Terimakasih

361 23 23
                                    

Rencana tak berjalan dengan lancar.

(Name) tak mau lagi menatap wajah Erwin.

Bukannya tak mau tapi (name) merasa sakit.

(Name) merasa aneh walau dahulu bisa di bilang kehidupan (name) itu cukup sakit tapi (name) tak pernah merasa sesakit ini dan tak pernah meneteskan air mata setetes pun.

Tapi, semenjak bertemu Erwin kian hari dia makin melembut.

(Name) bersembunyi di tempat lain walau sesekali (name) melirik tempat Erwin.

Rasanya sangat sakit melihat keadaan.

(Name) menunduk merasa cemas. Sesekali sesegukan sambil memeluk dirinya sendiri.

"(Name) ada yang ingin Erwin bicarakan." Panggil Levi.

"Tak mau!" Elak (name).

Terlalu sakit bagi (name) untuk menemuinya.

"Tolonglah untuk saat ini!" Bentak Levi.

(Name) menghelakan nafasnya sambil menunduk mengumpulkan semua keberanianya.

"Baiklah...." (name) mengiyakan dengan berat hati.

Yang akhirnya dia memilih menemuinya.

"Erwin...ada apa?" Tanya (name) sambil menunduk.

"Untuk terakhir..."

(Name) mengigit lidahnya sendiri.

Bodoh! Kenapa kau tetap ikut?!" Bentak (name).

Erwin terseyum.

"Wah...maafkan aku...hanya saja aku ingin ikut mengakhirinya..." Jawab Erwin.

"Mengakhiri? Apa yang kau mau?" Tanya (name) sambil sesegukan.

"Mengakhiri cerita ini melengkapi semuanya informasi yang ku punya..." jawab Erwin.

"Apa kau tahu apa yang ku mau?" Tanya (name) sudah terisak.

"Cerita yang tak pernah berakhir dan terus mengalami suka duka tanpa akhir?" Tebak Erwin.

Erwin tepat.

(Name) tak perlu mengetahui akhir ceritanya, (name) hanya ingin hidup dalam cerita itu dengan suka ataupun duka.

"Euhk...keinginan kita tak sama...semuanya keinginan berlawan." (Name) sedih.

"Hanya sebuah mimpi ilusi ya?" Erwin terkekeh.

"Kenapa? Kenapa Kau tertawa?" Tanya (name).

"Tertawa dengan impianku...semuanya berakhir lebih cepat juga...maafkan aku (name) semua janjiku tak bisa ku tepati..." Erwin menunduk kembali.

(Name) hanya terdiam.

"(Name) aku minta...lupakan saja semua tetangku dan janjiku..." pinta Erwin lirih.

(Name) masih menunduk lalu memperhatikan cincin yang ada di tangannya.

"Bagaimana cara melupakannya? Hubungan kita terlalu jauh...." galau (name) dalam hati.

"Cincin...ya itu kembalikan saja padaku, aku tak ingin kita tetap terikat. Mungkin kau akan selamat, aku tak ingin kau terikat hubungan itu denganku, agar kau bebas dan dapat sesegera mungkin melupakan aku. Itu juga demi kehidupanmu (name), Makanya...cincinnya..." pinta Erwin yang mungkin sebagai permintaan terakhir.

(Name) sudah memegang cincinya dengan ragu-ragu.

Membatalkan pertunangannya?

Bukannya memberi cincin (name) malah menampar Erwin.

Need2 (Erwin×reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang