Heaven In Your Eyes -Part 27-

11.2K 1K 59
                                    

"Run. Kamu bisa bilang tentang perasaan kamu sekali saja? Bahwa kamu...,"

Ucapan Kalin berikutnya terbungkam oleh ciuman lembut. Arun menciumnya, menjelajahi setiap lekuk bibirnya yang terbuka untuknya. Setiap sentuhan Arun di tubuhnya adalah harta yang berharga. Kalin tidak kuasa membendung airmatanya.

Kalin melepaskan seatbeltnya dan melingkarkan ke dua lengannya, memasrahkan dirinya pada Arun dengan segala perasaan bahagia.

"Aku cinta sama kamu."

Arun mengatakannya tepat setelah mereka kembali bertatapan.

Benarkah? Dia tidak salah dengar, bukan?

Kalin disergap rasa terkejut yang luar biasa.

Ungkapan cinta adalah hal yang sudah lama ditunggu-tunggunya. Membayangkan dalam mimpi saja terasa indah. Namun mendengarnya langsung, begitu nyata, ternyata jauh lebih indah.

"Aku nggak mau nanyain kamu lagi serius atau nggak waktu ngomong soal ini. Tapi, Run. Aku bahagia dengarnya."

"Kalau begitu, sekarang kita ke rumah kamu."

Kalin mengerutkan kening. "Ngapain?"

"Menjelaskan tentang alasan kamu minggat selama tiga hari ini."

Kalin menggeleng. "Kita langsung balik ke Puncak aja."

Arun menggenggam tangannya. "Nggak. Nanti saya yang jelasin soal ini."

"Biar aku yang jelasin ke mereka."

***

Setelah menjelaskan kepada orangtuanya tentang alasannya kabur dari Puncak, minus tentang Ambar, Kalin setuju kembali ke Puncak bersama Arun siang hari itu juga. Jika sebelumnya dia pergi dengan perasaan sedih dan kecewa, kini suasana hatinya berubah drastis. Bahagia, juga siap memulai kehidupan baru bersama Arun.

Mereka sampai di rumah tiga jam kemudian. Rupanya bik Sumi juga tengah menunggu kedatangan mereka. Bik Sumi ikut senang melihat Arun kembali bersama Kalin.

"Run."

"Hmm?"

Kalin beringsut ke dalam pelukan Arun dengan manja.

"Gimana kalau besok, kita jalan-jalan ke peternakan?"

Arun tidak berpikir lama untuk mengiyakan. "Boleh."

"Aku juga boleh kan ikut kamu ke perkebunan teh?"

Arun kembali mengangguk. "Iya. Boleh."

Kalin semakin senang dibuatnya. Wajahnya bersemu merah. Dia akan terus maju. Arun jika tidak dikejar, akan terus jalan di tempat.

"Aku lagi bayangin gimana kalo kita...mmm..."

Kalin berhenti sejenak untuk mengumpulkan oksigen. Astaga, dia tidak menyangka kalau tiba-tiba saja dia merasa gugup. Bahkan malu.

"Nggak ah. Nggak jadi."

Belum lepas pelukannya, Arun kembali merengkuh Kalin. Kali ini lebih erat.

"Aku kunci dulu ya pintunya."

"Run, ng..." Kalin menatap Arun tanpa berkedip. "Siang-siang gini? Mm, serius?"

"Serius."

***

Malam harinya, mereka kembali melanjutkan aktivitas yang membuat Kalin harus ekstra menyiapkan tenaga. Udara dingin menjadi begitu menghangat.

Kalin tersenyum.

"Kenapa?"

"Nggak."

Darah Kalin berdesir ketika Arun menenggelamkan wajah dalam lekukan lehernya. Tidak perlu menunggu lama untuk mendatangkan desahan demi desahan dari mulutnya.

Heaven In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang