepala Vanza untuk tenggelam di lehernya.

Ia menahan kepala perempuan itu dengan senyum penuh kemenangan. Lihat, sisi jalang perempuan ini semakin terlihat.

“Lumayan buat lo yang pemula. Nanti gue ajarin biar pro.” Gevan membuka pintu, ia mendorong Vanza keluar kemudian ikut serta membuat Vanza panik.

“Kakak nggak bakal lakuin itu lagi, ‘kan? Aku udah mau nikah sama Kakak, apalagi sekarang? Aku nggak mau.” Vanza menahan tubuhnya. Gevan menariknya dengan kuat untuk memasuki hotel.

“Lo pikir gue peduli soal itu? Lo emang harus nikah sama gue, tapi lo juga harus puasin gue. Lo harus tanggung jawab karena udah goda gue. Lain kali kalau mau nunjukin sisi jalang lo, ingat tempat. Kalau nggak pengen diterkam, jangan goda gue di dekat hotel.” Gevan menyeringai. Ia melimpahkan semua kesalahan pada Vanza. Padahal sedari menunggu Vanza di gerbang, ia sudah begitu menginginkan Vanza hingga sudah memesan kamar hotel.

Vanza menggeleng cepat. Ia meronta sebisa mungkin. Ia bahkan sudah menggigit tangan Gevan dengan kuat, tapi hal itu tidak membuahkan hasil.

“Lo teriak minta tolong, video kenikmatan kita bakal gue sebar. Mau sehancur apa lagi lo kalau itu terjadi? Mending nurut, nanti gue sedikit berbaik hati, gue kasih bonus, lo nggak bakal kesakitan kayak yang udah-udah.” Gevan membekap mulut Vanza dengan tangannya. Ia membawa tubuh perempuan itu di depan tubuhnya kemudian digiring untuk masuk ke hotel.

GEVANO [Living with the Devil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang