23. Bayi besar

7 1 0
                                    

Sejak kenal dengan Elang, hidupnya berubah dengan banyaknya siswa yang setiap kali melihatnya langsung melemparkan tatapan tajam. Yah, dia tak tahu apa masalahnya, tapi jika kata teman-temannya itu karena sebagian besar siswi di sini adalah fans Kalegar termasuk Elang dan teman-temannya.

Seperti sekarang ini, siswi-siswi yang berada di kantin tengah menatapnya tajam sambil sesekali memakan makanannya dan ia yakin tengah membicarakannya di belakang.

"Mata Lo semua bisa biasa aja gak sih?" tanya Alisya di tempatnya sambil menatap sekeliling kantin.

"Kalo ngomongin tuh ngomong langsung sini di depan kita, kita ladenin kok. Ngapain sih ngomong di belakang kita kalo masih kedengaran juga?" timpal Laila setelah memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Kalian kurang jauh kalo mau ngomongin kita di belakang. Sini deh, ngomong bareng kita. Keluarin apa masalah Lo semua." Zanna melirik tajam ke bangku sebelahnya yang diisi oleh kakak kelas.

"Percuma dong kalo kalian ngomongin kita di belakang tapi dosa kita gak ngurang." Sia ikut menimpali ucapan teman-temannya dengan masih mengunyah makanannya.

Nia yang mendengar teman-temannya seakan bermusuhan dengan siswi di kantin itu pun langsung memutar bola matanya malas. Apa ia harus ikut menimpali?

Zanna menyenggol lengan Nia yang duduk di sebelahnya membuat sang empunya menatap Zanna dengan pandangan bingung.

"Ngomong," perintah Zanna.

"Ngomong apa?" tanya Nia sambil mengerutkan keningnya.

Zanna menepuk dahinya pelan. "Timpalin omongan kita." Nia membentuk mulutnya menjadi o sambil mengangguk kecil.

Nia melirik ke arah seluruh kantin yang sudah ketakutan melihat ke arah mereka berlima membuat Nia menghela napas panjang.

"Gak usah takut, sini ngomong sama kita apa masalah kalian. Kita mana ngerti bahasa mata kalian itu!"

Zanna menopang kepalanya menghadap ke arah Nia dan tangan yang satunya mengacungkan jempol bermaksud ke pada Nia.

Nia tersenyum sambil meletakkan rambutnya ke belakang telinganya. Zanna terkekeh melihatnya lalu mendorong pelan bahu Nia. Ah, Zanna ini memang diam-diam menghanyutkan.

Sia yang melihat itu terkekeh pelan lalu menggeleng. Tak lama kantin kembali ramai dengan datangnya Elang dan kelima teman-temannya.

Sia mencoba untuk tidak mempedulikan kedatangan mereka namun teriakan dari penjuru kantin yang terdengar semakin keras karena Elang menuju ke meja Sia dan duduk di hadapannya.

Atek tiba-tiba datang dan meletakkan sepiring nasi goreng spesial yang pasti untuk Elang. Sia masih belum memperhatikan mereka, ia terlalu fokus dengan makanannya sampai sudah habis begitupun dengan teman-temannya. Ia langsung berdiri dari tempatnya untuk mengikuti langkah teman-temannya.

"Mau ke mana Lo?" Sia memejamkan matanya mendengar suara Elang yang jelas-jelas ditujukan kepadanya.

"Duduk!" Sia menatap Elang sambil mengerutkan keningnya bingung.

"Duduk di situ atau mau duduk di--" tak mau mendengar hal yang tidak mengenakkan karena perasaannya yang mulai tidak enak ia langsung saja duduk di tempatnya kembali. Sementara teman-temannya melihat situasi ini langsung kembali ke kelasnya diikuti teman-teman Elang.

"Suapin gue." Elang mendorong sepiring nasi goreng di hadapannya ke hadapan Sia.

Setelah mendengus. "Ini masih hukuman?"

"Lo pikir hukuman Lo udah berhenti?" Kerutan di keningnya semakin banyak mendengar penuturan Elang.

"Punya tangan, kan?" tanya Sia dengan nada datar menatap mata Elang.

Seluruh kantin mulai membicarakannya dengan berbisik-bisik tapi sayangnya telinga Sia masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Belagu banget gak sih, tuh anak baru?"

"Iya, kenapa gak langsung dikeluarin aja sih?"

Sia mendengus mendengar bisikan itu semua. Ia menggebrak meja membuat seluruh kantin terkejut dan langsung menatap ke arahnya, begitu juga dengan Elang yang sudah menatap datar dirinya.

"Kenapa diem? Ayo lanjutin bisik-bisik nya. Teriak-teriak kalo bisa, sampe seluruh sekolah denger."

Sia terpaksa menyendok nasi goreng di hadapannya lalu menyodorkannya ke arah Elang yang masih diam dengan menghilangkan tangannya di depan dada.

"Gak mau disuapin?" tanya Sia datar.

Moodnya sudah rusak, ditambah dengan sikap Elang yang memintanya untuk menyuapinya.

Elang melirik ke arah seluruh kantin dengan tajam membuat semua penghuni langsung menunduk takut. "Jangan ada yang bisik-bisik! Kalo udah bosen sekolah di sini, bilang aja!"

Setelah mengucapkan itu Elang langsung melahap suapan Sia. Sedangan sang empunya masih terpaku dengan ucapan Elang.

Sia masih tak percaya, jantungnya berdetak semakin kencang jika mengingat Elang yang seakan membelanya. Diam-diam ia tersenyum sambil melanjutkan menyuapi Elang.

"Kamu kaya bayi tau gak! Punya tangan, udah besar, tapi masih minta disuapin?" Sia menggeleng pelan sambil menatap Elang yang tak terima dengan ucapan Sia.

"Emang kenapa kalo gue bayi? Yang penting gue kaya gini cuma sama Lo doang."

"Dasar bayi besar." Elang menghiraukan cibiran Sia yang menurutnya tak penting dan terus menerima suapan Sia.

Setelah menyuapi Elang hingga makanannya habis, kali ini cowok itu memintanya untuk memegangi gelas dan sedotannya yang mengarah ke mulutnya agar dia bisa minum.

Sia membuka mulutnya tak percaya dengan perintahnya yang satu ini. Maksudnya apa? Lalu tangannya untuk apa?

"Kenapa aku? Kamu kan bisa minum sendiri? Aku udah suapin kamu sampel habis loh." Sia sudah pasti menolak perintah anehnya yang satu ini.

"Gue maunya lo." Sia memutar bola matanya malas lalu mendengus kesal dan dengan terpaksa ia memegangi sedotan dan gelasnya agar Elang bisa meminum es jeruknya.

Sia yang masih kesal dengan Elang pun meletakkan gelasnya dengan kencang di atas meja sehingga menimbulkan bunyi yang keras hingga seluruh kantin kembali melihat ke arah mereka.

Setelah itu, Sia langsung keluar dari kantin dengan wajah kesalnya. Di sepanjang jalan menuju kelasnya ia hanya memasang wajah datar saat melewati para siswi yang berpapasan dengannya.

Sia langsung duduk di tempatnya lalu mengeluarkan ponselnya dengan wajah yang memberengut kesal.

"Kenapa?" tanya Alisya yang berada di samping Kaila dengan tangannya ia sandarkan di bahunya.

"Itu, cowok aneh minta diminumin sama aku."

Teman-temannya yang mendengar ucapan itu langsung mengerutkan keningnya bingung. 'diminumin?' kenapa menjadi terlihat ambigu?

"Diminumin? Pake--"

Sia yang sadar dengan ucapannya pun langsung menggeleng sambil melambaikan tangannya cepat. "Bukan. Bukan itu maksudku tapi maksudnya aku disuruh pegangin gelas sama sedotannya biar dia bisa minum."

Teman-temannya langsung mengangguk mengerti sambil membentuk hurufnya menjadi o. "Kirain Lo minimum dia pake--"

"Pikiran Lo, Sya. Gue bawa ke cleaning service sini, ayo!"

"Sembarangan Lo kalo ngomong." Kaila memutar bola matanya malas.

"Lagian otak Lo tuh perlu gue refresh biar terhindar dari virus-virus jahanam." Alisya memutar bola matanya malas.

***

Bersambung.

ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang