Halo apa kabar?
kalian suda pada PTM belum?Jeno meminat pangkal hidungnya dengan kepala mendongak, sebelah tanganya yang bebas terulur untuk meremas perutnya. Di bawah sana Jeffrey memijat kedua kaki Jeno bergantian.
Keduanya hanya diam, Jeffrey juga tak terlihat untuk membuka sebuah percakapan. Katakanlah dia takut dilempar barang barang lagi oleh Jeno dan berakhir manisnya akan pingsan karena kelelahan dan emosi lagi.
"Lu bisa keluar kga?," tanya Jeno masih dengan nada datarnya.
"Biarkan saya menema-
"Gua...kga butuh lu bangsat!."
Jeffrey tak menjawab lebih memilih melanjutkan kegiatanya mengurut kaki Jeno yang terlihat memerah.
Suasana begitu canggung diantara mereka berdua.
Jeno merasa seperti submisive tak berdaya, sangat berbeda dengan dirinya yang dulu.
Ingin melawan dan menendang Jeffrey pun rasanya sudah tak mampu. Setiap dia bergerak perutnya serasa diaduk, kepalanya juga pusing.
Kenapa, sejak ingatan Jane bergabung dengan ingatanya rasa sayang dam cintanya kepada Jeffrey semakin dalam.
Jeffrey tau, Jeno menahan tangisnya. Mood ibu hamil memang sangat mudah berubah ubah.
"Jeno, dengarkan saya terlebih dahulu," mohon Jeffrey.
Tak ada jawaban, Jeffrey diabaikan.
Jeffrey tersenyum miris. Sebegitu susah kah memberinya kesempatan?
"Saya sayang kamu Jeno, sayang Eric, sayang-
Ucapan Jeffrey terhenti, tanganya terulur untuk mengusap perut datar Jeno dari luar kemeja yang Jeno kenakan.
-sayang dia."
Jeno terkekeh seolah meremehkan, "Maksut lu apa pak?."
Jeffrey tak menjawab, dengan gerakan cepatnya alpha dominan itu memeluk Jeno erat seolah Jeno akan pergi jika dia melepaskan pelukanya.
"Anak kita tidak pergi Jeno, dia masih ada," bisik Jeffrey.
Jeno hendak berontak, tentu saja Jeffrey tak membiarkan pelukanya terlepas, dia malah mempererat pelukanya pada Jeno.
"Sekali...sekali saja, beri saya kesempatan untuk menjelaskan."
Merasa Jeno sudah tidak melawan jeffrey melonggarkan pelukan. Kedua tangan kekarnya menangkup pipi tirus Jeno, mengusapnya perlahan.
Kedua mata mereka bertatapan. Warna merah darah yang begitu kelam dan biru zamrud yang cerah.
Ntah sejak kapan Jeno sudah sama sama berbaring diatas ranjang dengan Jeffrey yang mengukungnya.
Kedua siku Jeffrey bertumpu pada kasur agar tidak menimpa Jeno dengan berat badanya.
Mata keduanya masih bertatapan satu sama lain. Seolah dihipnotis Jeno hanya diam, menikmati semua afeksi yang diberikan Jeffrey padanya.
Keningnya diusap pelan, kedua matanya dikecup perlahan, dan pipinya diusap dengan lembut. Nyaman, hanya itu yang dirasakan Jeno sekarang.
"Maaf saya menutupi kisah itu dari kamu, saya hanya tidak ingin kamu memiliki beban fikiran disaat kamu hamil...hamil sebelum masa heat sungguh beresiko Jeno, saya takut kamu tau?."
Jeno total diam, merasakan usapan usapan lembut yang Jeffrey berikan pada kedua pipi gembilnya.
"Saya marah kepada diri saya sendiri, saya menyesal tidak bisa membawa Jane kembali....saya menyesal lebih percaya pada Yeri ketimbang Jane."
Perlahan Jeffrey menyatukan bibir mereka, hanya menempel. Memastikan Jeno menolak afeksinya atau tidak.
"Saya bukan orang baik Jeno, saya tau....terlepas dari semua itu kamu hanya perlu tau, saya menyayangi kamu setulus hati saya."
Wajah Jeno total memerah padam. Kedua tanganya terulur untuk mengusap rahang tegas Jeffrey, masih dengan kontak mata mereka yang tak terputus sama sekali.
"Gua mau tanya sesuatu," katanya
"Bertanyalah."
"Gimana caranya gua bisa hamil anak lu?."
Sekarang giliran wajah Jeffrey yang memerah, kenapa Lunanya ini menanyakan hal seperti itu ditengah keadaan mereka yang seperti ini?.
"Jangan jangan lu cabulin gua pas tidur anjing?!"
Oke, Jeffrey bahkan tersedak salivanya sendiri sekarang.
"Pindahin Jeno ke pulau pribadi clan Jung emang paling bener," putus Mark yang dianguki oleh Haechan.
"Gua sama yang lain bakal jaga pulau itu....sisanya bisa jaga si jalang," lanjut Haechan.
"Resikonya gede....Kalo dia sampe tau pasti langsung bergerak lebih cepet dari perkiraan kita, sedangkan persiapan kita belum mateng."
Benar kata Hyunjin, semua kembali memutar otak. Mencoba mencari cara lain.
"Persiapan kita sudah mencapai berapa persen?."
Mark mengulum bibirnya tampak ragu, "60% semuanya tergantung pada Jeffrey ikut sama kita atau milih bawa Jeno pergi."
"Kalo dia pergi semua clan bakal jadi korbanya." Sahut Jaemin.
"Chenle sama Sunoo bukanya bisa bikin feromon buatan?."
"Lu yakin pake itu Jun?."
Renjun mengendikan bahunya acuh, "Pakai semua kemungkinan yang ada atau ramalan itu bakal jadi kenyataan, lebih parahnya Jeno bisa pergi selamanya."
"Renjun benar, bisa kita coba?."
"Kalo lu bisa menjamin keselamatan istri sama anak gua, gua setuju," sahut Jisung yakin.
"Paman Mingyu akan jaga mereka jangan khawatir."
Jeffrey menghela nafasnya kasar, Jeno sedari tadi menjaga jarak darinya. Menyesal Jeffrey bilang bahwa setiap malam dirinya menyusup kekamar Jeno untuk sekedar mengendus feromon sang Luna, dan berakhir pada masa rutnya yang tak bisa ia tahan lagi.
Mereka berdua ada di dalam kamar, masih berada di satu ranjang yang sama dengan dibatasi tumpukan bantal yang Jeno minta dari para maid disana.
Tak menghiraukan wajah masam Jeffrey, Jeno malah asik memainkan game online favoritnya dengan nampan berisi buah cherry di atas perutnya. Jeffrey sudah menawarkan untuk membawakan nampan Jeno. Namun yang lebih muda menolak dengan alasan takut dicabuli Jeffrey.
Terhitung hampir 3 jam lamanya mereka dalam situasi seperti ini dan Jeno masih betah pada gamenya. Jeno bahkan tak sadar bahwa Jeffrey sudaj tertidur sejak 1 jam lalu.
Andai mereka mengetahui ada sesosok wanita mengenakan gaun merah yang memperhatikan mereka sejak Jeffrey masuk kedalam kamarnya dan Jeno.
[Jum, 1 Oktober]