Chap 2

60 28 9
                                        

✨HAPPY READING✨

Felix mengerjapkan matanya saat pantulan cahaya matahari mengenai wajahnya. Tidak terlalu silau hanya saja cukup mengganggu Felix. Pemuda itu terduduk, badannya terasa ngilu semua. Sejenak dia menetralkan pandangannya, kemudian meraih kenop pintu. Masih terkunci, ternyata. Dia rasa, hari ini akan datang lebih siang ke sekolah-oh iya dia mulai libur hari ini.

Cklek!

Pintu terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang menatap Felix sendu. Felix menghela nafas, setidaknya bukan papa yang membuka pintu.

"Den, mau bibi siapkan air hangat?"

"T-tapi papa——"

"Den Felix tenang aja, tuan besar sudah pergi sejak tadi pagi!"

Felix bersyukur. Felix bersyukur karena, bibi masih memiliki hati untuk membantu Felix. Felix menuju kamarnya, kepalanya sangat pening sungguh. Berapa kali dia mendapat pukulan? Ah... Sekitar 20 kali. Jika tidak salah hitung sekitar 20 kali dia mendapat pukulan. Pantas saja kemarin dia mencium bau anyir dari kepalanya. Ah... Iya, Felix tidak pernah mau membuka matanya jika sang papa sedang memberikannya perhatian. Yah, Felix lebih suka mengatakan perhatian dari pada penyiksaan. Alasannya Felix pikir disaat seperti itulah sang papa punya waktu untuk berbicara——meskipun sebenarnya memarahi——dan mengelus kepalanya——yang sebenarnya memukul.

"Dari mana?" Felix berhenti kemudian menoleh pada salah satu kamar. Matanya sontak terbelak kaget, "Gak mungkin dari luar dengan pakaian kaya gini. Rambut lo kok lepek? Bau amis apaan nih?"

Felix menepis tangan orang itu yang akan menyentuh rambutnya. Bukan apa-apa, Felix yakin darah itu sudah mengering dan akan banyak luka di kepalanya. Jika orang itu tahu... Akan semakin panjang masalah Felix.

"Bukan apa-apa. Kakak pulang?" Orang itu menggeleng kemudian mengangkat tangannya yang membawa sekantong plastik, "Cuma ambil duit lagi? Cih, pulang kalau duitnya habis! Dah sana pergi"

Felix melanjutkan langkahnya dengan berusaha berdiri tegak, tidak mungkin juga dia berjalan sempoyongan di hadapan sang kakak.

"Dek!" Felix berhenti namun tidak menoleh sama sekali, "Jangan sok kuat! Gue lebih tahu lo lebih dari siapapun. Kalau capek istirahat, kalau enggak kuat jangan dipaksa, kalau butuh tempat bersandar... Gue ada! Anggap gue teman lo bukan kakak lo. Gue pamit ya! Baik-baik di rumah" Felix merasa tepukan beberapa kali di pundaknya

Kedua tangan Felix terkepal. Matanya memerah tapi air matanya tidak ingin keluar. Matanya terpejam perlahan saat mendengar deru motor keluar Felix menghela nafas.

"Lo gak tahu apapun tentang gue kak! Lo gak akan pernah tahu gue, kak Minho!"

# # #

Yeji memutar bola matanya malas. Hari liburnya terganggu oleh kedatangan sosok tak di undang ini. Yeji tidak masalah jika dia datang namun ya tidak sepagi ini. Jelas ini mengganggu tidurnya yang seharusnya bisa mencapai pukul 12.

"Ji, gak ada yang bagus acaranya!" Gerutunya sambil mengganti channel TV. Demi apapun Yeji tidak peduli, "Kenapa lo, muka kusut banget?"

Yeji mendudukkan diri di sebelah pemuda itu dan mematikan tv. Tangannya menunjuk pintu keluar. Mengusir, tanpa banyak bicara. Pemuda itu berdecak. Dengan sengaja menggoyangkan rambut Yeji yang terkuncir dua.

NUMBER ONE | Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang