The Devil #22

20.4K 1.5K 635
                                    

HOLLAAAAAAAAA GUYS 😍

UPDATE NIH, JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK OKEY

THANK YOU BANGET BUAT KAMU YANG MASIH MAU BACA CERITA INI

Happy reading

Living with the Devil

The Devil 22

“Ayo makan dan minum obat.” Gevan kembali ke kamar begitu sup selesai ia panaskan. Gevan tidak datang sendiri, melainkan bersama dengan nampan, sepiring nasi, air minum, dan obat penurun panas.

Vanza merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya.

Pikirannya terus diganggu oleh Allan, dan juga Arran yang tidak diketahui keberadaannya. Ia ingin bertemu, ia ingin bertanya, apa kesalahan yang sudah dilakukan kakaknya itu dengan Gevan hingga Gevan sedendam ini padanya.

Ia sudah sangat lelah. Terkadang ia merasa gila saat sedari tadi, ia seolah mendengar suara ayahnya memanggil namanya.

Ia seolah melihat ibunya tersenyum hangat padanya sembari menggendong anak berusia tiga tahun.

Taman yang ia kira ada pun semua ternyata hanya halusinasi. Nyatanya, jika pintu tidak dikunci oleh Gevan, ia mungkin sudah kembali jatuh dari balkon. Ia baru sadar tidak ada taman di sana, tidak ada ayah, ibu, adik, dan kakak di sana. Semua hanya angannya.

“Vanza ....” Gevan sedikit menggeram. Ia menarik paksa Vanza untuk duduk. Perempuan itu langsung menghapus sisa-sisa air matanya.

“Cengeng banget lo. Gitu dong nangis. Kita udah nikah, kalau kesebar nggak masalah, toh ngga terlalu kelihatan." Gevan duduk di samping Vanza. Ia melipat kakinya sebelum akhirnya menarik selimut untuk menutupi paha Vanza. “Dingin?” tanyanya.

Vanza menggeleng walau sebenarnya iya. “Engap.”

“Pinter banget bohongnya." Gevan terkekeh. Ia lantas memindahkan Vanza untuk duduk di pangkuannya. Selimut ia tarik lagi untuk dibenarkan posisinya.

“Minum dulu.” Gevan memberikan segelas air pada Vanza yang langsung diminum perempuan itu.

Gevan benar, untuk bebas, Vanza butuh sehat.

“Mau makan sendiri atau gue suapin?”

“Makan sendiri.”

Sebenarnya Gevan tidak butuh bertanya karena pada akhirnya laki-laki itu menyuapinya walau sudah ia tolak.

Gevan menyuapi dengan telaten. Sesekali laki-laki itu juga ikut makan dan sedikit modus dengan mengecup bibir Vanza yang katanya untuk membersihkan mulut perempuan itu.

Vanza menerima tanpa memprotes. Hatinya tidak bisa tenang. Nama Allan terus menggema disusul dengan bayangan sebuah kapak yang melesat menghantam punggung seseorang. Sekeras apapun Vanza mencoba mengingat, pada akhirnya ia hanya mendapat sakit kepala.

“Minum obatnya.” Gevan menyerahkan obat penurun panas pada Vanza.

Vanza meminumnya tanpa suara. Gevan kembali menurunkannya dari pangkuan. Laki-laki itu mengambil piring kosong beserta nampan, lalu di bawa menuju balkon.

Piring dan nampan itu berakhir di tong sampah. Gevan malas melihatnya.

Menatap ke arah langit, Gevan tersenyum pahit. “Gue kangen lo, Kak.”

GEVANO [Living with the Devil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang