Halo, apa kabar?
gimana kabar kalian di Sadtember?Jeffrey bergegas menuju kamar Rose, nafasnya memburu ketika membuka pintu ruangan itu dengan kasar.
Matanya menatap tajam Rose yang kini tengah melukis seorang wanita yang dia yakini itu Jane, dengan tergesa Jeffrey berjalan kearah Rose.
Brak!
Rose merasakan nyeri di punggungnya. Punggungnya dibanting kuat kearah dinding.
"Kamu apa apaan?!," bentak Rose.
"Dengar! apa yang kamu lakukan pada Jeno?!," balas Jeffrey tak kalah membentak.
Rose tersentak dan setelahnya terkekeh dengan suara yang menurut Jeffrey sedikit mengerikan.
"Apa yang aku lakukan?," ulang Rose.
Tangan lentiknya mendorong bahu Jeffrey dengan kuat, membuat Jeffrey sedikit memundurkan badanya.
"Ini adalah waktu dimana sesuatu tak berjalan sesuai keinginanmu Jung."
Jeffrey menggeram kesal ketika tangan lentik Rose mengusap rahangnya perlahan.
Rose mendekatkan wajahnya pada telinga Jeffrey, mengusap dada Jeffrey dengan gerakan sensual, "Wanita gila ini akan merebut semuanya darimu."
Setelahnya Rose melengangkan badan moleknya keluar dari kamar diiringi suara bantingan barang dari kamarnya.
Langkah wanita cantik itu berhenti di sebuah kamar dengan pintu berwarna soft pink. Senyum miring terlukis di wajah cantiknya.
Pintu terbuka, Rose mengetukan high heels hitamnya ke lantai beberapa kali.
Sang pemilik kamar menegang dibuatnya. Dia tau betul siapa yang mendatangi kamarnya saat ini.
Wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi pelipisnya, wajahnya gemetar.
"Hey Yeri long time no see babe? bagaimana kabarmu huh?," tanya Rose basa basi. Tanganya terulur untuk mengusap pipi Yeri yang sudah memucat ketakutan.
"Aku... baik," terdapat jeda cukup panjang didalam kalimat yang dilontarkan Yeri membuat Rose terkekeh pelan.
"Kamu takut padaku?."
Yeri diam, menunduk dalam dengan kedua tanganya saling meremas satu sama lain.
"Kamu tau sayang?-
tangan lentik Rose terangkat untuk mengusap rambut Yeri, sepersekian detik berikutnya usapan itu menjadi jambakan. Mau tak mau membuat kepala Yeri mendongak keatas dibarengi ringisan.
-Jika saya mulut busukmu itu tak menyebarkan sebuah kebohongan-"
Rose menjeda kalimatnya, menikmati wajah ketakutan di muka Yeri.
"Semua ini tak akan terjadi padamu, dan aku tak perlu berpura pura mencintai si Jung sialan itu!."
Setelahnya suara debuman keras terdengar, kepala Yeri ditatapkan ke nakas yang ada disebelah kasurnya dengan kuat. Membuat pelipis Yeri berdarah.
"Sampah."
***
3 hari berlalu setelah kejadian itu. Dan selama itu Jeno tinggal kembali dirumah Chanyeol tanpa mau menjelaskan apapun pada ayahnya.
Selama itu juga Jeno mencari tau siapa orang yang telah menyuntikan racun kepadanya.
Aneh, mereka semua seolah lupa dengan rupa atau ciri ciri dari orang itu. Tapi tidak dengan dirinya. Dia ingat betul pemuda itu adalah pemuda dengan proporsi tubuh munggil dan sebuah tato kupu kupu(?) di tengkuknya. Ntahlah, kesadaran Jeno sudah diambang batas waktu itu.
Renjun bilang kemungkinan orang itu adalah seorang witch, namun mendengar ada tato kupu kupu Renjun agak ragu kalau sosok itu wizard.
Jeno sendiri tidak tau tentang semua itu, dan sekarang dirinya bertekat mencari orang itu. Orang yang telah membunuh anaknya dan Jeffrey.
Tunggu, Jeffrey?!.
Ah sudahlah.
3 hari dan dirinya selalu meninju wajah tampan itu ketika Jeffrey akan mendekatinya. Tak peduli dirinya akan dihukum, toh Jeffrey selalu membelanya.
Jeno menatap dirinya pada pantulan cermin. Pipinya menjadi agak tirus, terdapat kantung mata dibawah matanya dan jangan lupakan wajah pucat itu.
Seperti zombie.
Bayangan bayangan Jane dan Jeffrey selalu terngiang di kepalanya. Seolah meminta Jeno untuk kembali pada Jeffrey.
Tapi tidak, dia akan membuktikan pada Jane. Dirinya dan Jane, dirinya yang lampau tak pernah membutuhkan sosok brengsek seperti Jeffrey.
Ketika sampai di meja makan disana sudah ada Chanyeol dan Mina. Mina, gadis itu yang 3 hari ini selalu menemaninya.
"Pagi Son."
"Pagi Ayah-
cup
- pagi manis."
"Pagi kak," balas Mina.
Chanyeol melihat semua itu, saat Jeno dengan lembut mengecup pelipis Mina. Bagaimana mereka berdua saling menyayangi satu sama lain.
"Mukamu pucet, masih mau sekolah Jen?."
Jeno melirik ayahnya sesaat lalu mengangguk seadanya,"Jeno udah ketinggalan banyak."
"Ayah ngga maksa kamu Jeno....kalo cape istira-
"Dek ayo berangkat."
Mina menatap Chanyeol dan Jeno bergantian. Chanyeol mengangguk mengiyakan.
"Eric."
Yang dipanggil menoleh, mendapati Mingyu dengan segelas wine ditanganya tengah berjalan kearah Eric.
"What's wrong?."
Mingyu tampak memainkan gelas winenya, menimang sesuatu yang menganggu fikiranya beberapa hari ini.
"Efek ramuan itu akan hilang."
Eric tampak tak terkejut mendengar fakta itu. Tanganya masih asik memotong beberapa buah buahan dan dengan telaten menatanya kedalam wadah.
"Aku akan kesana, semoga saja efek ramuan itu hilang saat dia bersamaku."
Seperti biasa, Eric selalu tenang dalam segala situasi. Mingyu kadang tak percaya anak ini adalah anak dari Jeffrey.
" Shhh.... "
Mingyu sontak menoleh, "Eric, kenapa?."
Eric menggeleng, meremas tengkuk belakangnya dengan kuat.
"B - bomin..... Mama."
Belum sempat menjawab Eric merebut gelas wine milik Mingyu, menengguknya dengan kasar lalu melesat ntah kemana.
"Shit!."
Cople Eric Bomin bagus ya kan ehehe
[Jum. 10 September]