Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Emily Alessandra.
Nama gue saat ini dan seturusnya.
Kenapa? Karena gue lebih suka nama gue hanya dua kata itu tidak lebih.
Gue tinggal ga tentu dimana, karena emang gue suka berpergian tapi gue ga lupa dengan rumah gue— Bunda dan Kak Kalle.
Dimana Bunda dan Kak Kalle berada itu rumah gue, tempat gue kembali.
Kalau di tanya kenapa Ayah bukan rumah gue, gue bisa jawab dengan karena Ayah udah gabisa lagi untuk melindungi gue.
Bagi gue Ayah udah pergi sepuluh tahun lalu dan itu menjadi alasan gue hanya suka dengan dua kata nama gue bahkan Kak Kalle pun sama. Kita sepakat tidak menggunakan nama Thomas sebagai nama belakang kita.
Ayah yang selalu gue pamerkan.
Ayah yang selalu gue cintai.
Ayah yang merupakan cinta pertama.
Semua hal tentang ayah yang selalu gue junjung tinggi.
"Miyi... Princess ayah akan menjadi seorang Kakak." Seru Ayah ketika gue membuka pintu rumah dengan semangat saat itu.
"Bunda hamil? Ihh aku seneng." Seru gue dengan semangat langsung menghampiri bunda yang duduk di sofa bersama dengan Kak Kalle.
Tapi Bunda ga jawab, Kak Kalle pun sama. Wajah nya tidak menggambarkan kebahagiaan.
"Miyii.... Maafin ayah... Adiknya bukan di perut bunda." Ujar Ayah lagi membuat dunia gue runtuh.
"Dimana?" Jawab gue polos.
Dan muncul seorang wanita, entah dari mana.
Saat itu Ayah mati untuk gue.
Semua tentang ayah mati untuk gue.
Mati sejak ayah datang kerumah bukan membawa hadiah untuk gue karena dia pulang lama akibat pekerjaannya sebagai pilot.
Mati sejak Ayah datang kerumah justru membawa seorang wanita yang sedang hamil besar saat gue buru-buru pulang kerumah karena mendapat telfon bahwa ayah akan pulang setelah dua minggu ia mengudara.
Tapi tenang hidup gue ga mati.
Walaupun sempat Mati untuk beberapa saat dengan gue gamau untuk ngapa-ngapain, bahkan gue ga belajar untuk menggapai cita-cita gue kuliah di Inggris.
Tapi berkat dia— Xaquille Phillopaz Adhitama yang terus mendorong gue untuk menyusul dia yang udah duluan pergi ke Inggris, akhirnya gue hidup lagi.
Xaquille Phillopaz Adhitama, laki-laki manja namun punya tekat yang kuat itu rela belajar mati-matian agar masuk universitas yang sama dengan gue. Padahal gue belum tentu akan keterima disana nantinya, tapi Illopz begitu yakin gue akan keterima.
Dan Illopz benar gue harus buktiin gue bisa,
Gue bisa bangkit walaupun sesuatu hal yang berharga di hidup gue udah mati.
Karena gue masih punya hal berharga lain nya— Bunda, Kak Kalle, bahkan Illopz.
Ayah harus menyesal telah menghiyanati Bunda terbaik dan tercantik di dunia ini.
Menyesal juga telah menghiyanati Kak Kalle yang telah sukses menjadi abang dan juga anak laki-laki yang bisa bertanggung jawab untuk keluarga.
Dan harus menyesal menghiyanati anak perempuan yang cantik dan kuat seperti gue.
Karena gue sekarang berhasil untuk menjadi arsitek sesuai impian gue, bahkan sekarang gue memiliki kerjaan sampingan sesuai minat gue, walaupun gabisa terkenal karena memang gue gamau untuk terlihat jelas dan berakhir orang-orang menemukan gue tapi seengganya design baju gue bisa di pakai oleh model terkenal.
:::
"Bunda... Aku berangkat ya! Nanti bunda kirim apa yang lagi bunda pengen aku beliin di Prancis." Ujar gue ke Bunda yang setia mengantar atau menyambut gue.
"Bunda mah bukan pengen barang, mau nya Mily dirumah aja sama bunda." Jawab bunda sedih.
"Yahh Bunda... Mily kan kerja..."
"Iya-iya, bunda paham. Hati-hati ya, kabari bunda dan Kak Kalle kalau udah sampai ya."
"Sipp bunda.. Salam buat Kakak ya, Dahhh bunda."
Akan selalu seperti itu, gue yang pamitan setiap sebulan sekali untuk pergi ke berbagai negara.
Sebenarnya berat untuk pergi ninggalin Bunda tapi gue gabisa untuk selalu menetap lama disini.
Gue dan Kak Kalle pernah membujuk bunda untuk pindah tapi bunda bersikeras untuk tetap tinggal, rumah itu masih nyaman bagi bunda.
Tapi rumah itu udah ga nyaman bagi gue dan Kak Kalle.
Dan gue dan Kak Kalle gabisa memaksa, bunda udah cukup menderita selama ini.
"Kenapa si Kak? Gue lagi cek-in." Seru gue kesal karena di ganggu dengan telfon yang pasti ga penting dari Kak Kalle.
"Mau kemana lagi si, Mil?! Lo gabakal ketemu ayah cuma karena lo sering naik pesawat." Ujar Kak Kalle di sebrang sana.
"Jangan so tau! Gue ada urusan di Prancis!" Ujar gue kesal, selalu seperti itu. Kak Kalle tahu semua hal tentang gue.
Kak Kalle tahu, alasan lain gue ingin berkelana.
Ketemu dengan ayah dan ingin menunjukan gue bisa berdiri dengan tegak, berdiri dengan kaki gue sendiri tanpa ada dia di hidup gue.
Bahkan hal pertama yang gue tanyakan saat naik pesawat "Kapten Pilot atas nama siapa?". Atau gue rela mengeluarkan banyak uang untuk naik pesawat first class agar dapat melihat secara langsung kapten pilot dari pesawat tersebut.
"Lo baru pulang dua hari lalu! Dan lo sendiri yang bilang ga ada proyek apapun." Ujar Kak Kalle lagi di sebrang sana.
"Ini bukan tentang pekerjaan aku."
"Terus apa?! Tentang pertandingan f1 di Prancis?
"Hah?! Emang minggu ini di Prancis? Aku belum liat, dan asal Kak Kalle tau, design baju iseng-isengan aku mau di beli brand besar." Ujar gue makin emosi.
"Yaudah itu udah gue kasih tau."
"Thank you for your information, i will stay in Lyon during the match. Lagian aku cuma tiga hari." Jawab gue.
"Lagian Illopz ga ikut deh, dia kan cedera."
"Cedera apa?" Tanya gue refleks.
"Kalau masih kepo gausah sosoan minta putus. Dah hati-hati, kabarin kalau ada apa-apa." Ujar Kak Kalle langsung mematikan telfon secara sepihak.
Illopz sekarang menjadi seorang driver formula 1 dan gue sangat bangga, dia mampu menjalani hidupnya dengan baik.
Padahal dulu gue yang punya impian untuk memiliki kekasih seorang pembalap, dan Illopz dulu selalu bilang ingin mewujudkan mimpi itu.