Sia tidak mempermasalahkan jika harus kena semprot Elang, ia bisa menghadapinya dengan santai. tapi siswa lain? tidak, ia tidak suka menjadi pusat perhatian. apa lagi ia adalah tipe orang yang tidak suka cari perhatian.
"Eh, Si. kok masih di sini? nanti Elang marah gimana?"
Sia menggigit jarinya dengan kaki yang tak bisa diam di bawah meja hingga menimbulkan suara berisik.
"Ada apa gerangan sih kawan? lo jadi terkenal tau di sekolah ini gara gara Elang manggil lewat siaran. harusnya lo seneng." Sia mematap Alisya jengah.
"Tapi aku nggak suka jadi pusat perhatian."
"Ya tapi mau gimana lagi, Sia. siapapun yang berhubungan sama Elang bakal jadi pusat perhatian di sekolah kita apa lagi fansnya Elang ada segudang."
"Kan bisa panggil biasa, nggak usah pake siaran juga kali." Sia memutar bola matanya malas karena kesal dengan Alisya yang seakan membela Elang.
"Gimana kalo kita temenin Sia?" usul Nia yang langsung disetujui oleh semuanya.
Kaila menjentikkan jarinya setuju, "Bener. ayo let's go!"
Sia memutar bola matanya malas terpaksa berdiri karena ditarik oleh Alisya dengan teman temannya yang mengikuti di belakang mereka. Sia menatap beberapa Siswa yang berada di luar kelas tengah menatapnya dengan tatapan sinis tapi ia langsung memasang wajah datarnya.
sesampainya di rooftoop mereka melihat ke empat teman Elang berdiri di depan pintu basecamp mereka.
"Elang udah jamuran nungguin lo di sana, Sia."
Sia mendengus kesal. Alisya mendorong bahu Sia untuk masuk ke dalam dan meninggalkannya bersama dengan Elang.
ia menatap Elang yang tengah duduk di sebuah kursi yang tertata di sana sambil mengadahkan kepalanya ke langit. "Mau apa?"
"Temenin gue." Sia mengerutkan alisnya semakin tajam.
"Kalo cuma temenin mending aku keluar aja deh." Sia berbalik memegang knop pintu lalu kembali menghadap Elang di posisi yang sama.
"Dan satu lagi, bisa nggak sih manggilnya nggak usah pake siaran segala?"
Elang menarik sudut bibirnya ke atas. "Lo bicara seakan berharap gue bakal manggil lo lagi tapi dengan cara yang lo mau."
Sia berdehem pelan sambil berpikir sejenak, tanpa sadar ia melototkan matanya terkejut karena salah bicara seperti itu dengan Elang.
"Apa?! y--ya enggak, maksud aku kalau--"
Elang terkekeh mengubah posisinya menatap Sia yang sedang gugup di tempatnya. "Saran lo bakal gue pake, tenang aja."
Elang mengeluarkan rokok dari kantungnya membuat Sia terkejut. ia langsung merampas rokok itu dan menginjaknya di lantai.
"Mau apa?!" Elang mengerutkan keningnya bingung dengan nada Sia yang terlihat marah.
"Kenapa lo marah?"
Sia mengerjapkan matanya beberapa kali. 'Lah, bener juga ya. ngapain aku marah liat dia mau ngerokok? ah, kamu kenapa sih, Sia!' pikirnya sambil menggigit bibir bawahnya.
Elang mengeluarkan bungkus rokoknya dan bersiap untuk membakar satu puntung rokok untuk ia gunakan. Sia yang melihat itu dengan segera merampas korek dan rokok di tangan Elang untuk dibakarnya secara sia-sia begitu pun dengan rokok yang ada di bungkusnya.
Elang menatap santai Sia yang membakar rokoknya dengan wajah puas. "Udah puas?"
"Jangan ngerokok lagi, bisa?" tanya Sia sambil memasukkan korek ke dalam saku seragamnya.
"Gue butuh," ucap Elang sambil memalingkan wajahnya ke arah lain karena jika melihat wajah Sia ia akan menuruti apa kemauan gadis itu.
"Butuh buat apa?! buat gaya-gayaan?! buat ngasih tau ke orang-orang kalo ketua kalegar itu keren karena merokok, iya?!" Elang mendengus mendengarnya.
"Keren nggak harus ngerokok." Sia mengeluarkan permen karet dari dalam sakunya lalu ia berikan kepada Elang. "Pake ini lebih aman dan keren ketimbang rokok."
Elang menatap permen karet di hadapannya lalu kembali menatap Sia, ia menerima permen karet itu. Sia duduk di kursi yang berada di sebelahnya sambil menatap Elang yang masih ragu menerima permen karet darinya.
"Coba gih."
Elang membuka bungkus permen karet itu dengan perlahan lalu melahap permennya. Sia tersenyum tipis melihat Elang terlihat menikmati permen karetnya.
"Lebih enak dari rokok, kan?"
"Nggak juga, rokok bisa keluar asapnya." Sia memutar bola matanya malas.
"Kamu nggak pernah makan permen karet, ya?" Elang menggeleng.
Sia mendengus lalu menghela napas panjang. "Ini tuh bisa dibuat balon, coba aja."
Sia mencontohkan dengan permen karetnya lalu meniupnya sampai menjadi balon. Elang yang melihat itu pun seketika menjadi takjub dan mencoba sendiri dengan permennya.
Sia menahan tawanya melihat wajah Elang yang kesusahan dan bingung karena tidak bisa membentuk balon saat ia tiup.
"Belajar terus ya, aku mau balik ke kelas." Sia berpamitan sambil menutupi mulutnya yang tertawa membuat Elang mendengus kesal.
Sia sudah keluar dari sana, bergantian dengan teman temannya yang masuk ke dalam. "Lo kenapa, bos?"
"Lo tau caranya niup permen karet yang bisa jadi balon, nggak?"
Bara dan Atek saling pandang dengan alis hang terangkat. "Tau lah, bos. dari kecil gue bisa tapi nggak tau kalo sekarang. udah jarang makan permen karet juga."
"Sama," timpal Atek.
"Kenapa?" tanya Cakra setelah duduk di kursi yang kosong.
"Ajarin gue." Bara dan Atek sama sama menahan tawanya mendengar permintaan Elang.
"Ajarin? gak salah denger gue, Bar?"
"Tau! kuping lo conge kali." Atek memukul lengan Bara kuat.
"Gue bisa denger, anjir." Bara menghendikkan bahunya.
"Kenapa sih, lo minta ajarin? gak biasanya banget." Atek mengangguk setuju dengan ucapan Bara.
"Pasti gara gara Sia, kan?" tebak Atek sambil menunjuk Elang.
Elang memutar bola matanya malas lalu berdehem. "Ajarin cepet!"
"Iya iya bos, mana permen karetnya!"
"Beli sana!" Bara dan Atek membuka mulutnya tak percaya dengan Elang.
"Lah tapi kan lo itu ada banyak, Lang. bagi kenapa sih? buat ngajarin lo juga kan."
"Ini dari Sia, lo beli sana!" Elang memasukkan beberapa bungkus permen karet ke dalam sakunya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna biru ke pada Bara.
Bara tersenyum penuh kemenangan pada Atek yang menatapnya melongo. "Tek," ucap Bara sambil mengibaskan uang di hadapannya dengan alis yang naik turun menggodanya.
"Kembaliannya ambil aja."
"Siap."
"Yah, Lang. harga permen karet gak sebanyak itu kali! paling juga seribu 3." Elang memutar bola matanya malas.
"Gue gak ada uang kecil." Atek berdecak kesal.
"Kalo lo mau beli ya udah sana sama Bara." Atek menatap binar Elang.
"Bener, Lang?" Elang mengangguk. Atek langsung berlari menyusul Bara untuk meminta jatahnya.
sedangkan Agam dan Cakra yang sedari tadi menonton drama itu hanya menggeleng pelan. bagaimana mata kedua mata temannya bisa terbuka lebar hanya dengan uang?
***
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elang
Teen Fiction"Kalau lo mau jadi babu gue, ini gak akan terjadi." *** "Cowo aneh! udah aneh ganteng pula--" *** Berawal dari pertemuan Sia dengan murid SMA Medita hingga membuatnya berakhir menjadi kambing hitam di sekolahnya. Permusuhan antara SMA Nayaka dan S...