Heaven In Your Eyes -part 22-

18.6K 1.4K 20
                                    

Arun masih begitu betah memandangi perkebunan teh yang membentang luas di hadapannya.

Sudah siapkah dirinya melepaskan masa lalu?

Ya.

Dia harus siap.

***

Kalin sedang menyisir rambutnya ketika mendengar suara klakson dari arah halaman. Dia berlari mendekat ke jendela, dan masih dengan tersenyum-senyum, Kalin bergegas menuju pintu. Menuruni tangga untuk membukakan pintu.

Arun mengamati Kalin sejenak sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Penampilan Kalin begitu rapi. Dan...cantik.

Isterinya itu memang selalu terlihat cantik setiap Arun memandangnya.

"Mau langsung mandi? Aku siapkan air hangat ya?" Kalin mengikutinya memasuki kamar.

Pulang bekerja di sore hari dalam keadaan lelah, tentunya sangat pas dengan mandi air hangat.

"Nanti aku saja." Arun mulai membuka kancing teratas kemejanya. "Apa menu makan malam?"

"Ada ayam goreng, sup ayam, telur balado, sama bakwan jagung." Kalin menyebutkan satu-persatu menu makan malam mereka dengan begitu fasih. "Aku yang masak semua,"

Seketika Arun membalikkan badan. "Masaknya pake bumbu instant lagi kan?"

Seperti biasa, Arun selalu tidak yakin dengan masakan Kalin. Kalaupun nantinya masakannya enak, maka bisa dikatakan bumbu-bumbu instant-lah yang memegang peranan utama.

"Yang penting kan niat aku tulus masakin buat kamu. Aku kan mau jadi isteri idaman yang dicintai sama kamu,"

"Kamu bisa kan, sekali-kali nggak gombal?"

Arun mencoba tidak tertawa. Kalin selalu tahu cara membuatnya merasa geli. Posisi mereka seperti dibalik. Biasanya laki-laki mengeluarkan jurus rayuan gombal, kata-kata cheesy dan semacamnya. Namun perempuan di hadapannya mampu menjungkirkan keadaan.

"Abis, kamu selalu dingin gitu." Kalin merengut. Ekspresi wajah yang selalu ditunjukkan setiap kali dia memprotes sikap Arun.

"Saya kan memang begini orangnya," Arun memasukkan kemeja kotornya ke dalam keranjang, disusul kaus putih yang sudah terasa begitu lembab di kulit.

"Tapi kan nggak bisa gitu seterusnya. Kamu lumer dikit dong, biar aku senang,"

"Apa aku harus ngasih bunga atau cokelat?"

"Booleeh." Kalin mendudukkan bokongnya di atas tempat tidur setelah mengambilkan handuk untuk Arun. "Tapi, yang penting kamu bisa lebih sering tersenyum sama aku."

Arun melilitkan handuk di pinggang. Diliriknya Kalin yang duduk sambil menggoyang-goyangkan ke dua kakinya. Dengan bibir dikerucutkan dan mata sendunya, Kalin sesungguhnya menyimpan kekecewaan atas sikap dinginnya yang tidak kunjung berubah.

Senyuman yang dipaksakan. Paling tidak Kalin merasa senang.

Tapi ternyata Kalin malah tertawa.

"Kalo dipaksa begitu, senyum kamu aneh."

"Kan yang penting senyum?" Arun melangkah menuju kamar mandi.

Di belakangnya, Kalin menyusul, setengah memaksanya berbalik.

"Kamu belum nyium kening aku,"

Arun menggeleng pelan. Ternyata Kalin menagih janjinya untuk mencium keningnya setiap sebelum pergi dan pulang kerja. Tadi dia begitu terburu-buru untuk mandi, dan Kalin tidak mau menunggunya sampai selesai mandi.

Heaven In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang