Diam-diam

14 6 0
                                    

Mataku terasa berat.Susah payah aku membukanya hanya untuk bisa melihat cahaya mentari yang mulai tenggelam ditelan senja.Bau Rumah Sakit memuakkan.Dan obat-obat yang selalu dibawakan para perawat itu ingin aku muntahkan.

Cklek

"Chiya...kau bangun?Ada yang sakit?"Tanya ibu,raut mukanya terlihat khawatir.

Aku menggeleng pelan.Agar dia berpikir bahwa aku tidak apa-apa.Padahal sejujurnya sekujur tubuhku sedang menahan nyeri.

"Beberapa temanmu.Tadi mereka kesini.Tapi,kau tidur.Jadi,ibu tidak ingin membangunkanmu."Ujarnya sembari mengambil sesendok bubur untuk disuapkan padaku.

"Jika mereka datang lagi.Tolong ibu bangunkan saja aku."Aku mengatakannya sembari melahap sesuap bubur anyep itu.

"Baru tiga suap Chiya.Ayo,makan lagi."

Aku menggeleng lemah.Cukup.Aku akan muntah jika berusaha menelannya lagi.Rasanya hambar dan perutku tak ingin memprosesnya dengan benar.

"Berapa lama aku disini,bu?"Sudah lama sekali aku memendam pertanyaan ini.Dari beberapa hari lalu setelah aku terbangun.

"Satu bulan."

Aku membelalakkan mata saking kagetnya mendengar penuturan ibu.Aku?Sudah berada disini selama satu bulan?
Apakah aku koma?

Ibu mengangguk.Seakan paham isi pikiranku.

"Kau koma dan tidak bangun selama itu.Tapi ibu sangat bahagia bisa melihatmu siuman lagi.Hiks..ibu tidak tahu apa jadinya jika kau tidak bangun hari itu.Hiks.."

"Jangan menangis.Sekarang aku baik-baik saja.Aku didepan ibu.Berbicara dengan ibu.Jadi jangan menangis,ya?!"Ku usap pelan pipi keriput ibu yang begitu basah karena air mata.Mungkin aku tidak akan bisa melihat wajah ini lagi nanti.Tapi,setidaknya aku bisa terus melihatnya tersenyum sebelum itu terjadi.

"Chiya,maafkan ibu."

Maaf untuk apa?

"Kamu,tidak bisa bersekolah lagi."

Apa?Kenapa?

"Maksud ibu?"

"Kamu harus terus menjalani pengobatan Chiya.Kamu,cuma akan semakin parah jika..."

"Apa bedanya bu?Apakah dengan aku terkurung disini,aku akan sembuh?Sungguh?"

Ibu terdiam.Tak mampu membalas kata-kataku.

"Apakah ibu yakin penyakit ini memiliki harapan untuk sembuh?Demi apapun ibu.Jangan mengalihkan pandanganmu dariku.Jangan mengatakan kebohongan.Karena aku tahu.Sejak lama,bahwa semua ini hanya akan sia-sia."Tangisku pecah tak terbendung.Semua luka yang coba ku tutup  rapat-rapat,kini terbuka sepenuhnya.Mungkin ini terdengar menyakitkan.Tapi,bagiku harapan yang sebenarnya tak akan terjadi itu jauh lebih menyakitkan.Kebohongan manis yang hanya akan berujung kenyataan pahit.Aku tidak ingin mereka terus membohongiku dengan semua semangat atau apapun itu.Aku berhak lelah.Aku berhak tau tentang kondisiku yang sebenarnya.Aku terus bersabar mengetahui kedua orangtuaku berbohong.Bahkan sejak kecil.Dan sampai aku sudah dewasa,mereka tetap melakukannya.Kenapa?

"Aku akan tetap bersekolah ibu."

"Kau tidak akan mrlakukannya.Ini keputusan ku dan ayahmu.Kau harus menjalani pengobatan.Karena kau pasti.."

"Sembuh?"

Ibu tercekat.Aku meneruskan kalimat itu dengan kata yang tepat menembus pertahanannya.Aku bosan jika harus disini.Jika hanya mrmandang langit yang setaiap hari berganti dari siang menjadi mlam.Setidaknya,saat aku disekolah aku bisa mengukir kenangan yang patut dikenang saat aku sudah pergi dari mereka.Dari kalian.Tapi kenapa kalian tidak mengerti?

Dandelion[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang