6. Tantangan dari Elang

12 6 0
                                    

Sia dan teman temannya masih menonton para siswa yang bermain basket namun tak lama Elang dan kawan kawannya menerobos masuk ke lapangan untuk diambil alih membuat Sia mengerutkan keningnya tak suka.

Elang menatap mata Sia dan melemparkan senyum miring kepadanya.

"BUAT YANG DI SINI DENGERIN GUE!" Elang membawa bola basket di tangannya sambil menatap sekeliling siswa.

"GUE TANTANG SISWA KELAS XI IPS 2 LAWAN GUE SAMA TEMEN TEMEN GUE. KALO GUE KALAH SATU SEKOLAH GUE TRAKTIR TAPI KALO GUE MENANG ..." Elang menggerakkan tubuhnya pada Sia yang juga menatapnya bingung.

Elang menunjuk ke arah Sia membuat semua yang ada di sana menatapnya terkejut. "DIA JADI BABU GUE," ucap Elang dengan tersenyum miring di akhirnya.

Sia menatap Elang dengan mulut yang terbuka, dirinya dijadikan taruhan. keterlaluan sekali.

"GIMANA? SETUJU?" tanya Elang menatap siswa XI IPS 2 yang memang berada di lapangan.

siswa siswa itu tidak memiliki alasan untuk menolak hingga akhirnya harus menerima tantangan.

"ENGGAK!" Elang tersenyum tipis. ia sudah mengira jika Sia pasti akan menolaknya, memang inilah yang direncanakan sejak awal, berusaha menarik perhatiannya.

Sia berdiri di samping Elang sambil menatap teman temannya. "Gak usah main." ia berbalik menatap Elang datar. "Gak penting," lanjutnya lalu pergi dengan teman temannya.

Atek dan Barra yang mendengar itu sontak memegang dadanya sambil menampilkan wajah yang berpura pura sakit. "Aduh, jleb! gak penting, Lang gak penting," ucap Barra sambil menepuk pundak Elang dengan kekehan di akhirnya.

"Untung lo tahan banting, Lang." Elang terkekeh mendengar ucapan Atek.

***

Sia duduk di kursinya dengan kerutan di keningnya yang masih tercetak jelas. ia mengusap rambutnya ke belakang lalu menarik napasnya dalam.

"Dasar aneh," maki Sia yang ditujukan pada Elang sambil membayangkan bagaimana Elang membuatnya malu di depan seluruh murid.

"Tantangannya tetep jalan?" pertanyaan dari Nia membuat ke empat temannya menoleh ke arahnya terkejut. sedangkan Nia hanya menunjuk ke arah belakangnya yang di luar kelas banyak siswa yang berisik meneriaki nama Elang dan bersahutan dengan salah satu siswa di kelasnya yang pintar bermain basket.

Sia bergegas keluar kelas dan benar saja, tantangannya tetap berjalan meskipun dia menolaknya.

"Bukannya aku udah nolak?" tanya Sia sambil menoleh ke arah teman temannya.

Kaila menepuk pundak Sia pelan. "Gue gak mau bilang gini tapi ... sepertinya Elang gak butuh persetujuan dari lo buat ngejalanin tantangan."

Sia menatap teman temannya di lapangan mulai kelelahan membuat Sia tak tega. ia langsung berlari menuju tribun yang banyak penggemar Elang di sana.

saat Elang keluar lapangan untuk istirahat, dengan cepat Sia menghampirinya. "Bukannya aku udah nolak? kenapa masih dilanjut?" tanya Sia dengan mengerutkan keningnya tak suka.

Elang menghentikan minumnya lalu menatap Sia yang pandangannya tidak bisa diartikan oleh siapapun. "Tenang aja, gue bakal menang," ucapnya lalu tersenyum.

Sia menatap punggung Elang yang sudah menjauhinya untuk masuk ke dalam lapangan. "Aneh! siapa juga yang mau kamu menang!" teriak Sia meskipun ia tak yakin Elang akan mendengarnya.

Sia mengulum bibirnya bingung, di sisi lain ia takut akan menjadi babu Elang tapi ia juga tidak mau membuat teman temannya berjuang untuk hal seperti ini.

Sia dan teman temannya menonton sampai habis dan pemenangnya sudah bisa ditebak pasti Elang dan teman temannya.

Galih, ketua kelas Sia dan siswa yang pintar bermain basket menghampiri Sia dengan handuk kecil yang tersampir di bahunya.

"Sorry, gak bisa menang." tatapan Galih menyiratkan kekecewaan membuat Sia tersenyum.

"Kalian udah berusaha, Makasih dan maaf karena udah terlibat hal yang gak penting ini." Galih terkekeh mendengar Sia.

"Bagi gue ini penting tapi menurut gue permainan tadi bisa buat hiburan," ucap Galih.

"Penting dari mananya sih, tantangannya juga gak jelas banget ditambah yang buat orang aneh, ya gini nih jadinya. buang buang waktu aja, mending baca buku atau cari kesibukan lain ya kan?" tanya Sia dengan perasaan kesalnya pada Elang.

Galih terkekeh, "Permainannya seru kalo nggak dibuat tantangan kaya gini, ya nggak? kalo aja ada permainan kaya gini lagi yang nggak ada tantangan atau bahan taruhan gue mau kok main. seru, bisa tenangin pikiran. tapi mau gimana lagi, yang buat ini Elang. seluruh sekolah udah tau dia siapa." Galih terkekeh lalu menggigit bibir bawahnya lelah.

"Kalo ujung ujungnya buat capek kenapa tadi nggak nolak?" tanya Sia mulai iba pada Galih yang terlihat kelelahan. Galih hanya menggeleng mendengarnya.

tatapannya beralih pada Elang yang menatapnya tajam seakan tak suka dirinya berlama lama bicara dengan Galih.

"Elang liatin kita, ya?" Sia mengerjap  sambil membuka mulutnya bingung.

"A--anu-- i-tu--"

"Gue tau kalo Elang liatin kita. tatapannya seakan nusuk punggung gue dari belakang," ucap Galih lalu terkekeh.

"Gue duluan, nanti kalo gue lama lama sama lo yang ada besok tinggal nama." Sia terkekeh sambil melihat punggung Galih yang sudah menjauhinya.

Sementara itu, di tempat Elang berdiri dengan teman temannya ia terus menatap Sia, tak memperdulikan percakapan teman temannya.

"Ya elah, Cil. lo itu temen kita apa temen mereka sih. kok tadi bolanya gak lo kasih ke kita," ucap Atek dengan nada kesalnya.

"Ya pasti teme  lo semua lah, Bang. tapi kan ini situasinya beda." Barra dan Atek bersamaan  memutar bola matanya malas. bukan apa, tapi mereka berdua selalu tidak kebagian bola saat bermain tadi. itu yang membuat keduanya kesal.

"Lagian kelas lo ambisius banget pengin menang, sampe kuwalahan gue njaga Galih," ucap Barra lalu meminum minumannya.

"Ya ya lah, kan taruhannya cewe cantik," celetuk Bocil membuat Elang menatapnya tajam namun yang ditatap masih tidak merasakan tatapannya.

"Cil." suara dingin Elang membuat teman temannya menghentikan kegiatannya sambil menatap ke arah bocil dan Elang secara bergantian.

Bocil menelan ludahnya kasar. "I--iya, Bang."

"Gue punya tugas buat lo." Bocil mengerutkan keningnya tak mengerti, biasanya ia mendapat tugas jika akan ada geng lain yang menyerang. tapi apakah mungkin ini tentang tawuran?

"Tugas apa, Bang? tawuran, geng mana lagi?" Elang menggeleng membuat kerutan di keningnya semakin bertambah.

"Tugas lo kali ini, awasi Sia. dari berangkat sampai pulang terus laporin semuanya ke gue, buat jaga jaga lo harus foto dia ketemu sama siapa aja terus kirim ke gue sebagai bukti. kalo lo sampai bohong atau ada kegiatan Sia yang terlewat satu pun .... lo jadi makan siang gue," ucap Elang dengan tersenyum miring lalu pergi meninggalkan teman temannya yang masih cengo dibuatnya.

***

Bersambung

ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang