Tears Are Falling
"Sampai napas terakhir, aku selalu mencintaimu," Lee Jeno
—
Lee Nayoung. Ya, gadis cantik dengan wajah mungil yang membingkai mata kecilnya yang mempesona. Gadis pintar kebanggaan semua guru, pujaan semua pria. Gadis dengan segala talentanya yang hampir membuat iri semua gadis-gadis lainnya. Itulah seorang Lee Nayoung yang dikenal Hime dulu sewaktu kelas sebelas. Apakah kalian berfikir mereka teman sekelas yang akrab? Tidak. Tentu saja tidak. Karena bagi Nayoung, Hime adalah seorang rival.
Demi apapun Hime tidak pantas untuk dijadikan rival. Hime tidak terlalu cantik. Wajahnya standar-standar saja. Hime tidak pintar malah dikategorikan sebagai siswi bermasalah karena nilai ujiannya yang selalu turun. Hime juga bukan dari kalangan atas. Keluarganya biasa saja. Standar. Kelas menengah. Lalu apa yang harus disaingi Nayoung? Jawabannya hanya satu. Lee Jeno.
Nayoung menyukai-tidak- mungkin mencintai lebih cocok menggambarkan perasaannya saat itu. Jeno yang tampan. Jeno yang kaya. Jeno yang pintar. Oh siapa yang tidak menyukai seorang Lee Jeno kala itu. Dan betapa beruntungnya diantara semua gadis yang jatuh hati padanya termasuk Lee Nayoung—yang seorang primadona—Jeno lebih memilih Hime. Gadis yang bahkan dari sekolah dasar sudah melelehkan hatinya yang keras bak bongkahan es.
Tentu saja hal itu membuat iri semua gadis bahkan Nayoung. Sejak mengetahui bahwa Hime-lah pacar dari seorang Lee Jeno maka Nayoung menjadikan Hime sebagai rival-nya. Tapi lagi-lagi keberuntungan memihak Hime. Tidak pernah sekalipun pria dengan wajah dingin dan mata tajam itu berpaling darinya. Ya, sekalipun Jeno tidak pernah berpaling dari Hime. Namun Hime juga tidak suka saat Jeno mulai bersikap kasar pada orang-orang di sekitarnya. Terutama dengan Lee Nayoung.
Hime adalah seorang gadis yang punya perasaan. Tidak mungkin hatinya tidak terenyuh jika melihat gadis yang dengan tulus mencintai Jeno diperlakukan kasar. Tentu Hime merasa tak tega. Dan Hime melihat serta mendengar semua itu. Semua penolakan Jeno pada Nayoung lalu semua usaha yang tetap dilakulan Nayoung agar Jeno berpaling padanya.
Hime mengingatnya ketika dengan tanpa perasaan Jeno membuang ke tong sampah coklat buatan tangan dari Nayoung tepat dihadapan gadis itu. Hime juga ingat ketika Nayoung memberikan tiket nonton konser rock yang sangat disukai Jeno. Kala itu Jeno kehabisan dan Nayoung-lah yang menawarkan tiket itu. Lalu apa yang dilakukan Jeno?
“Meski kamu membawa band itu kehadapanku pun aku tidak akan tersentuh. Jadi berhentilah karena itu percuma.”
Hime juga mengingatnya ketika Jeno menyiram Nayoung dengan seember air pel ketika Nayoung menuduh Hime menjual dirinya dengan Jeno. Semuanya Hime ingat dan yang Hime tahu Nayoung tetap tegar tidak peduli seberapa kasar Jeno padanya. Dari sanalah Hime menyadari bahwa Nayoung bersungguh-sungguh dengan perasaannya.
“Jeno-ya, apa kamu masih punya perasaan?” Tanya Hime suatu sore ketika menemani Jeno latihan basket. Jeno yang sedang mengelap keringatnya berhenti sejenak.
“Maksudmu?”
“Tidakkah kamu tahu perasaan Nayoung. Dia-dia sangat mencintaimu. Hargailah sedikit perasaannya.”
Jeno mendecih sebelum berkata.
“Maksudmu aku harus menerima pernyataan cintanya begitu?”
“Bukan. Maksudku berhentilah bersikap kasar dan dingin padanya. Bersikaplah seperti biasa”
“Bukankah kamu sudah mengenalku sejak lama. Kamu lebih paham bagaimana aku bersikap pada sesuatu yang tidak kusukai.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno | Tears Are Falling [COMPLETED]
Fanfiction[PG+16] | Completed "Sampai napas terakhir, aku selalu mencintaimu," Jeno Lee :: Part sudah lengkap :: Don't be silent readers