cuaca buruk saat pulang sekolah, hujan turun lumayan deras membuat Sia beberapa kali menghela napasnya. ia tak membawa payung atau jas hujan yang bisa melindunginya.
"Sia, kamu belum pulang?" tanya Nia yang tiba tiba datang menghampirinya. Sia menggeleng menjawabnya.
"Nggak bawa payung?" Sia mengangguk lalu menggosok lengannya yang mulai kedinginan. Nia menggeledah tasnya dan menemukan payung yang masih digelung berwarna biru.
"Nih, pake aja. aku dijemput." Nia menyerahkan payungnya pada Sia.
"Kamu, gimana?" tanya Sia sambil melirik hujan yang semakin deras.
"Dijemput, pake aja. aku pulang dulu ya, bye." Nia menarik tangan Sia agar menerima payungnya lalu melambaikan tangannya sambil menjauhi Sia.
Sia membalas lambaian Nia sambil meremas payung yang ia bawa. beruntungnya ia memiliki teman yang pengertian seperti Nia.
Sia membuka payungnya dan melangkah menembus hujan menuju halte. ia melihat seekor kucing berwarna belang hitam dan putih tengah berteduh di halte namun sayangnya ia masih kehujanan karena hujan yang turun dengan deras.
Sia mendekati kucing itu dan mengelusnya pelan. "Kasihan, kehujanan." Akhirnya Sia memberikan payungnya pada kucing itu. tanpa ia sadari, ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh.
meletakkannya agar kucingnya tidak semakin kehujanan, nanti bisa masuk angin. jika harus dibawa pulang pasti bundanya bisa marah besar terhadapnya karena membawa pulang kucing jalanan.
Sia berdiri tak jauh dari kucingnya sambil mengelus lengannya yang kedinginan sambil menatap jalanan. meskipun kepalanya terkena hujan sedikit ia tetap tak menyesal memberikan payungnya pada kucing itu.
Sia menghela napas panjang lalu menatap langit yang semakin mendung membuatnya takut jika ia tak bisa pulang. Pandangan Sia terhalang oleh payung berwarna hitam di atas kepalanya membuat terlindungi dari hujan dan sontak ia menoleh kepada orang yang memayunginya.
"Udah tau masih hujan kenapa payungnya dikasih kucing? mau sakit, hm?"
"Alex?"
Alex tersenyum, "Gue pikir lo lupa sama gue."
Sia mendorong pelan tangan Alex agar payung yang dibawanya bisa memayungi mereka berdua. Alex yang menyadari itu pun tersenyum simpul. "Gue anter pulang?"
Sia melihat ke belakang Alex terdapat sebuah mobil berwarna putih yang terparkir tidak jauh dari halte. Alex juga mengikuti arah pandang Sia lalu menatap gadis itu kembali sambil memasukkan tangannya ke dalam saku.
"Itu mobil gue, gimana? gue gak bisa ninggalin cewe di tengah hujan kaya gini." Alex menjawab pertanyaan yang seakan bersarang di kepala Sia.
Sia tersenyum simpul lalu mengangguk dengan semangat. Mereka berdua berjalan dengan satu payung menuju mobil Alex.
Seorang laki laki yang melihat kejadian itu pun memiliki sebuah rencana dalam otaknya. siapa dia?
***
"HEYYO WATSAP MENN, AYO MABAR BARENG GUE YOK, TAPI SYARATNYA JANGAN JADI BEBAN GUE."
bocil yang berada di sebelah Atek pun dengan refleks menekan telinganya sendiri yang merasa berdenging.
"Cil, mabar yok!"
Bocil hanya mengangguk sambil mengeluarkan ponselnya. "Eh, si Barra ke mana?"
"Katanya ada urusan sebentar, tapi nanti bakal nyusul." Cakra menjawabnya dengan mata yang tertuju pada buku di pangkuannya.
Atek mengangguk sambil membentuk mulutnya seperti 'o'. "Cak, yuk lah mabar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elang
Teen Fiction"Kalau lo mau jadi babu gue, ini gak akan terjadi." *** "Cowo aneh! udah aneh ganteng pula--" *** Berawal dari pertemuan Sia dengan murid SMA Medita hingga membuatnya berakhir menjadi kambing hitam di sekolahnya. Permusuhan antara SMA Nayaka dan S...