pagi ini mading sekolah dikelilingi siswa siswi yang berbisik bisik tentang isinya. Sia yang baru saja datang pun merasa bingung kenapa semua orang menatapnya lalu ke mading secara bergantian.
hingga salah satu siswi yang ada di sana menatapnya sinis dengan tangan menyilang di depan dadanya.
"Oh ini pengkhianatnya ... pantes kemarin Elang minta dia jadi babu. eh, tapi bukannya kemarin dia nolak ya, guys?" Silvia namanya, siswi dengan mata tajam dan rambut lurus itu selalu meresahkan siapapun yang berani menganggunya.
Lia dan Meli adalah temannya yang selalu mendampinginya ke manapun ia pergi layaknya bayangan Silvia.
"Bener, udah pengkhianat dikasih keringanan jadi babu aja nolak. aduh, mbak ... situ sehat?" ejek Lia, siswi dengan seragam ketat dan senyum sinis menjadi ciri khasnya.
"Ya nolak lah, kan dia gak bisa ngelakuin apapun yang bener, pasti di rumah selalu Maminya yang urusin. dasar anak mami," timpal Meli, siswi dengan rambut keriting dan badannya yang sedikit gemuk membuatnya menonjol dibanding kedua temannya.
"Gak tau diri, gak punya mal--"
"Apa? coba tadi ngomong apa? nggak denger," ucap Sia sambil mendekatkan dirinya dengan Silvia dengan tangan yang ia letakkan di belakang telinga.
Silvia melemparkan senyum sinisnya. "Lo budeg ya."
Sia terkekeh. "Enggak. emang tadi kakak bicara sama aku, ya?" tanya Sia sambil melirik mading sekolah yang berisi fotonya yang tengah tersenyum ditempel pada kertas HVS dan ditulisi 'PENGKHIANAT'
apa apaan ini, apakah ini ulah 'orang aneh' itu? aish .... dasar kekanak kanakan.
"Hei, mukanya gak usah pura pura kaget gitu. gak bakal laku, sumpah." semua siswi yang ada di sana tertawa mendengar ucapan Silvia.
Sia memutar bola matanya malas lalu menarik kertas HVS itu dan membawanya pergi. sedangkan Silvia dan yang lain menatap kepergian Sia dengan sinis.
Sia melipat lipat kertas itu lalu dimasukkan ke dalam kantong seragamnya, baru saja melangkahkan kaki ke dalam kelasnya. sudah ia tebak jika teman temannya belum mengetahui tentang mading itu, terbukti jika mereka terlihat lebih tenang dan santai.
Sia duduk di tempatnya lalu memutar tubuhnya menghadap teman temannya. "Inti kalegar jam segini biasanya di mana?" Alisya melirik jam yang ada di kelasnya lalu berpikir sebentar.
"Markas." Sia mengangguk paham lalu beranjak keluar dari kelas dan menghiraukan teriakan dari Alisya.
di sinilah Sia berada, Markas Kalegar. tempatnya memang tak jauh dari sekolah jika melewati jalan pintas. baru saja menapakkan kakinya di depan ia sudah disambut meriah dengan hawa dingin dan mencekam yang membuat siapapun merinding.
Sia mengerutkan keningnya bingung. sekuat inikah aura Elang? sampai luar markas.
ia menghela napas panjang lalu memantapkan hatinya untuk masuk ke dalam. sudah ia tebak jika di dalam hanya terdapat inti Kalegar.
Keempat orang membelakanginya, hanya Elang yang menghadapnya dengan mata menatapnya tajam. keempat temannya sontak menoleh ke arah Sia dengan bingung.
"Eh, Sia ... ada urusan apa ke sini?" tanya Atek berbasa basi dengan menghampiri Sia.
Sia melirik ke arah Elang. teman teman Elang yang paham pun langsung beranjak menjauh dengan duduk di kursi lainnya dan terus memperhatikan gerak gerik ketuanya.
Sia melangkah ke hadapan Elang lalu membuka kertas yang ia lipat lipat tadi dan ia tunjukkan di depan wajah Elang membuat si empunya refleks memejamkan mata.
"Maksudnya apa?" tanya Sia dengan geram.
Elang mengambil kertas itu lalu terkekeh. "Kalau lo mau jadi babu gue, ini gak akan terjadi."
Sia mengalihkan pandangannya malas. "Jawab yang jelas, bisa?" tanya Sia dengan kesabaran yang menipis.
Elang membuang kertas itu ke sembarang arah lalu mendekati Sia hingga jarak keduanya dekat sampai Sia bisa mendengar deru napas Elang.
Elang mendekatkan wajahnya ke sebelah telinga Sia. "Anggap aja ini hukuman lo yang lain karena jadi pengkhianat."
pengkhianat? ayolah, bukankah dirinya sudah menjelaskan alasannya waktu itu? apakah Elang lupa? aish ... menyebalkan.
Elang menjauhkan wajahnya kembali menatap Sia yang juga menatapnya tajam. ingin rasanya ia terkekeh melihat wajah 'imut' itu.
"Aku bukan pengkhianat." Elang terkekeh.
"Masih mau nyangkal?" ia menghela napas panjang. "Berhubungan dengan murid--"
"Bukannya udah aku kasih tau alasannya?"
"Ya ... tapi, hukuman tetap harus berjalan baby," ucap Elang dengan seringainya.
"Gue kasih lo pilihan, jadi babu gue atau hidup dengan seperti ini?" tanya Elang sambil menunjuk kertas Sia yang sudah tergeletak di tanah.
Sia mendekati Elang dan berbisik di telinganya. "Aku nggak salah, jadi aku gak akan pilih salah satu," balas Sia lalu menjauhkan tubuhnya dengan menatap datar.
Elang terkekeh, baru kali ini ada yang berani seperti Sia. biasanya jika itu orang lain maka sudah menuruti apapun ucapan Elang. tapi ini, gadis yang beberapa hari terakhir selalu mengisi matanya kemana pun ia pergi.
"Oke, gue pilihin .... lo jadi babu gue!" terdengarperintah yang mutlak namun Sia tidak goyah dengan pendiriannya. ia malah menatap Elang dengan datar.
"Aku. nggak. salah." Sia menekankan ucapannya disetiap kata.
"Mau nggak mau, lo harus mau .... atau lo punya pilihan lain?"
"Beb--"
"Selain pilihan dibebaskan," ucap Elang datar.
Sia menghela napas panjang. "Hukum aja aku membersihkan kamar mandi sekolah, taman, dan yang lain."
Elang terkekeh mendengarnya. "Apa lo pikir gue ketua osis yang ngehukum anak telat masuk sekolah?"
"Keputusan gue masih sama--"
"Nggak bisa, aku nggak salah. kakak nggak bisa hukum orang yang nggak salah kan?" tanya Sia dengan raut wajah tak percaya.
"Apa lo pikir ini pengadilan?"
"Tapi ini nggak adil, Apa ketua kalegar selalu menghukum orang yang tidak bersalah?" tanya Sia balik. ia merasa tidak diuntungkan di masalah ini, dituduh menjadi pengkhianat? ah, ini bukanlah harapannya setelah memasuki sekolah ini.
"Gue menghukum orang yang terbukti bersalah karena ada buktinya."
"Waktu itu bukannya aku udah bilang alasannya? apa kakak masih tidak percaya?" Elang terkekeh.
"Tentu tidak, satu bukti aja nggak cukup. jadi, gue kasih lo kesempatan dengan jadi babu gue lo bisa cari bukti bukti bahwa lo nggak salah." Sia menatapnya datar.
Bagaimana ia bisa membuktikan jika di mata Tuhan, ia memang tidak bersalah. ia menghela napas panjang lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Atau lo mau jadi babu gue dan serahin urusan lo yang ini ke gue." Sia mengerutkan keningnya bingung.
"Gue yang akan cari bukti sendiri kalo lo emang bukan pengkhianat." Elang memasukkan tangannya ke dalam saku.
"Terserah," ucap Sia lalu pergi meninggalkan markas Kalegar.
Sia menggerutu di sepanjang jalan sesekali menendang batu yang menghadang jalannya. "Cowo aneh! udah aneh ganteng pula--"
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Elang
Teen Fiction"Kalau lo mau jadi babu gue, ini gak akan terjadi." *** "Cowo aneh! udah aneh ganteng pula--" *** Berawal dari pertemuan Sia dengan murid SMA Medita hingga membuatnya berakhir menjadi kambing hitam di sekolahnya. Permusuhan antara SMA Nayaka dan S...