Arun memilih-milih kemeja apa lagi yang akan dipakainya hari ini. Dia sudah menolak saran Kalin untuk mengganti pakaian-pakaiannya yang lama.
Dan sudah dua hari ini mereka saling diam satu sama lain.
Arun menarik kemeja kotak-kotak biru yang terlipat di deretan paling bawah lemari pakaiannya. Dipandanginya sekilas antara ingin memakainya atau menyingkirkannya dari situ. Arun berpikir-pikir dalam beberapa detik dan setelah memutuskan, dia pun segera keluar dari ruangan itu.
Kalin hampir menjatuhkan piring yang dipegangnya ketika melihat Arun menuruni tangga. Arun memakai pakaian yang disiapkannya dua hari yang lalu. Hari di mana Arun berkata dengan suara keras dan Kalin menghabiskan waktu seharian itu dengan mengunci dirinya di dalam kamar.
“You look great.” Kalin berkata dengan nada datar, lalu kembali menuju dapur.
Arun hanya memandang Kalin sejenak kemudian ikut masuk ke dalam dapur mengambil kotak sereal di dalam lemari di pantry.
Suara dentingan butiran sereal yang masuk ke dalam mangkuk membuat Kalin berbalik. “Hari ini mau sarapan sereal?”
“Iya.”
“Kenapa nggak bilang? Biar aku yang siapin.” Kalin mengambil susu kotak di dalam kulkas dan meletakkan sendok di dalam mangkuk yang diletakkan Arun di atas meja pantry.
“Biar saya saja.” Arun hendak mengambil mangkuk yang kini dipegang Kalin, tapi Kalin lebih sigap membawanya ke meja makan.
“Aku ambilkan jusnya ya?” Kalin sudah selesai menuangkan susu ke dalam mangkuk berisi sereal.
Arun hanya duduk dan mulai mengaduk sereal.
“Bik Sumi lagi sakit katanya, jadi nggak ada yang buat nasi goreng. Padahal aku baru mau nyiapin roti bakar.” Kalin meletakkan dua gelas jus jeruk di atas meja lalu menarik kursi yang biasa didudukinya. Tepat di depan kursi yang diduduki Arun.
“Saya sudah tau.” Arun mulai mengunyah sereal. Dilihatnya Kalin juga mengambil kotak sereal dan kini mulai menuangkannya ke dalam mangkuk.
“Aku pernah belajar bikin nasi goreng. Nanti deh aku masakin.” Kalin tersenyum.
“Kamu bisa masak?”
Kalin menuntaskan suapan dalam mulutnya. “Dikit sih. Lagi dalam proses belajar. Yang penting aku tahu resepnya.”
“Nggak perlu dipaksakan kalau memang nggak bisa.” Arun menyendokkan lagi sesendok sereal dan dikunyahnya agak cepat.
“Ya harus bisa dong, Arun.” Kalin meneguk jusnya.
Arun meneguk air putih, menandaskan sarapannya yang tidak tuntas. “Pastikan saja, masakanmu bisa dimakan,”
Kalin memandangi punggung Arun yang menjauh, menaiki tangga sebelum menghilang dari pandangan.
“Jutek banget sih?”
***
Sejak kemarin, Kalin memang tidak pernah bertanya-tanya lagi kepada Arun. Perempuan itu bahkan tidak terlihat dimana-mana ketika Arun pulang untuk makan siang. Arun juga tidak berniat bertanya kepada Bik Sumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heaven In Your Eyes (Completed)
RomanceIn your eyes i see. Love. Heaven. Arundaya Agyana- Kalinda Triatomo