Note : Ini cerita sebelum Hime dan Jeno nikah ya
—
Sesampainya di apartemen Jeno yang sangat mewah dan luas itu, Hime dan Soojung meletakan semua barang belanjaan mereka di dapur. Lalu setelahnya Hime membawa kopernya ke kamar Jeno. Kamar pria itu pun tak kalah mewah. Sebuah ranjang king size dengan sofa panjang berwarna coklat terletak disamping jendela kaca besar yang berada dihadapan tempat tidurnya.
"Wooah! Kehidupannya disini jauh lebih mewah dibanding di Korea."
Setelah selesai mengagumi kamar Jeno, Hime segera keluar dari sana untuk menyiapkan makan malam. Nampak Soojung sudah membereskan beberapa belanjaan mereka tadi.
"Baiklah. Kita mau memasak apa?" Hime memakai apron berwarna hitam yang tergantung didekat kulkas.
"Kamu bisa masak apa?" Tanya Soojung kemudian.
"Apa saja yang penting enak," Hime mengikat ekor kuda rambut panjangnya.
"Bagaimana kalau korean food,"
"Call!"
Soojung tidak menyangka, Hime yang kata Jeno blak blakan, suka mem-bully, menyiksanya, dan selalu bertingkah egois itu sangat pandai memasak. Dia seakan sudah biasa melakukan hal itu.
Caranya meracik makanan, wajah seriusnya saat memasak, dan semua yang ia lakukan didapur hari ini membuat Soojung terkejut bukan main. Gadis itu sungguh luar biasa dimata Soojung. Pantas saja, Jeno selalu bercerita soal ibunya yang lebih menyayangi Hime dibandingkan dirinya dan soal ayahnya yang selalu memuji kekasihnya itu dibanding dirinya. Ternyata Hime memang pantas untuk itu.
"Soojung-ah, aku akan menelpon Jeno supaya dia cepat pulang kuliah hari ini," kata Hime begitu acara memasaknya sudah selesai.
"Eoh! Aku akan keluar membeli wine dulu," Soojung mengambil kunci mobilnya diatas meja.
"Tidak usah Soojung-ah. Kamu duduk saja yang manis. Bukankah kamu sudah banyak membantuku hari ini," Hime menarik lengan Soojung, menyuruh gadis itu duduk kembali diatas sofa.
"Tapi-"
"Aku akan buat fruit punch juice saja. Itu lebih enak,"
Hime mengeluarkan ponselnya dari saku lalu men-dial nomor Jeno. Gadis itu mengerutkan dahinya kala nomor Jeno ternyata tidak aktif.
"Kenapa ponselnya tidak aktif?" Gumam Hime lalu kembali mencoba menghubungi pria itu. Dan lagi, nomor itu tidak bisa dihubungi.
"Ada apa?" Tanya Soojung pura-pura terlihat khawatir.
"Ponselnya tidak aktif," Hime menatap layar ponselnya sejenak sebelum menghembuskan napasnya panjang, "Apa Jeno akan pulang cepat malam ini?" Terselip nada sedih dalam kalimat yang diucapkan Hime.
"Kurasa dia sedang sibuk," kata Soojung kemudian.
"Aku tahu dia pasti sibuk dengan kuliahnya. Tapi setidaknya jangan mematikan ponselnya disaat seperti ini."
"Ya, kamu benar. Apalagi ini kan pertama kalinya kamu datang kesini," Soojung melirik sekilas wajah Hime yang nampak murung.
"Hmm," Hime meletakan ponselnya diatas meja, "Seharusnya dia memberikan sedikit waktunya untukku kan. Tidak tahukah jika aku merindukannya sekarang ini? Aku ingin segera bertemu dengannya," Soojung membulatkan bibirnya kala mendengar penuturan Hime.
"Kamu merindukannya?" Tanya Soojung sangsi.
"Tentu saja. Sudah setahun kami tidak bertemu. Itu sangat lama sekali bukan," Soojung menganggukan kepalanya mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno | Tears Are Falling [COMPLETED]
Fiksi Penggemar[PG+16] | Completed "Sampai napas terakhir, aku selalu mencintaimu," Jeno Lee :: Part sudah lengkap :: Don't be silent readers