25-Recording (2)

23 8 0
                                    

Aku tidak tahu pita suara Haechan terbuat dari apa dan bagaimana, entah dia suka makan kaset atau bagaimana. Benar-benar luar biasa. Beberapa kali aku berdecak kagum dalam hati selama sesi rekamannya. Entah seberapa keras dia berlatih sampai memiliki kemampuan bernyanyi yang begitu kukagumi, atau mungkin para Musai sudah memberkatinya sejak ia lahir.

Kini lelaki itu sudah berdiri di belakangku dan mendengarkan hasil final dari rekaman yang baru saja ia lakukan. Dia mengucapkan terima kasih ketika produser memujinya, namun menyenggol bahu kiriku dengan tangannya dan tertawa pelan begitu aku yang memuji kemampuan vokalnya. Seakan aku hanya membual tentang itu hanya karena tak enak padanya.

Kemampuan bernyanyiku tak begitu baik --tapi lebih baik dari Mirae, namun kurasa aku bisa menjadi guru vokal. Dan ketika itu terjadi, aku akan memilih Haechan sebagai murid terbaik. 

Begitu audionya berhenti memutar suara Haechan, suara kaki yang melangkah masuk terdengar dan mengalihkan perhatian kami kecuali Produser Yoon yang sibuk dengan layar monitor di hadapannya. Aku mendapati Mark yang baru saja melakukan tos ala lelaki dengan Haechan, dan Jeno yang langsung duduk di sofa belakang.

"Kim Ah Reum? Ini sudah malam loh." Mark melirik ke arahku. "Cuman anak magang, jangan terlalu bekerja keras. Kasihan tugas kuliahmu menunggu."

Produser Yoon kemudian memutar kursinya, bergabung percakapan bersama kami. "Tadi siang aku menyuruhnya untuk tidak datang malam, tapi ternyata aku butuh dia."

"Oh ya?" balas Mark lagi. "Berguna juga anak ini ternyata." Lalu kemudian mendekat dan menepuk-nepuk kepalaku seperti anak anjing. "Tapi, jangan pulang sendirian. Ini sudah terlalu larut. Apa kau tidak bersama Jaewon?"

Aku hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaannya. Padahal, Jaewoon pun masih ada di gedung yang sama denganku sekarang. Hanya saja sedang bersama produser yang lain untuk mengurus lagu. Mereka membagi tugas agar project ini lekas selesai dan bisa keluar tahun ini juga.

Begitu Produser Yoon menyuruh Jeno masuk untuk memulai rekaman, Mark dan Haechan menyemangatinya sebelum kemudian berpamitan dan pergi dari studio usai mengucap terima kasih.

Setelah mendengar suara pintu yang tertutup, baru lah aku fokus kembali menghadap ke arah layar monitor produser Yoon. Membagi pandangan antara layar, kertas lirik, dan Jeno yang tengah memulai sesi rekamannya. Sesekali menyesap es americano yang sisa setengah gelas di atas meja. Aku tak begitu suka kopi, tapi meminumnya disaat seperti ini entah mengapa terasa nikmat.

Beberapa kali Jeno mengulang rekaman sampai kemudian produser Yoon menyudahi sesuai saranku dan Jeno keluar dari ruang rekaman. Aku tersenyum padanya tatkala ia mengucapkan terima kasih. Semoga saja ia bisa membaca tatapanku yang berusaha mengatakan 'kau sudah bekerja keras'. Bibirku tak bisa mengeluarkan kalimat itu secara langsung.

Setelah selesai mendengarkan hasil akhir rekamannya, ia menghela napasnya panjang. Bersamaan dengan itu, suara pintu terdengar. Mengalihkan perhatian kami.  

Bibirku langsung melengkung mengembangkan senyum menyambutnya.

"Oh, Sungchan -ah, kau sudah datang." Jeno menyapanya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk membalas sapaan Jeno dan turut memberikan sapa untukku dan produser Yoon.

Pandanganku tak lepas darinya, mengagumi pahatan Tuhan sampai kemudian produser Yoon menyuruhnya masuk untuk segera memulai rekaman.

"Apa begitu tampan?"

Sontak aku langsung menoleh pada Jeno tengah produser Yoon sudah fokus pada rekaman Sungchan. Kedua alisku terangkat ke atas.

"Apa begitu tampan sampai dia menarik perhatianmu setiap saat?" Ia melirik sekilas ke arah ruang rekaman.

"Entahlah." Aku mengidikkan bahu. "Hanya kagum saja dengan wajah lucunya. Mungkin ini yang dialami penggemarmu saat melihatmu?"

"Memang kau tidak seperti itu saat melihatku?"

"Ah Reum -ah, ini kalau nadanya diturunkan lagi bagaimana?"

Produser Yoon menyelamatkanku. Alih-alih menyahuti Jeno, aku langsung berbalik kembali ke arah layar monitor di hadapan kami. "Tolong putarkan ulang."

Sesekali aku melirik Jeno yang sekarang sudah mendaratkan dirinya pada sofa di belakang kami. Entah mengapa dia di sana padahal sesi rekamannya sudah selesai.

Ah, mungkin menunggu Sungchan.

Aku mengembalikan fokus pada Sungchan dan rekamannya. Rasanya ingin menyombongkan diri pada penggemar mereka di luar sana kalau aku lebih dulu mendengar rapnya Sungchan.

Beberapa saat sampai kemudian lelaki tinggi itu keluar dari ruang rekaman dan membungkuk singkat mengucapkan terima kasih.

Entah mengapa aku menyambutnya dengan senyum sambil mengacungkan jempol. Seolah aku begitu bangga dengannya. Aku tak pernah begini sebelumnya. Kenapa aku jadi tidak tahu malu?

"Kamsahamnida." Ia membungkuk sekali lagi dan langsung berjalan ke belakang kami tanpa mendengar ulang hasil final dari sesi rekamannya.

"Mau pergi bersama, hyung?"

Aku masih mendengar suaranya di belakang, ia berbicara dengan Jeno.

"Ah, sendiri saja. Aku masih akan di sini beberapa saat."

Sebelum dahiku mengernyit, produser Yoon sudah menoleh lagi padaku sembari melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Sudah cukup larut, kau pulang saja. Biar aku yang menyelesaikan ini," katanya, "pulanglah bersama Jaewoon, jangan sendirian. Banyak kejahatan akhir-akhir ini di berita."

Mengangguk mengerti, aku lantas berdiri dari dudukku usai mengucapkan terima kasih. Tak lupa mengambil gelas kopi di atas meja yang sisa sedikit.

"Sudah selesai?" Jeno bertanya tatkala aku hendak mengucapkan sampai jumpa padanya. Aku mengangguk, dan ia ikut berdiri dari duduknya.

"Kupikir kau mau istirahat di sini?"

Ia menggeleng. "Hanya menunggumu."

Belum sempat aku bertaut heran, dia sudah berbalik dan melangkah keluar yang membuatku berlari kecil menyusulnya. "Wae?" tanyaku lagi setelah menutup kembali pintu studio dan berjalan beriringan dengannya.

"Apanya?" Dia membalas.

"Tidak, lupakan."

"Sepertinya Jaewon sudah pergi duluan."

Suaranya kembali menyedot perhatianku. "Iya, dia tidak tau aku di sini jadi pergi duluan."

"Yoon PD menyuruhmu pulang dengan Jaewoon, kan?"

"Aku bisa pulang sendiri."

Tiba-tiba saja ia menghentikan langkah, membuatku ikut berhenti dan menghadap padanya. "Kau tidak dengar apa yang dikatakan Yoon PD tadi?" Kedua alisnya mengernyit. "Kau ini, tidak mendengar perkataan orang tua, ya? Sudah larut dan penjahat masih berkeliaran."

Bicaranya cepat. Membuatku mengerjap. Apa dia mengomeliku sekarang? Tengah aku hanya diam tanpa tau harus membalas bagaimana.

Kudengar ia menghela. "Aku saja yang mengantarmu."

"Jangan, kau sibuk dan —"

"Membiarkanmu pulang sendirian selarut ini?"

Ya Tuhan, padahal aku bisa naik taksi hingga depan rumah atau menelfon kakakku untuk menjemput. Alih-alih menjawab seperti itu, aku hanya menghela pelan dan mengangguk. Membiarkannya kembali berjalan beriringan denganku hingga kami keluar dari gedung.

.
.
.
tbc

Akhirnyaaa, setelah hampir sebulan ga update :(










Blue Hair ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang