17

1.1K 111 0
                                    

Apa kabar?

Jeffrey mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan pencahayaan dari kamarnya. Meraba bagian sebelah dari kasur dan seketika tubuhnya menegang kala tak menemukan Jeno disampingnya.

Samar samar Jeffrey mendengar orang terbatuk dan menahan akan muntah dari kamar mandinya.

Pemuda berambut hitam legam itu dengan segera berlari kearah kamar mandi dan mendapati Jeno yang mencengkram kuat pinggiran wastafel yang sudah penuh dengan darah.

"Jeno, kamu kenapa?!," tanya Jeffrey panik.

Tanganya mengengam erat jemari Jeno, sebelah tanganya lagi ia gunakan untuk merangkul pinggang sang Luna.

Jeno menggeleng, masih mencoba menahan agar tidak muntah, wajahnya sudah pucat pasi. Kakinya gemetar, raut wajah kesakitan begitu ketara di muka Jeno.

"Keluarkan, jangan ditahan," bisik Jeffrey memijat tengkuk Jeno dengan pelan.

" T - tenggorokan gua-..... Huekkk-....ughhh... hmphhh. "

Lagi, Jeno menggeleng setelah dirinya memuntahkan darah kembali. Takut, sangat takut bila akan terjadi sesuatu kepada bayi yang ada diperutnya.

"Keluarkan, percaya dengan saya,"

Jeno menggeleng, masih mencoba menahan agar tidak muntah namun sepertinya tak berpengaruh. Tenggorokanya serasa dibakar, perutnya serasa ditusuk tusuk dari dalam. Darah segar keluar begitu saja dari mulutnya, banyak sangat banyak. Dan setelahnya Jeno pingsan dipelukan Jeffrey yang menegang, badanya kaku hanya untuk sekedar digerakan.

































"Dia baik baik saja?," tanya Jeffrey begitu khawatir dengan keadaan Jeno.
"Bayi ini yang dimaksut dalam ramalan," Mingyu melirik raut wajah Jeffrey yang berubah menjadi keras, matanya bahkan sudah berubah menjadi merah.

"Ramalan apa yang kamu maksut?."

"Jangan pura pura bodoh Jeffrey," Mingyu terkekeh diakhir kalimatnya. Menertawakan Jeffrey yang mencoba menolak takdir.

"Jeno bakal marah kalo lu milih dia," lanjut Mingyu, lagi lagi wizard keturunan murni itu mengetahui apa yang Jeffrey fikirkan.

"Berhenti membaca fikiranku Kim, ini semua menjadi lebih rumit dari sebelumnya."

Mingyu mengangguk menyetujui, "Sudah kukatakan, matilah dibawah wanita gila itu...dan semuanya selesai," canda Mingyu yang dibalas delikan oleh Jeffrey

"Apa Eric sudah mengetahui tentang bayi ini?."

Setelahnya Jeffrey bernafas lega saat mendapat gelengan dari Mingyu.

"Berbicaralah pada Jeno-

"Dan memintanya mengugurkan anak itu? ide yang bagus."

"Asal lu siap dibenci sama Jeno, why not?."

"Apapun asal Jeno selamat."

Setelahnya Jeffrey meninggalkan kamarnya dan kamar Jeno tanpa mendengar bentakan Mingyu. Meninggalkan Jenk bersama Mingyu bukan ide yang buruk menurutnya.

Sekarang pandangan Mingyu berpusat pada wajah pucat Jeno. Begitu damai dan tenang.

Ujung bibir Mingyu terangkat naik, mencoba tersenyum. "Apapun asal Jeno selamat," ulangnya.

Beralih pada Jeffrey, sosok tegap itu sekarang berdiri di depan pintu kamar Yeri. Pintu yang sama sekali tak pernah ia masuki sejak puluhan tahun yang lalu.

Semua ini mungkin tak akan terjadi jika dirinya tak menerima tawaran menjadikan Yeri seorang selir, benar bukan?

"Ada yang bisa saya bantu Alpha?," tanya salah satu pengawal yang menjaga kamar Yeri. Total ada 8 pengawal yang berjaga disana yang diperketat setelah Jaehyun mengetahui alasan Yeri yang selalu histeris di beberapa waktu.

"Bisa tinggalkan tempat ini untuk 30 menit kedepan? ada yang harus saya bicarakan dengan dia."

Ke delapan orang itu menunduk hormat, setelahnya pergi dari sana sesuai perintah Jeffrey.

Saat memasuki kamar Yeri hal pertama yang dia lihat adalah sosok perempuan -Yeri memang terlalu cantik untum berada dalam situasi ini- tengah merajut menggunakan benang berwarna babyblue. Tangan lentiknya dengan lincah menari nari untuk menghasilkan rajutan yang indah.

"Jaehyun apa kamu membawakan nunna benang baru?."

Suara itu suara yang sudah lama tak Jeffrey dengar. Tak ada sarat kerinduan dari dalam dirinya, hanya saja. Dirinya tiba tiba muak dengan orang yang berada diatas kasur itu sekarang.

"Jae- Jeffrey..."

Senyum Yeri begitu lebar saat menyadari bahwa Jeffrey berada dikamarnya. Dengan gerakan cepat Yeri meninggalkan rajutanya dan berlari untuk memeluk Jeffrey dengan kuat. Sangat kuat, seolah dia akan kehilangan Jeffrey jika dirinya melepaskan pelukan ini.

"K- kamu kemana? ....kamu ngga pergi d - dari aku k - kan?."

Samar samar Jeffrey masih bisa mendengar ucapan Yeri yang teredam didadanya yang mulai basah karena isakan Yeri.

Jeffrey melepas pelukan Yeri lalu berjalan keluar kamar tanpa menoleh kebelakang. Bahkan dirinya tak menghiraukan Yeri yang mulai histeris didalam sana.

Kenapa setiap melihat wajah Yeri dia selalu teringat akan kesalahan kesalahanya di masa lampau? dan semua ini terasa begitu memuakan baginya.

Tak ada waktu lagi untuk memikirkan masa lampau, yang harus dia fikirkan sekarang adalah Jeno. Jeno harus mau mengugurkan bayinya, bayi itu harus lenyap sebelum melenyapkan Jeno, atau paling parahnya melenyapkan seluruh clan.

Derap langkah Jeffrey menghiasi lorong sepi yang penuh dengan lukisan antik tersebut, semuanya begitu suram. Sengaja, Jeffrey menaruh Yeri di lorong paling ujung dan paling gelap agar Jeno susah me jangkau tempat ini.

Lagipula, siapa yang akan tau apa yang bisa dilakukan orang gila seperti Yeri pada Jeno-nya?

[Kam, 7 Oktober]

secret [jaeno/end.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang