The Devil #11

20K 1.2K 144
                                    

Update lagi. Cepat kan? Nggak sabar aku tuh mereka jadi suami istri 😭

Vote dan komen jangan lupa ya, Cantik!

Happy reading!

“Lepasin! Kakak maunya apa sih?! Aku udah capek tau nggak?! Aku benci Kakak!” Vanza menjerit. Ia tak bisa menahan tangis. Melihat wajah Gevan saja rasanya sudah sangat menyiksa, apalagi sekarang laki-laki itu berhasil menyeretnya memasuki apartemen.

“Lo kira gue suka sama lo? Gue juga benci kalik. Kita ini sama-sama saling benci, bedanya gue pengen ketemu lo terus, sedangkan lo ... mungkin pengen gue ditelan bumi hidup-hidup.” Gevan membalas santai. Ia terkekeh saat melihat begitu kasihannya wajah Vanza.

“Lepasin! Aku mohon ... aku bakal lupain semua ini, tapi tolong jangan ganggu aku lagi.” Vanza benar-benar sudah merasa lelah. Ia jatuh terduduk  dan memeluk kaki Gevan. “Aku mohon, Kak. Tolong ....”

“Maaf ya, Vanza. Sayangnya gue nggak pengen lo lupa semua ini. Gimana dong?” tanya Gevan pura-pura bersalah. Ia merunduk. Tangannya mengacak rambut Vanza yang berantakan.

“Kak Arran punya salah apa sama Kakak? Tolong kasih tau aku, biar aku bisa nebus semua itu, tapi tolong jangan pakai cara ini.”

“Bacot!" Gevan menarik tangan Vanza yang sudah diborgol dengan tangannya. Ia membawa Vanza ke dalam kamar.

Tangan perempuan itu sudah membiru dan lecet karena terus memberontak, tapi Gevan sama sekali tidak peduli. Toh menurutnya ia tidak salah, salahnya Vanza terus berontak.

“Jangan kabur-kaburan, Vanza,” peringat Gevan lembut saat Vanza mencoba kabur begitu dilepaskan. Perempuan itu kini sudah ada di dekat jendela.

Gevan mulai melucuti pakaiannya sendiri.

“Aku nggak salah apa-apa sama Kakak! Nggak adil kalau Kakak lakuin ini ke aku! Aku bukan jalang! Kakak nggak bisa jadiin aku pemuas nafsu!" Vanza histeris. Ia benar-benar merasa ingin mati.

“Kenapa nggak bisa? Kita pakai hukum rimba aja, siapa yang kuat dia yang menang. Gue sebenernya nggak ngelarang lo kabur. Lo boleh kabur kok, tapi yakin kuat nanggung konsekuensinya?” tanya Gevan. Ia mengunci pintunya kamar sebelum akhirnya melangkah mendekati Vanza yang histeris.

Vanza kalut. Hatinya terasa seperti tengah dicabik-cabik dengan brutal saat celana yang baru saja Gevan lepas di lemparkan ke wajahnya. Benar-benar iblis!

Gevan berdiri dengan angkuh di samping depan Vanza. Ia mengangkat dagu Vanza dengan telunjuknya dan tertawa saat air mata Vanza jatuh.

“Gemes banget sih.” Gevan meraup wajah Vanza. Ia mengecup dahi perempuan itu dengan penuh penekanan.

“Gue punya dua pilihan menarik, gue perlakuin sebagai pemuas nafsu, pembantu, dan istri atau gue jadiin pemuas nafsu, jalang, dan binatang. Lo bisa pilih itu dalam tiga det—Vanza sialan!” teriak Gevan panik saat jendela yang lupa ia kunci dibuka dan Vanza langsung melompat, untungnya ia dengan cepat mencekal tangan perempuan itu.

Vanza makin menangis. Ia benci saat tangganya harus dicekal oleh Gevan. Padahal beberapa detik yang lalu niatnya untuk mengakhiri hidup sudah mantap. Ia tidak punya keraguan lagi, tapi kenapa Gevan harus menahannya.

“Lepasin! Aku benci sama Kakak! Aku nggak mau jadi pemuas nafsu Kakak ataupun istri Kakak! Lebih baik aku mati!” Vanza meronta-ronta. Ia memukul tangan Gevan yang mencekal tangannya kuat.

“Sial!" Gevan merasa kewalahan gara-gara Vanza yang terus berontak. Andai saja ia sudah puas, ia melepaskan Vanza begitu saja. Sayangnya ia juga baru menyicipi tubuh Vanza beberapa ronde dan ... penderitaan Vanza itu belum memuaskan.

GEVANO [Living with the Devil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang